Kairo, 22 Rajab 1435/21 Mei 2014 (MINA) – Pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin Mesir, Muhamad Badie, menyatakan dalam pembelaannya di pengadilan di Kairo, bahwa teroris yang sebenarnya adalah mereka yang membunuh jamaah dan membakar (demonstran) sampai mati.
Serangan balik pimpinan Ikhawanul Muslimin ini pada Pemerintah Mesir dinyatakannya dengan merujuk pada pembantaian sadis yang dikenal dengan tragedi Rab’ah, di mana polisi dan tentara Mesir melakukan pembubaran paksa demonstrasi pada 14 Agustus 2013 dengan menyerbu dan menembaki para demonstran, hingga ribuan nyawa melayang. Demikian Middle East Monitor (MEMO), yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Rabu.
Bersamaan dengan peristiwa itu, itu aparat keamanan juga menyerbu masjid, membunuh dan membakar tenda-tenda pos kesehatan yang digunakan ratusan pengunjuk rasa yang sedang menunggu perawatan darurat akibat luka disebabkan serangan aparat keamanan. Malahan Sebagian besar para demonstran dibakar sampai mati, sebagaimana isi laporan yang telah diverifikasi.
Ini adalah untuk pertama kali Pengadilan Mesir dalam sidang hari Ahad yang lalu, mengijinkan Badie menyampaikan pembelaan dirinya.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Ia lebih lanjut menegaskan, Ikhwanul Muslimin tidak akan melakukan kekerasan dan aksi terorisme, dan akan terus menuntut kebebasan rakyat Mesir.
Sidang hari itu membahas gugatan atas “pemblokiran jalan Qalyoub”, di mana Badie dan 47 orang anggota Ikhwan lainnya menghadapi tuduhan telah menutup jalan di Kairo utara itu.
Badie juga meminta aparat kehakiman Mesir untuk tidak terlibat dalam konflik politik yang sedang terjadi Mesir, sebagaimana juuga tuntutan internasional yang mengharapkan pengadilan Mesir bersifat independen.
Pimpinan Ikhwanul Muslimin lainnya yang diadili pada hari yang sama, Muhamad Al-Beltagy, dalam pembelaannya, menuduh rezim Mesir memiliki “motif pribadi” di balik tindakan kekerasan terhadap Ikhwanul Muslimin.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Beltagy yang putri remajanya meninggal ditembak penembak jitu dalam tragedi Rab’ah itu mengatakan, ia menjalani seluruh hidupnya sebagai seorang akademisi dan politikus, tapi tiba-tiba ia berubah menjadi “pemimpin mafia” di mata rezim militer.
“Sejarah akan segera mengungkapkan kebenaran, dan semua orang akan dimintai pertanggung jawaban,” kata al-Beltagy di pengadilan.
Sidang terakhir dijadwalkan 7 Juni mendatang. (T/Nidiya/P03/IR)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata