Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apakah Hati Anda Sehat?

Bahron Ansori - Jumat, 28 Mei 2021 - 19:04 WIB

Jumat, 28 Mei 2021 - 19:04 WIB

18 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Hati, kadang kurang diperhatikan oleh sebaguan kita. Mengapa? Karena hati tidak terlihat, maka kita kadang lebih banyak memperhatikan tampilan fisik. Padahal, menurut Al Ghazali, hati ibarat raja, dan anggota tubuh lainnya adalah bala tentaranya. Jika hati itu rusak, maka rusak semua yang mengikutinya.

Apakah hati kita sehat? Ternyata Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “Ighatsatul Lahfan min Mashayidisy Syaithan” memberikan paparan lengkap, termasuk ciri-ciri, apakah hati kita sehat, sakit atau bahkan telah mati.

Sayangnya terhadap perkara hati, banyak manusia kurang perhatian. Sangat berbeda dengan perkara fisik. Setitik jerawat di wajah saja, langkah untuk mengobatinya sedemikian luar biasa. Namun, sekali lisan kita merendahkan sesama, menjatuhkan kehormatannya, sama sekali diri tak merasa hati sedang dalam masalah.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Padahal, noda yang dibiarkan terus menutupi kejernihan hati akan berdampak pada buruknya pemikiran dan perbuatan. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap Muslim mengenali ciri-ciri hati yang sehat. Menurut Ibn Qayyim Al-Jauziyah, ciri-cirinya ada 10 macam.

Pertama, hati yang sehat lebih menyukai hal yang bisa memberi manfaat dan kesembuhan daripada terhadap hal yang membahayakan dan menyakitkan, sedangkan hati yang sakit sebaliknya. Untuk itu, mesti dipahami bahwa makanan yang baik bagi hati adalah iman, sedangkan obat terbaik baginya adalah Al-Qur’an. Dan, keduanya (iman dan Al-Qur’an) sama-sama mengandung gizi dan obat sekaligus.

Kedua, menjauhi dunia dan menempatkan diri di akhirat, sehingga seakan-akan merupakan salah satu putra dan penghuni akhirat yang datang ke dunia sebagai perantau yang mengambil sekedar kebutuhannya saja, kemudian kembali ke negeri asalnya.

Hal ini didasarkan pada hadits Nabi, “Jadilah di dunia ini seakan-akan dirimu adalah orang asing atau orang yang singgah dalam perjalanan. Dan anggaplah dirimu sebagai seorang ahli kubur.” (HR. Bukhari).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Kemudian, Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah berkata, “Dunia telah beranjak pergi, sedangkan akhirat telah beranjak datang dan masing-masing memiliki anak-anak. Maka, jadilah anak-anak akhirat, jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah masa beramal, bukan masa berhitung, sedangkan esok adalah masa berhitung, bukan masa beramal.”

Ketiga, senantiasa memacu pemiliknya ber-inabah dan tunduk kepada Allah Ta’ala. Hatinya senantiasa diajak untuk nikmat dalam mengingat Allah, sebab hanya dengan mengingat Allah semata, hati akan tenteram. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d  28).

Imam Abu Husain Waraq berkata, “Kehidupan hati terletak pada mengingat Yang Mahahidup dan Yang tidak akan mati, kehidupan yang bahagia adalah kehidupan bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.”

Keempat, tidak berhenti mengingat Allah, tidak bosan berbakti kepada-Nya serta tidak merasakan kebahagiaan dengan selain-Nya, kecuali dengan orang yang membimbing dan mengingatkan kepada-Nya, serta mengajari hal ini.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Kelima, apabila terlewatkan dari wiridnya, ia merasakan kepedihan yang melebihi kepedihan orang rakus yang kehilangan hartanya. Keenam, merindukan kebakitan sebagaimana orang lapar yang merindukan makanan dan minuman.

Ketujuh, apabila memasuki waktu sholat, kecemasan dan kesedihannya terhadap dunia menjadi lenyap, ia betul-betul keluar dari dunia dan menemukan ketenangan dan kebahagiaan dalam sholat tersebut.

Kedelapan, hanya Allah satu-satunya perhatian dalam hidupnya.

Kesembilan, pelit terhadap waktu agar tidak berlaku sia-sia, melebihi kepelitan orang yang paling pelit terhadap hartanya.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Kesepuluh, senantiasa memperhatikan perbaikan amal, melebihi perhatiannya terhadap amal itu sendiri. Ia berkeinginan kuat untk merealisasikan keikhlasan dan mutaba’ah (mengikuti sunnah Rasul). Selain itu, ia tetap menyadari karunia Allah di dalamnya dan kekurangannya dalam memenuhi hak Allah.

Demikian itulah ciri-ciri hati yang sehat, yang tidak bisa disaksikan kecuali oleh hati yang sehat pula. Hati yang kelak akan dipanggil dengan ridha dari Allah Ta’ala.

يَـٰٓأَيَّتُہَاٱلنَّفۡسُٱلۡمُطۡمَٮِٕنَّة ٱرۡجِعِىٓإِلَىٰرَبِّكِرَاضِيَةً۬مَّرۡضِيَّةً۬

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr [89]: 27-28).

Ayat di atas sangat baik jika diulang-ulang dalam keseharian kita, agar tumbuh kesadaran dan motivasi untuk mengamalkan apa yang menjadikan hati sehat, sehingga Allah kelak memanggil kita dengan ridha-Nya yang sangat luar biasa. Semoga Allah menolong kita semua, sehingga sepanjang hayat hati kita senantiasa dalam kondisi terbaiknya (sehat).(A/RS3/P1)

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah
Tausiyah