Kairo, 18 Muharram 1435/22 November 2013 (MINA) – Antrian panjang warga Mesir di ratusan depot tabung gas, menunjukkan belum ada solusi permanen bagi krisis energi di negara yang dikuasai oleh militer itu.
Terlihat di tengah hari, di depan sebuah depot besar tabung gas di distrik al-Zawiya al-Hamra (Timur Kairo), antrian panjang warga yang datang untuk mengisi tabung dengan bahan bakar gas (LPG) yang diawasi secara ketat oleh polisi, Ahram Online melaporkan yang diberitakan MINA, Jumat.
Pemandangan yang sama bisa disaksikan di depan ratusan depot di seluruh Mesir selama dua minggu terakhir, terkadang-kadang diwarnai perkelahian sengit. Kericuhan paling serius terjadi di Alexandria minggu lalu dan berakhir dengan lima orang terluka, namun tidak ada kematian.
“Saya seorang sopir taksi dan saya punya tiga anak untuk makan. Saya menghabiskan hari kerja saya di antrian dan tidak mendapatkan sepeser pun,” keluh Mahmoud, salah satu dari ratusan penunggu giliran di depan depot di al-Zawiya.
Namun antrian terganggu oleh perkelahian antara dua wanita tentang tabung gas.
Menurut karyawan di depot, jumlah tabung gas yang mereka terima per hari meningkat dari rata-rata 8.000 di awal krisis menjadi sekitar 12.000. Namun, krisis terus berlanjut.
“Masalahnya bukan di Kairo. Mayoritas orang di sini dari Provinsi Qalyoubiya,” kata Badr Abdel-Baqi dari Unit Investigasi Pasokan Kementerian Dalam Negeri.
Warga di luar Kairo tidak menemukan kebutuhan mereka di lingkungannya atau provinsi sekitar Kairo, warga pergi jauh untuk mengambil tabung gas.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
“Kami menyewa mobil dan masing-masing kami membayar LE5 untuk datang ke sini. Biaya kami lebih banyak, tapi kami tidak punya pilihan,” kata seorang warga.
Pemerintah telah menyalahkan badai yang menghambat kapal pembawa elpiji berlabuh di pelabuhan Mesir sehingga terjadi kekurangan. Namun, musim dingin lalu, badai serupa terjadi tanpa menyebabkan kekurangan pasokan.
Mantan Menteri Perminyakan Ossama Kamel mengatakan penyebab sukses tahun lalu adalah adanya pembentukan sistem kupon, masing-masing keluarga menerima dua tabung gas per bulan. Namun sistem itu tidak pernah benar-benar dilaksanakan dan dampaknya terbatas.
Kementerian Suplai yang bertanggung jawab untuk distribusi tabung gas hanya memberikan penjelasan yang bersifat politis.
Secara keseluruhan, kinerja pemerintah kurang memuaskan dengan krisis yang mencapai tingkat rekor pada diesel, bensin dan listrik. Membiarkan lebih banyak sumber daya keuangan untuk memenuhi permintaan LPG, tanpa memperhitungkan kebutuhan energi lain yang tidak bisa menawarkan solusi berkelanjutan.
Krisis energi, di antaranya kekurangan LPG, menjadi akrab di Mesir sejak tahun 2007, tetapi tidak ada pemerintah yang telah mengumumkan strategi yang jelas untuk mengatasi masalah yang lebih besar, baik dalam produksi, impor atau penyimpanan. Semua menyalahkan pasar gelap.
Saat ini , Mesir mengimpor 50 persen dari konsumsi LPG, yang berdiri di sekitar 4,5 juta ton per tahun.
“Sisanya 50 persen diproduksi secara lokal di kilang atau dari simpanan gas alam,” kata Hamdi Abdel-Aziz, juru bicara Kementerian Perminyakan.
Menurut Abdel-Aziz, Mesir tidak dapat meningkatkan produksi lokal sehingga tidak ada pilihan lain selain mengimpor. Selain itu, ia menjelaskan, sulit untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan karena membutuhkan pekerjaan infrastruktur yang besar di pelabuhan. Singkatnya, untuk Kementerian Perminyakan, tidak banyak yang bisa dilakukan. (T/P09/R2).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon