Jakarta, 18 Ramadhan 1437/23 Juni 2016 (MINA) – Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra mengatakan dari sekian ribu Peraturan Daerah (Perda) yang dicabut lebih banyak tentang ekonomi dan retribusi.
Jadi, apa yang dsebut Perda syariah tidak ditemukan, para aktivis organisasi masyarakat (Ormas) Islam telah melakukan generalisasi tentang apa yang disebut Perda syariah.
“Ada sebetulnya Perda-Perda yang cuma melarang orang untuk berbuat maksyiat, misalkan perda yang di Tanggerang itu tidak ada hubungannya dengan Perda Syariah,” kata Azyumardi kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (22/6).
Dia juga menambahkan, hal Itu hanya melarang diskriminatif perempuan pulang ralut malam itu bukan perda syariah, namun perda moralitas atau perda yang mengatur Miras sebetulnya dari sudut agama Minum Keras (Miras) yang memabokan hingga sampai membunuh itu sebenarnya dilarang.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
“Hal Itu tidak bisa disebut Perda Syariah, kalau perda syariah itu misalnya setiap PNS muslim harus bisa membaca Al-Quran, dan memakai jilbab, dan baju muslim pada jam kerja hari senin.
Kemudian dikatakannya, “Kalau itu diberlakukan hanya untuk orang muslim mungkin boleh-boleh saja, tapikan dalam kenyataannya sering terjadi kesenjangan sosial non muslim diharuskan memakai jilbab atau kalau baju muslim sih boleh-boleh saja ya”.
“Yang seharusnya itu diwajibkan bagi orang Islam diberlakukan untuk semua orang, itukan bisa menimbulkan masalah”. (L/P002/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah