Bakri Syahid, Ulama Tafsir Nusantara Berlatar Belakang Militer

Oleh: Tesandra Dwi Puspasari, Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Shuffah Al-Qur’an Abdullah Bin Mas’ud (STISQABM) Online

Ada banyak ulama tafsir Al-Qur’an di Indonesia dengan berbagai latar belakang. Kita ketahui Buya Hamka dengan tafsir Al-Azharnya, Quraisy Syihab dengan tafsir Al-Misbahnya, dan masih banyak lagi.

Syeikh Manna Al-Qaththan dalam kitab Mabahits Fii U’lumil Qur’an memaparkan paling tidak ada sembilan syarat yang harus dimiliki mufassir, diantaranya: sehat aqidah, terbebas dari hawa nafsu, menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah, merujuk kepada perkataan sahabat, merujuk kepada perkataan tabi’in, menguasai ilmu bahasa Arab, menguasai ilmu yang terkait dengan ilmu tafsir, dan mempunyai pemahaman yang mendalam.

Dari kesembilan syarat di atas, tidak disebutkan syarat latar belakang pekerjaan seorang mufassir. Dan ternyata, dari sekian banyak ulama tafsir, adalah , satu-satunya mufassir Indonesia dengan latar belakang militer. Bakri menulis kitab tafsir dengan nama Tafsir Al-Huda menggunakan bahasa jawa (kromo).

Bakri Syahid mempunyai nama asli Bakri. Kata Syahid adalah tambahan dari nama ayahnya yaitu Muhammad Syahid. Bakri Syahid merupakan sosok tokoh di masyarakat utamanya masyarakat Muhammadiyah Kotagede, Yogyakarta. ia juga seorang yang handal dalam berbagai bidang, baik dalam militer, akademik, dakwah, maupun wirausaha.

Dalam bidang militer misalnya, ia pernah menjadi anggota pejuang gerilya, dan tercatat sebagai purnawirawan militer. Beliau juga dikenang sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.

Bakri Syahid dilahirkan di kampung Suronatan, kecamatan Ngampilan, kotamadya Yogyakarta, pada Senin Wage, 16 Desember 1918 M. Pendidikan  agamanya  diperoleh di sekolah Kweekschool Islam Muhamadiyyah dan  tamat  pada  tahun 1935 M. Pernah menjadi pengajar H.I.S Muhammadiyah Sepanjang, Surabaya dan  Sekayu Palembang sampai tahun 1942 M. Tahun 1963 M menyelesaikan pendidikan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tahun 1964 M mendapat tugas pendidikan militer di   Amerika Serikat,  tepatnya  di  Fort  Hamilton,  New  York,  USA,  oleh  Jenderal Ahmad Yani. Bakri   seringkali   melanglang   buana   ke   seluruh   nusantara, berkarya  dalam  berbagai bidang,  seperti:  pertanian,  perdagangan, kesenian, kependidikan, kepesantrenan, kepemimpinan.  Dia  adalah pegawai ABRI yang sekaligus juga transmigran.

Darma  bakti  yang  pernah  diembannya  sebagai  komandan kompi, wartawan   perang   no.  6-MBT,  ketua  staf   batalyon   STM Yogyakarta, kepala pendidikan Pusat Rawatan Rohani Islam Angkatan Darat,   wakil   kepala   Pusroh   Islam   Angkatan   Darat,   dan   asisten

Sekretaris Negara, serta rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dari tahun 1972 M sampai 1976 M, dan rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kiprahnya dalam dunia kemiliteran membuatnya tidak pantang menyerah dalam menyebarkan dakwah kebaikan kepada sesama sejawat militer. Tidak hanya itu, di dalam masyarakat ia juga aktif berdakwah dan mengajarkan agama. Pada dirinya terhimpun sikap santun, arif, dan paling utama adalah sikap unggah-ungguh kepada semua orang sehingga menjadikan Bakri Syahid dikenal sebagai seorang Muslim Jawa yang sejati.

Secara historis, penulisan kitab Tafsir Al-Huda dimulai sejak Bakri Syahid menjadi Asisten Sekretaris Presiden Republik Indonesia. Ia menulis kitab tersebut secara diam-diam tanpa diketahui oleh sahabat maupun saudaranya sendiri.

Namun , keterangan kenapa ia menulis secara diam-diam tidak begitu pasti alasannya karena istri pertamanya sudah berusia lanjut dan tidak mungkin dapat bercerita dengan baik karena sudah pikun. Yang jelas, ia menulis kitab tafsir tersebut ketika ia sedang aktif menjadi anggota militer sampai menduduki jabatan Rektor IAIN Sunan Kalijaga pada 1972-1977.

Penulisan kitab Tafsir Al-Huda tersebut berawal dari kegelisahannya ketika sarasehan di kediaman Syekh Abdul Manan di kota Mekkah dan Madinah. Dalam sarasehan tersebut ia tidak sendiri, namun ada beberapa kolega yang berasal dari Suriname dan masyarakat Jawa yang bermukim di Singapura.

Dalam pertemuan tersebut terungkap beberapa keprihatinan terhadap karya kitab tafsir Jawa yang menggunakan bahasa Latin. Dalam pertemuan tersebut Bakri Syahid kemudian termotivasi untuk menulis sebuah kitab tafsir yang kemudian diberi nama Tafsir Al-Huda dan diterbitkan pada 1979 oleh Penerbit Bagus Arafah. dengan 1411 halaman, berbahasa jawa (kromo), tafsir ini menggunakan metode penulisan ijmali.

Metode ijmali adalah metode  yang  pertama  kali  lahir  dalam  sejarah  perkembangan metodologi tafsir. Hal ini didasarkan pada kenyataan  bahwa pada era Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, persoalan Bahasa, terutama  Bahasa  Arab  bukanlah  menjadi  penghambat  dalam memahami  Al-Qur`an.

Tidak saja   karena   mayoritas   sahabat adalah  orang  Arab  dan  ahli  Bahasa  Arab, tetapi  juga mereka mengetahui secara baik latar belakang turunnya (Asbab Al-Nuzul) ayat  dan  bahkan  menyaksikan  serta  terlibat  langsung  dalam situasi dan kondisi umat islam ketika ayat Al-Qur`an turun. Metode ini digunakan agar pesan yang tersirat dalam ayat-ayat  Al-Qur`an  dapat  dipahami  dengan  mudah  dan  gampang  oleh  umat.

Walaupun berlatar belakang militer, ide, moral dan semangatnya dalam menulis kitab tafsir perlu kita contoh. Karena mufassir bisa lahir dari mana saja tanpa memandang status sosial dan keluarga. Dengan belajar terus menerus, bekerja keras dan terus memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah lah siapapun mampu menjadi seorang mufassir. (A/tsa/B03/P1)

Mi’raj News Agency (MINA).

Wartawan: hadist

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.