Oleh: Bahron Ansori*
Sejarah mencatat, kehidupan umat manusia sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamsangat jauh dari petunjuk Ilahi. Norma-norma kebenaran dan akhlak mulia nyaris terkikis oleh kerasnya kehidupan.Tidak heran bila masa itu dikenal dengan masa jahiliyyah.
Ketika kehidupan umat manusia telah mencapai puncak kebobrokannya, Allah mengutus Rasul pilihanNya Muhammad bin ‘Abdillah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam dengan membawa petunjuk Ilahi dan agama yang benar, untuk mengentaskan umat manusia dari jurang kejahiliyyahan yang gelap gulita menuju kehidupan Islami yang terang benderang akibat tasyabbuh yang dilakukannya.
Tasyabbuh secara etimologis adalah bentuk mashdar dari tasyabbaha, yatasyabbahu yang berarti menyerupai orang lain dalam suatu perkara. Sedangkan secara terminologis adalah menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamdalam hal aqidah, ibadah, perayaan/seremonial, hari-hari besar, kebiasaan, ciri-ciri dan akhlak yang merupakan ciri khas bagi mereka.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Telah kami sebutkan sekian dalil dari Al-Qur`an, As-Sunnah, Ijma’, atsar (amalan/perkataan shahabat dan tabi’in), dan pengalaman, yang semuanya menunjukkan bahwa menyerupai mereka dilarang secara global. Sedangkan menyelisihi tata cara mereka merupakan sesuatu yang disyari’atkan baik yang sifatnya wajib ataupun anjuran sesuai dengan tempatnya masing-masing.” (Iqtidhaa Ash-Shiraathil Mustaqiim 1/473).
Orang-orang kafir yang kita tidak boleh menyerupainya meliputi ahlul kitab (Yahudi dan Nashara) dan orang-orang kafir lainnya.
Saat ini Muslim tidak lagi punya jati diri. Yang ada dari gaya dan penampilan bahkan akhlak dan tingkah lakunya hanya ingin mengikuti gaya barat atau gaya orang kafir. Coba lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer dan sederet bintang barat lainnya. Begitu pula termasuk perayaan seperti ulang tahun dan New Year dimana para pemuda Muslim merayakan semua yang diimpor dari ajaran non-Muslim, sama sekali bukan ajaran Islam. Tepat seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non-Muslim.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.”Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?”Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari no. 7319).
Dalam hadis lain, dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, –red.), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Muslim no. 2669).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam kelak ada yang akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286. Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat ketika membaca Al Fatihah, kita selalu meminta pada Allah agar diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya Yahudi dan Nashrani. Sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.
Imam Nawawi –rahimahullah– ketika menjelaskan hadis di atas mengatakan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum Muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum Muslimin mengikuti mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadis tersebut adalah suatu mukjizat apa yang dikatakannya telah terjadi saat-saat ini.” (Syarh Muslim, 16: 219).
LARANGAN TASYABBUH
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Walau itu sudah jadi sunnatullah, namun bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir jadi boleh. Bahkan secara umum kaum Muslimin dilarang menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan inilah dikenal dengan istilah tasyabbuh. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan, sanad hadis ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan, hadis ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269).
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda,
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa umat Islam dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan.Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Di tempat lain dalam Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ فَكَيْفَ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
JENIS TASYABBUH
Tasyabbuh dengan orang kafir ada dua macam: (1) tasyabbuh yang diharamkan, (2) tasyabbuh yang mubah (boleh). Pertama, Tasyabbuh yang Haramadalah segala perbuatan yang menjadi kekhususan ajaran orang kafir dan diambil dari ajaran orang kafir, tidak diajarkan dalam ajaran Islam.
Terkadang tasyabbuh seperti ini dihukumi dosa besar, bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir tergantung dari dalil yang membicarakan hal ini. Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena memang ingin meniru ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut bisa mendatangkan manfaat di dunia atau di akhirat.
Bagaimana jika melakukannya atas dasar tidak tahu seperti ada yang merayakan ulang tahun (ultah) padahal ritual seperti ini tidak pernah diajarkan dalam Islam? Jawabnya, kalau dasar tidak tahu, maka ia tidak terkena dosa. Namun, seperti ini harus diberi penjelesana. Jika tidak mau bertaubat, maka ia akan mendapatkan dosa.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Kedua, tasyabbuh yang Dibolehkan, adalah segala perbuatan yang asalnya sebenarnya bukan dari orang kafir. Akan tetapi orang kafir melakukan seperti ini dan itu lebih dulu. Maka tidak mengapa menyerupai dalam hal ini, namun bisa jadi luput karena tidak menyelisihi mereka. Contohnya adalah seperti membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal disunnahkan warnanya bisa diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun tidak terlarang keras.
Ada tasyabbuh yang dibolehkan dengan orang kafir antara lain; pertama, yang ditiru bukan syi’ar agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka. Kedua, yang diserupai bukanlah perkara yang menjadi syari’at mereka. Seperti dalam syari’at dahulu dalam rangka penghormatan, maka disyari’atkan sujud. Namun dalam Islam telah dilarang.
Ketiga, syari’at menjelaskan bolehnya bersesuaian dalam perbuatan tersebut, namun khusus untuk amalan tersebut saja. Seperti misalnya dahulu Yahudi melaksanakan puasa Asyura, umat Islam pun melaksanakan puasa yang sama. Namun juga diselisihi dengan menambahkan puasa pada hari kesembilan dari bulan Muharram.
Keempat, menyerupai orang kafir di sini tidak sampai membuat kita menyelisihi ajaran Islam. Misalnya, orang kafir sekarang berjenggot. Itu bukan berarti umat Islam harus mencukur jenggot supaya berbeda dengan orang kafir karena memelihara jenggot sudah menjadi perintah bagi pria Muslim.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Kelima, menyerupai orang kafir di sini bukan dalam perayaan mereka. Misalnya, orang kafir merayakan kelahiran Isa (dalam natal), maka bukan berarti kita pun harus merayakan kelahiran Nabi Muhammad (dalam Maulid Nabi). Jadi tidak boleh tasyabbuh dalam hal perayaan orang kafir.
Keenam, tasyabbuh hanya boleh dalam keadaan hajat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu. (Lihat bahasan dalam Kitab Sunan wal Atsar fin Nahyi ‘an At Tasyabbuh bil Kuffar, oleh Suhail Hasan, hal. 58-59. Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 2025).
Atas dasar itulah, maka segala ajaran yang menyelisihi ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallamadalah bathil dan tidak boleh diikuti, terlebih lagi bila bersumber dari orang-orang kafir. Oleh karena itu, di antara prinsip Islam yang kokoh adalah kewajiban mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan dilarang untuk mengikuti atau bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
DAMPAK NEGATIF TASYABBUH
Baca Juga: Malu Kepada Allah
Pertama, partisipasi dalam penampilan dan akhlak akan mewarisi kesesuaian dan kecenderungan kepada mereka, yang kemudian mendorong untuk saling menyerupai dalam hal akhlak dan perbuatan. Bahwa menyerupai dalam penampilan dan akhlak, menjadikan kesamaan penampilan dengan mereka, sehingga tidak tampak lagi perbedaan secara zhahir antara ummat Islam dengan Yahudi dan Nashara (orang-orang kafir).
Kedua, itu terjadi pada hal-hal yang asalnya mubah. Dan bila terjadi pada hal-hal yang menyebabkan kekafiran, maka sungguh telah jatuh ke dalam cabang kekafiran.
Ketiga, tasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara dunia akan mewariskan kecintaan dan kedekatan terhadap mereka. Lalu bagaimana dalam perkara-perkara agama? Sungguh kecintaan dan kedekatan itu akan semakin besar dan kuat, padahal kecintaan dan kedekatan terhadap mereka dapat meniadakan keimanan seseorang.
Keempat, lebih dari itu Rasulullah telah menyatakan, “Siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahiihul Jaami’ no.6025). Wallahua’lam. (R2/EO2)
(Dari berbagai sumber)
*Redaktur MINA
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)