Oleh: Bahron Ansori, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Jika teroris selama ini selalu diidentikkan dengan orang yang berjenggot, maka hari ini definisi itu mulai bergeser mengarah kepada biksu botak dengan wajahnya yang tampak polos dari Myanmar. Dialah Ashin Wirathu yang menjadi gembong utama dibalik pembantaian Muslim Rohingya selama ini.
Kekejaman pria berusia 45 tahun itu sudah melampaui batas. Ia tak pernah henti untuk menyebar fitnah penuh kebencian kepada umat Muslim Rohingya melalui DVD dan media sosial. Ia pula yang menyerukan untuk melakukan pembantaian terhadap Muslim minoritas di negeri itu.
Menurutnya, Muslim Rohingya halal dibantai karena mereka (Muslim, red.) dianggap sebagai orang gila yang eksistensinya mengusik keberadaan kaum Budha. Dia pula yang mencetuskan gerakan ‘969’; sebuah gerakan anti-Islam yang kemudian membantai Muslim Rohingya dan mengusir mereka dari tanah kelahirannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Catatan brutal Ashin menyeruak sejak tahun 2001, saat ia menghasut kaum Budha untuk membenci Muslim Rohingya. Hasilnya, kerusuhan anti-Muslim pecah pada tahun 2003. Tak lama setelah itu, ia mendekam di penjara akibat perbuatannya. Namun, tujuh tahun berlalu ia dibebaskan tepat pada tahun 2010. Ia mendapat amnesti yang diberikan untuk ratusan tahanan politik, usai reformasi pascamiliter berkuasa kala itu.
Biksu itu kini menjabat sebagai kepala di Biara Masoeyein Mandalay. Di kompleks luas itu, Wirathu memimpin puluhan biksu dan memiliki pengaruh atas lebih dari 2.500 umat Budha di daerah tersebut. Dari basis kekuatannya itulah Wirathu memimpin gerakan anti-Islam “969”. 969 adalah kampanye provokatif yang menyerukan kaum Budha untuk memboikot bisnis dan masyarakat Muslim.
Media barat tak mau ketinggalan mengangkat biksu sadis itu, dari Majalah Time, New York Times, sampai Washington Post melabelinya sebagai pembenci Muslim. Wajah Ashin menghias sampul Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’ demikian judul besarnya. Time juga di dalam berita menyebut sosok Ashin Wirathu sebagai Bin Laden Bangsa Burma.
“Kamu bisa saja penuh cinta dan kebaikan, tapi kamu tidak akan bisa tidur tenang di sebelah anjing gila,” tutur Ashin seperti ditulis Washington Post. Anjing gila yang dimaksud Ashin tak lain merujuk pada Muslim Rohingya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Ashin pun dengan terang-terangan di depan ‘jamaah’-nya dalam ceramah di sebuah kuil menyebut Muslim Rohingya sebagai musuh. New York Times menulis jelas bagaimana kebencian Ashin pada kaum Rohingya. “Saya bangga disebut sebagai umat Budha garis keras,” tutur Ashin seperti dikutip dari New York Times.
Stiker “969”, Simbol Anti-Muslim di Myanmar
Kekuasaan junta militer Myanmar sudah berakhir dan digantikan oleh pemerintahan reformis yang dipimpin oleh Presiden Thein Sein. Tetapi saat ini Myanmar justru dipenuhi konflik komunal yang diduga didorong oleh kelompok penghasut.
Contoh paling jelas terjadi di Kota Meikhtila pada 20 Maret 2013 ketika terjadi kerusuhan yang menewaskan 43 jiwa. Muncul pula stiker “969” yang menjadi simbol kelompok biksu ekstrimis yang memisahkan kepemilikan bangunan warga Muslim dan Budha di Myanmar.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Jelas ada beberapa penghasut yang memiliki agenda anti-Muslim di Myanmar, termasuk pula biksu Budha yang menyebarkan intoleransi dan kebencian terhadap Muslim,” kata pengamat ahli Myanmar dari International Crisis Group Jim Della-Giacoma, seperti dikutip AFP, Senin (1/4/2013).
“Ada cara sistematis serangan dan pembakaran terhadap pemukiman warga Muslim di Myanmar. Cara-cara itu merupakan buah dari perencanaan yang dilakukan oleh kalangan radikal,” lanjutnya.
Diyakini, otak dibalik semua pembantaian Muslim Rohingya adalah Ashin Wirathu. Biksu yang selama ini dianggap sebagai pendukung dari pergerakan pro-demokrasi di Myanmar itu justru dianggap sebagai sosok yang berperan penting dalam serangan yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Beberapa orang biksu dianggap terlibat dengan aksi kekerasan tersebut, sementara beberapa dari mereka juga dicurigai melakukan pemisahan kepemilikan bangunan antara warga Muslim dan Budha. Mereka hanya mengunjungi toko atau bangunan milik warga Budha dan menempelkan stiker “969”, yang menjadi simbol kampanyenya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
“Mereka merebut perempuan kami dan uang yang mereka miliki. Mereka akan memaksa warga untuk pindah agama. Setiap anak-anak yang lahir dari kalangan mereka, hanya akan menimbulkan bahaya bagi negara ini. Mereka akan menghancurkan bahasa dan agama kami,” ujar biksu esktremis Myanmar Wirathu.
Tetapi Wirathu menolak dirinya membenci seluruh umat Muslim. Menurutnya pergerakan “969” tidak terkait dengan insiden yang terjadi baru-baru ini. “Kami hanya menargetkan kepada kelompok Bengali yang meneror etnis Rakhine,” tuturnya.
“Kami hanya ingin warga Bengali dicegah masuk ke dalam negara kami dan menghentikan mereka menghina bangsa, bahasa dan agama di Myanmar,” tuturnya.
Kerusuhan yang terjadi di Meikhtila pada 20 Maret lalu, dipicu akibat perdebatan yang terjadi antara penjual emas dan pembelinya. Entah bagaimana, perdebatan itu kemudian merebak hingga menjadi kerusuhan yang menewaskan 43 jiwa dan menghancurkan 15 rumah ibadah. Pemerintah Myanmar langsung menerapkan status darurat setelah kerusuhan berlangsung selama tiga hari.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Angka 9-6-9 mengacu pada atribut Budha, ajaran serta kerahibannya. Sehingga ketika disebut 969 maksudnya adalah konsolidasi Budha. Dalam perkembangannya, 969 berarti gerakan kaum Budha yang anti-Islam.
“Kita memiliki semboyan perjuangan: Jika Anda makan, makan di 969. Jika Anda pergi, pergi ke 969. Jika Anda membeli, belilah ke 969,” tegas Wirathu dalam sebuah wawancara di Biara Mosoeyein.
Entah mulai kapan kampanye 969 didengungkan Wirathu. Namun menurut catatan media, kampanye provokatif Wirathu mulai meluas pada awal 2013. Ia menyampaikan serangkaian pidato di berbagai tempat, menyalakan kebencian kaum Budha atas umat Islam.
Selain melalui pidato, gerakan 969 juga menyebar dengan cepat melalui stiker, brosur dan sebagainya. Stiker 969 bisa dengan mudah ditemui di sepeda motor milik orang Budha, mobil, warung pinggir jalan hingga pusat kota. Kebencian dan anti-Islam meluas dengan cepat, berbuah pembantian dan pengusiran umat Islam, khususnya Rohingya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Ribuan muslim Rohingya dilaporkan terbunuh dalam pembantaian selama beberapa tahun terakhir. Sisanya bertahan hidup dengan keterbatasan dan ketertindasan. Ratusan orang mencoba pergi menyelamatkan diri, hingga pekan lalu sampai di Aceh setelah mengarungi laut lepas dengan kapal sederhana.
Bodu Bala Sena (BBS)
Seolah mendapat angin segar, Ashin Wirathu mendapat restu dari Bodu Bala Sena (BBS) untuk menyudutkan kaum Muslim Rohingya. Bodu Bala Sena adalah sebuah organisasi Buddhis non-politik yang berbasis di Colombo belum lama ini mendesak umat Islam menghapus label halal dari produk-produk di Sri Lanka. Organisasi itu mengatakan, Sri Lanka bukan negara multi-agama tetapi negara Buddhis Sinhala.
Medagoda Abayathissa Thero mendesak warga etnis Sinhala saat konvensi BBS di Panadura pada Ahad (24/3/2013) lalu untuk melindungi bangsa mereka dan tidak membiarkan ras lainnya atau pemeluk agama lainnya mengambil alih, demikian Colombo Gazette melaporkan.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Bhiksu itu juga mendesak para keluarga Sinhala untuk memiliki sedikitnya 5-6 anak sehingga populasi Sinhala terus meningkat dengan tujuan untuk melindungi eksistensi ras Sinhala dan Buddhisme di Sri Lanka. Sementara itu Sekretaris BBS Galaboda Aththe Gnasara Thera mengatakan bahwa negara harus siap untuk bersatu melawan kelompok-kelompok “ekstrim” Muslim dan Kristen di negara tersebut.
Dia mengklaim bahwa BBS tidak memiliki masalah dengan warga Muslim dan Tamil secara keseluruhan, namun dia mengatakan para Muslimah tidak seharusnya diizinkan memakai niqab di Sri Lanka. Dia juga mengatakan bahwa seluruh toko harus ditutup pada saat hari raya Poya, termasuk toko-toko milik umat Islam, sehingga seluruh pegawai Buddhis yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut bisa pergi ke Kuil.
Profil Biksu Penebar Kebencian
1968 : Wirathu lahir di Kyaukse, dekat Mandalay
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
1984 : Bergabung dengan kebiksuan
2001 : Mulai mempromosikan Kampanye Nasionalis 969, di antaranya ajakan memboikot bisnis Muslim
2003 : Dipenjara selama 25 tahun karena menghasut kebencian agama setelah membagikan selebaran anti-Muslim, yang menyebabkan 10 orang Muslim dibunuh di Kyaukse.
2010 : Dibebaskan dari penjara di bawah amnesti umum
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Juni 2012 : Kekerasan pecah antara Muslim Rohingya etnis Rakhine dan umat Budha di negara bagian Rakhine, Wirathu disinyalir sebagai penghasutnya.
September 2012 : Wirathu memimpin rapat umum para biksu untuk mendukung usulan Presiden Thein Sein untuk mengirim Rohingya ke negara ketiga.
Oktober 2012 : Kekerasan lebih besar pecah di negara bagian Rakhine.
Maret 2013 : Pertempuran antar agama di Meiktila mengakibatkan 40 tewas dan hampir 13 ribu mengungsi. (R02/R05)
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
(Dari berbagai sumber)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)