British Columbia, Canada, 11 Rabi’ul Akhir 1436/1 Februari 2015 (MINA) – Asosiasi Kebebasan Sipil dan Muslim di Canada, mengkritik Rancangan Undang Undang Anti Teror yang diajukankan Perdana Menteri, Stephen Harper, yang menimbulkan kekhawatiran pada warga beragama Islam.
“Dengan RUU itu, hanya karena Anda memiliki nama belakang tertentu atau nama awal tertentu saja, Anda sudah diawasi dengan cara tertentu oleh sistem keamanan yang berlaku. Itu mengkhawatiran,” katanya, sebagaimana On Islam melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Ahad.
Kekhawatiran Rashid itu dipaparkannya setelah PM Harper mengusulkan undang-undang baru yang akan menghukum berat aksi terorisme terhadap negara itu, termasuk ancaman di media online.
Baca Juga: Mayoritas Warga AS Tolak Keterlibatan Militer Negaranya dalam Konflik Israel-Iran
Di bawah undang-undang yang baru, kekuasaan Canadian Security Intelligence Service (CSIS) akan diperluas untuk menahan terduga teror sampai tujuh hari dan memblokir transaksi mereka dengan bank.
CSIS juga akan memiliki kekuatan untuk membatalkan penerbangan seseorang dan menghukum terduga teroris dengan hukuman penjara hingga lima tahun.
“Kami tidak bisa mentolerir hal ini, kami mentolerir orang-orang yang membuat lelucon tentang ancaman bom di bandara,” kata Harper, BBC melaporkan.
Sementara itu, meskipun mengungkapkan kekhawatiran atas RUU baru, para pemimpin BC Muslim menyambut untuk menghukum para ekstremis yang melakukan kejahatan atas nama agama.
Baca Juga: Israel Masuk “Daftar Hitam” PBB atas Pelanggaran Berat terhadap Anak-anak di Gaza
Warganegara bergama Islam di Canada berjumlah sekitar 2,8 persen dari jumlah penduduk negara di Amerika Utara itu total sebanyak 32.800.000 orang. Islam adalah agama dengan jumlah pemeluk nomor satu terbanyak di antara agama-agama non-Kristen di negara ini.
Sebuah survei terbaru menunjukkan, mayoritas Muslim bangga menjadi warga Canada, dan mereka lebih berpendidikan dari warga Canada umumnya. (T/P011/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: G7 Memihak Agresor, Katakan Israel Punya Hak Membela Diri