Jakarta, MINA – Anugerah Kebudayaan (AK) PWI Pusat 2023 mengambil tema besar dalam mendorong inovasi kebutuhan pokok berupa pangan, sandang dan papan berbasis informasi dan kebudayaan (kearifan lokal).
Ketua Pelaksana AK-PWI Yusuf Susilo Hartono menyampaikan, tema besar yang diajukan kepada para bupati/wali kota tersebut menjadi kebaruan pada AK-PWI Pusat pada perayaan Hari Pers Nasional (HPN) di Medan, Februari 2023 nanti.
“Bupati/Wali kota cukup memilih salah satu saja (sub tema) yang menonjol di daerahnya,” kata Yusuf pada zoominar sosialisasi Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2023, yang digelar Jumat (19/8).
Sementara tema inovasi tersebut diurai dalam sub tema inovasi, yakni “Inovasi Pangan Berbasis Kearifan Lokal dan Informasi Global Menuju Swasembada”, “Inovasi Sandang yang Berkepribadian Berbasis KearifanLokal dan Informasi Global”, dan “Inovasi Papan Berbasis Kearifan Lokal, Keselarasan dengan Alam dan Informasi Global”.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Yusuf yang membidani dan melaksanakan acara ini sejak pertama era Ketua Umum PWI H. Margiono (alm) pada HPN 2016 di Lombok, berlanjut era Ketua Umum Atal S.Depari, pada HPN 2020 di Banjarmasin, HPN 2021 di Ancol, Jakarta, HPN 2022 di Kendari, dan HPN 2023 mendatang di Medan, Sumatera Utara.
Hadir dalam kesempatan tersebut, antara lain Wali Kota Medan Bobby Nasution, Bupati Serdang Bedagai H. Darma Wijaya, Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, puluhan Kepala Dinas Kominfo, Kebudayaan, dan Pawisata dari berbagai daerah, serta Pengurus PWI dari berbagai provinsi, kabupaten dan kota di wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur.
Yusuf menekankan makna “inovasi”, yang dimaksud dengan inovasi adalah reka baru, yang dapat diartikan sebagai proses dan/atau hasil pengembangan, pemanfaatan/ mobilisasi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk, proses, dan/atau sistem yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan.
Ia mengingatkan, produk pangan lokal Indonesia sangat melimpah. Sayangnya kita terfokus pada beras sehingga bergantung pada impor.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
“Padahal kalau kita mau menyadari, setiap daerah memiliki kearifan lokal dalam keragaman pangan, dan mau melakukan inovasi dengan teknologi dan informasi, maka beragam produk pangan lokal tersebut, sangat potensial mewujudkan kemandirian pangan suatu daerah, yang pada gilirannya kemandirian negara. Dengan sendirinya akan mempercepat tercapainya ketahanan dan swasembada pangan nasional,” pungkasnya.
Berkaitan dengan subtema sandang, ia menjelaskan, bukan sekadar pakaian sebagai penutup tubuh, akan tetapi lebih jauh daripada pakaian sebagai identitas diri, kedaerahan dan kebangsaan.
“Kita tahu, pemerintah terus berkomitmen mewujudkan kedaulatan sandang melalui Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (GBBI),” tambah Yusuf.
Dalam mewujudkan sandang sebagai ekspresi nilai, identitas, dan gaya hidup, banyak daerah mengembangkan desain motif, juga menanam (kembali) berbagai pohon untuk pewarnaan alami.
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Hal ini sekaligus menghijaukan lingkungan, juga melakukan berbagai inovasi terkait industri sandang: mulai dari produksi, marketing, pemasaran, hingga penjualan, secara luring maupun daring.
Sedangkan subtema papan, menekankan pada basis kearifan lokal, keselarasan dengan alam dan informasi global. Hal ini agar, pada zaman yang terus berubah, per(rumah)an, per(kantor)an, per(hotel)an, per(sekolah)an, tempat ibadah, pasar dan lain-lain, tidak semata fungsional dan ‘ngetren’, melainkan tetap menjadi jiwa (ruh) bagi penghuni, daerah, hingga bangsa.
“Inovasi arsitektur modern yang ‘menusantara’ dan kebijakan yang mengutamakan identitas dan keselarasan dengan lingkungan alam, merupakan sebuah jalan keluarnya,” tambah Yusuf lagi.
Pendaftaran hingga November
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Menjawab pertanyaan peserta sosialisasi, Yusuf menjelaskan syarat pendaftaran. Pertama, bupati dan/atau walikota yang masih aktif, tidak sedang berurusan dengan KPK, dan masa kerjanya belum habis pada saat AKP-PWI 2023 berlangsung hingga 9 Februari 2023.
Kedua, mendaftarkan diri dengan terlebih dahulu mengisi formulir pendaftaran yang ada pada scan barcode atau https://s.id/AnugerahKebudyaanPWI2023.
Ketiga, mengirim proposal sesuai subtema pilihan, sepanjang 25 halaman, diperkuat secara visual dengan video berdurasi 7-10 menit. Via email: [email protected].
Keempat, proposal dan video, dibuat atas nama bupati/wali kota yang diperkuat dengan pernyataan tertulis, bertandatangan, dan cap basah. Kelima, pendaftaran dibuka tanggal 1 Agustus hingga 1 November 2022.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Tim Juri yang terdiri dari akademisi, wartawan senior, budayawan, hingga praktisi seni budaya akan memilih 10 terbaik proposal dan video.
Lalu ke-10 bupati/wali kota terkait akan diundang ke Jakarta (PWI Pusat) untuk presentasi dan tanya jawab dengan Tim Juri , pada 7 – 8 Desember 2022. Para bupati/wali kota itu wajib berpakaian adat, dan diiringi pengurus PWI setempat.(R/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka