Oleh : Husen Kuromaa, Pengajar Tahfidz Al-Qur’an Masjid Al-Fatah Ciparay, Garut, Jabar
Tanpa disadari, lisan kita rawan sekali terjebak ke dalam dosa ghibah, yaitu dosa karena membicarakan atau menggunjing aib orang lain.
Mari kita merenung sejenak, sudah berapa ribu kalimat yang meluncur keluar dari lisan kita? Apakah semua itu terjamin akan selamat dari melakukan dosa ghibah kepada orang lain?
Kemudian, seberapa kuatkah kita melindungi dan menjauhi diri dari dosa tersebut, manakala terdeteksi akan menimpa diri kita?
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Memang benar, dosa ini sering diabaikan dan tak disadari oleh manusia. Saat itu terjadi, dilupakan begitu saja, seolah bukan termasuk ke dalam sebuah dosa yang berbahaya.
Bahkan pelaku dosa ini bukan hanya perorangan saja, tapi sampai ada acara-acara khusus seperti entertainment yang sengaja dibuat, di dalamnya mereka sibuk membicarakan aib seseorang demi meraih keuntungan duniawi. Mereka telah mengambil bagian yang bukan haknya, merusak kehormatan dan harga diri orang, mengambil dosa yang besar demi keuntungan yang sedikit. Begitulah sebenarnya yang terjadi.
Padahal akibat yang akan ditimbulkannya sangatlah fatal, jika dilihat dari apa yang disebabkannya.
Salah satu contoh misalnya, gara-gara budaya ghibah ini, membicarakan aib orang lain, yang sebenarnya bukan ranah kita, maka hal itu akan merusak kehormatan dan nama baik seseorang.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Betapa bahayanya lisan ini jika tak dikontrol dengan bijak. Bahasa lisan ini termasuk makna tulisan, seperti komen dalam dunia maya. Kita pun harus memasang alarm di dalam pikiran dan hati agar mampu mengontrol lisan dengan baik dan bijak.
Di samping itu juga, agar kita mampu membatasi dan menjauhi diri dari lingkungan dan keadaan yang kurang baik.
Makna Ghibah
Lisan kita sebenarnya punya banyak potensi untuk melakukan kesalahan dan dosa. Salah satunya yaitu dosa ghibah. Lalu apa sebenarnya makna ghibah itu?
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Secara umum, ghibah berarti membicarakan aib seseorang di belakangnya dengan tujuan dan niat yang tak baik. Jika orang yang dibicarakan itu tahu, maka dirinya akan sangat membenci berita itu.
Di dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebutkan:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَ ضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya: “Bagaimanakah pendapat baginda, jika itu memang benar ada padanya?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab : “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”. (HR Muslim no : 2589, Abu Dawud no : 4874, At-Tirmidzi no : 1999).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Melakukan ghibah itu sendiri tidaklah ada untung dan manfaatnya. Meskipun yang dibicarakannya itu benar sesuai fakta, maka itu sudah termasuk dosa ghibah.
Senada dengan itu, sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan :
عَنْ حَمَّاد عَنْ إبْرَاهِيْمَ قَالَ : كَانَ اِبْنُ مَسْعُوْدٍ رَ ضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُوْلُ : الْغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ مِنْ أَخِيْكَ مَا تَعْلَمُ فِيْهِ. وَإِذَا قُلْتَ مَا لَيْسَ فِيْهِ فَذَاكَ الْبُهْتَانُ
Artinya, “Dari Hammad dari Ibrahim, dia berkata : Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu berkata : ”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”. (Kitab As-Somt no : 211, berkata Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini : “Rijalnya/para perawinya itu tsiqoh/terpercaya)”.
Sedang menurut Para Ulama, ghibah ialah engkau menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu, yang seandainya dia tahu maka dia akan membencinya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Oleh karena itu, disarankan sekali agar tidak terjerumus pada dosa ghibah ini, berdiam diri dan tidak berkomentar apa-apa, lalu sembari meninggalkannya adalah lebih baik dan selamat bagi dirinya.
Hukum Ghibah
Hukum ghibah itu haram berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma’ kaum muslimin.
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai dosa ghibah, apakah termasuk dosa besar atau dosa kecil?
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Adapun mengenai dosa ghibah itu termasuk dosa besar adalah pendapat Imam Al-Qurthubi.
Az-Zarkasyi menambahkan, beliau berkata: “Dan sungguh aneh orang yang menganggap bahwasanya memakan bangkai daging (manusia) sebagai dosa besar, (tetapi) tidak menganggap bahwasanya ghibah juga sebagai dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yang memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yang menunjukan kerasnya pengharaman ghibah”. (Subulus Salam 4/299).
Juga Pendapat Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Dalam ayat ini (Al-Hujurat/49 : 12) ada peringatan keras terhadap ghibah dan bahwasanya ghibah termasuk dosa-dosa besar, karena diserupakan dengan memakan daging bangkai (manusia) dan hal itu (memakan daging bangkai) termasuk dosa besar”. (Dinukil oleh Al-Munawi dalam Faidhul Qodiir II/531).
Sedangkan dosa ghibah itu termasuk ke dalam dosa kecil, sebagaimana pendapat Al-Gozhali. Beliau penulis Kitab Al-‘Umdah dari madzhab Syafi’iyah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Dan merujuk kepada salah satu alasan kenapa mereka berpendapat demikian (ghibah termasuk dosa kecil), yaitu mereka berkata : ”Kalau seandainya ghibah itu bukan dosa kecil maka sebagian besar manusia tentu menjadi fasik, atau seluruh manusia menjadi fasik, kecuali hanya sedikit sekali yang bisa lolos dari penyakit ini. Dan hal ini adalah kesulitan yang sangat besar”.
Terlepas telah terjadi perbedaan pendapat di dalamnya, mengenai tempat penggolongannya, maka tetap saja dosa ini harus dijauhi oleh setiap muslim.
Ancaman Dosa Ghibah
Setiap dosa mengandung ancaman dan siksaan di akhirat, sebagai bentuk balasan setimpal dari Allah ‘Azza Wajalla.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Demikian juga mengenai akibat dari dosa ghibah. Maka dosa ini akan mengakibatkan para pelakunya mendapatkan siksaan yang khusus, disebabkan kesalahan dan dosanya selama di dunia.
Berikut adalah dua ancaman dari dosa ghibah :
- Pemakan Bangkai
Dosa ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai manusia.
Seperti apa yang disebutkan di dalam Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 12.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (Al Hujurat/49 : 12).
Menurut Tafsir Taisir Karimir Rahman dijelaskan, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyamakan mengghibahi saudaranya seperti dengan memakan dagingnya apabila dia sudah menjadi bangkai, karena perkara ini amatlah sangat dibenci oleh manusia. Begitu juga harusnya kebencian itu sama diberikan kepada perbuatan ghibah tersebut.
Maka sewajarnya bagi seorang muslim untuk menjadikan peringatan ini sebagai ibrah dan pengingat agar senantiasa menjaga lisannya dari dosa ghibah.
Disamping itu, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa seandainya memakan seekor bangkai hewan itu masih lebih baik dibanding dengan mengghibahi orang lain.
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Hal itu dijelaskan melalui perkataan seorang sahabat mulia, ‘Amru bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu.
عَنْ قَيْسٍ قَالَ : مَرَّ عَمْرُو بْنُ العَاصِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى ببَغْلٍ مَيِّتٍ, فَقَالَ : وَاللهِ لأََنْ يَأْكُلَ أَحَدُكُمْ مِنْ لَحْمِ هَذَا (حَتَّى يمْلأَ بَطْنَهُ) خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ
“Dari Qais, dia berkata : ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘Anhu melewati bangkai seekor bighol (hewan hasil persilangan kuda dengan keledai), lalu beliau berkata : “Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)”. (Riwayat Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no : 736).
- 2. Mencakar Dirinya sendiri
Ancaman berikutnya bagi pelaku ghibah saat di akhirat, mereka akan menyiksa dirinya sendiri dengan mencakar wajah dan tubuhnya sampai hancur.
Keterangan tersebut diceritakan dalam hadist dari Sahabat Anas bin Malik.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ عَلَى قَوْمٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ بِأَظَافِرِيْهِمْ, فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيْلُِ مَنْ هَؤُلآءِ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يَغْتَابُوْنَ النَّاسَ, وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Pada malam isra’ aku melewati sekelompok orang yang melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dengan kuku-kuku mereka”, lalu aku bertanya : ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang mengghibahi manusia, dan mencela kehormatan-kehormatan mereka”.
Dalam riwayat yang lain :
قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ : هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati sekelompok orang yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya : ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab : ”Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatan mereka”.
Dua keterangan di atas menyimpulkan tentang nasib para pelaku dosa ghibah. Mereka akan menyiksa dirinya sendiri sebagai balasan atas perbuatannya selama di dunia.
Oleh karena itu, penting sekali bagi seorang Muslim agar merenungi kondisi dari pelaku dosa ini, saat di akhirat kelak. Sehingga dari situ lahirlah kesadaran tentang pentingnya menjaga lisannya agar tak melakukan dosa tersebut.
Demikianlah gambaran ancaman dari dosa ghibah. Semoga dari dua keterangan diatas mendorong diri kita agar senantiasa menjauhi dosa ini. (A/RS2/)
Mi’raj News Agency (MINA)