Apa Pentingnya Dataran Tinggi Golan?

, perbatasan yang paling tenang telah menyaksikan serangkaian gejolak yang meningkat selama beberapa bulan terakhir. Yang terbaru, rentetan roket memicu respon besar Israel terhadap posisi militer Iran di Suriah.

Eskalasi itu menyebabkan sebagian orang takut akan terjadinya perang habis-habisan antara Israel dengan sekutu Presiden Suriah Bashar Al-Assad yang ditempatkan di negara yang dilanda perang itu.

Meskipun mencakup area hanya seluas 1.800 km², Golan mewakili area tidak hanya manfaat strategis, tetapi nilai simbolis dan pengaruh kuat, serta dengan cepat bisa menjadi titik pusat dari

Latar belakang sejarah

Dataran Tinggi Golan yang merupakan ujung barat daya Suriah, diserbu dan diduduki oleh Israel pada tahap akhir perang 1967. Kala itu, Israel juga mencaplok Tepi Barat, Gaza dan Sinai.

Tak lama setelah Dataran Tinggi Golan jatuh di bawah kendali Israel, para pemukim mulai pindah, karena mayoritas dari 130.000 penduduk, termasuk 17.000 pengungsi Palestina, dipaksa pergi. Dataran Tinggi Golan kini menjadi rumah bagi lebih dari 30 permukiman Israel.

Suriah berusaha memulihkan Golan selama perang tahun 1973, tetapi serangan mendadak mereka terhadap pasukan Israel dapat digagalkan. Kedua negara menandatangani gencatan senjata pada tahun 1974. Sejak saat itu, pengamat PBB telah ditempatkan di sepanjang garis gencatan senjata.

Meskipun demikian, Israel mencaplok wilayah itu sepenuhnya pada tahun 1981, tetapi masyarakat internasional masih mengakui Golan sebagai tanah Suriah.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini menyatakan bahwa Israel tidak akan pernah mengembalikan Dataran Tinggi Golan.

Siapa yang tinggal di sana?

Peta Dataran Tinggi Golan. (Gambar: The New Arab)

Penghuni dataran tinggi berbatu yang indah itu saat ini jauh lebih sedikit, karena eksodus warga Suriah setelah invasi tahun 1967.

Sebelum perang, Golan adalah rumah bagi sekitar 130.000 orang Arab Suriah, yang pergi berbondong-bondong di tengah-tengah kekerasan perang 1967.

Israel menghancurkan sebagian besar rumah dan desa di Golan untuk membuka jalan bagi permukiman baru di daerah kantong.

Sekarang hanya ada 25.000 orang Arab yang tersisa, kebanyakan dari mereka adalah anggota komunitas Druze – sekte berbahasa Arab yang mempraktikkan Islam paham Ismaili dan sebagian besar membaiat ke Suriah, bukan ke penjajah Israel.

Populasi pemukim Israel di Golan yang diduduki ada sekitar 20.000 jiwa.

Kepentingan strategis

Dataran tinggi Golan, tempat yang bisa melihat ibu kota Suriah, Damaskus, selalu menjadi titik pengamatan militer yang penting dan memungkinkan Israel untuk terus mengawasi tetangganya.

Kekuatannya sebagai daerah penyangga dari tetangga yang bermusuhan adalah fungsi utamanya. Tetapi Israel bukan satu-satunya bangsa yang memahami arti strategis wilayah perbatasan.

“Israel menganggap Dataran Tinggi Golan yang diduduki dari Suriah pada 1967 sebagai zona penyangga utara, memisahkan Israel dari Suriah,” jelas Ahron Bregman, spesialis Arab-Israel di King’s College London (KCL).

“Apa yang Israel coba lakukan adalah menjaga elemen-elemen yang bermusuhan dari sana, tidak membiarkan mereka mengambil keuntungan dari kekacauan di Suriah dan mengubah Golan menjadi sebuah front baru dengan Israel,” tambah Bregman.

Menurutnya, mengambil keuntungan dari Suriah yang dilanda perang dan keretakan adalah apa yang Iran coba lakukan, persis seperti yang terjadi dengan Lebanon selama perang saudara.

Bahkan, kedekatan Golan dengan Lebanon selatan, jantung kelompok paramiliter Hizbullah yang didukung Iran, telah meningkatkan ketakutan Israel bahwa kelompok militan juga mungkin akan terlibat dalam pertempuran.

Ketika perang Suriah semakin sulit dan intensif, Israel telah merasakan kebutuhan untuk memperluas zona penyangga Golan, khususnya dalam menanggapi Hizbullah di Suriah yang mendapatt keuntungan kecil mendekati wilayah itu.

Untuk melakukan ini, Israel juga telah membentuk pasukan proxy. Selama bertahun-tahun hingga sekarang, Tel Aviv telah mendanai, mempersenjatai dan memberikan bantuan medis kepada setidaknya tujuh kelompok bersenjata di Suriah selatan untuk menciptakan apa yang disebutnya sebagai “pasukan perbatasan” perlindungan.

Reinoud Leenders dari KCL, Hizbullah dan Pengawal Revolusi Iran “begitu tidak nyaman dekat dengan Israel.” Israel tidak mungkin menerima kehadiran mereka yang berkelanjutan di dekat Golan.

Leenders menambahkan, ancaman ganda yang relatif baru ini, mengancam untuk mengacaukan dominasi Israel selama puluhan tahun atas Suriah di perbatasan. Ketidakpastian yang berbahaya “dapat mendorong salah satu protagonis untuk mengambil tindakan pendahuluan.”

Eskalasi terbaru

Serangan tit-for-tat di Golan yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir, seolah kembali ke tanggal jauh sebelum pendudukan Israel.

Pola provokasi dan main balas menjadi pola kewaspadaan bagi Israel dan Iran yang merayap saat keduanya bersaing untuk menyebarkan pengaruh di medan perang Suriah yang kacau.

Eskalasi terakhir ini tidak menjadi kejutan besar bagi banyak orang.

“Pengeboman Israel baru-baru ini di Suriah adalah modus operandi standar dari badan keamanan Israel,” kata Laleh Khalili, Profesor Politik Timur Tengah di SOAS.

“Ini menciptakan keadaan kewaspadaan militer yang konstan. Keadaan kewaspadaan militer konstan ini diperlukan untuk menjaga negara terus menerus militer, populasi Israel yang selalu jinak, dan badan keamanan Israel secara konstan diberi makan dan minum dengan persenjataan dari setiap negara yang memilih untuk menjualnya ke mereka,” tambahnya. (AT/RI-1/P1)

Sumber: tulisan Florence Dixon di The New Arab

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0