Ban Ki-moon Memulai Tugasnya dengan Kejutan, Tolak Hukuman Mati

Oleh Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon – yang masa tugasnya berakhir 1 November 2016 – akan menyerahkan jabatan bergengsi di dunia itu kepada penggantinya – mantan Perdana Menteri Portugis, Antonio Guterres, mulai awal tahun depan.

Ban yang lahir di Eumsong, Chungcheong Utara, Korea 72 tahun silam (saat penjajahan Jepang) adalah seorang diplomat Korea Selatan yang memulai tugasnya setelah terpilih sebagai – menggantikan pendahulunya Kofi Annan yang telah menyelesaikan masa jabatannya pada 1 Januari 2007 – dengan sebuah kejutan, menolak hukuman mati.

Diplomat asal Korsel ini mulai bekerja sebagai Sekjen PBB pada 23 Januari 2007. Tetapi di awal pertemuannya dengan pers  tanggal 2 Januari 2007, dia dia menolak menjatuhkan hukuman mati kepada Saddam Hussein yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Irak.

Pernyataan Ban itu bertolak belakang dengan kesepakatan jangka panjang PBB mengenai penolakan penalti hukuman mati sebagai sebuah kepentingan hak asasi manusia. Ia segera mengklarifikasi pernyataannya dalam kasus Awad al-Bandar dan Barzan-Tikriti – dua petinggi utama yang dinyatakan bersalah atas meninggalnya 148 kaum Muslim Syiah di desa Dujail, Irak pada dekade 1980an.

Pada sebuah pernyataan lewat juru bicaranya tanggal 6 Januari, dia “dengan keras mendesak pemerintah Irak untuk menunda eksekusi terhadap mereka yang akan dihukum mati dalam waktu dekat.”

Dalam isu yang lebih luas, ia mengatakan di Washington, D.C. bahwa ia mendorong “tren global yang sedang berkembang dalam himpunan masyarakat internasional, hukum internasional dan kebijakan domestik serta kebiasaan untuk menarik secara bertahap kebijakan penalti hukuman mati” Luar Ne

Ban pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Korea pada periode Januari 2004 hingga 1 November 2006. Setelah terpilih ekjsebagai Sen PBB dan dilantik tanggal 14 Desember 2006, lima tahun kemudian (21 Juni 2011), dia terpilih kembali untuk menjalankan periode keduanya sebagai Sekjen PBB lewat hasil Sidang Umum untuk masa jabatan 2012 hingga 2016.

Di sekolah menengah atas (SMA Chungju), Ban menjadi bintang kelas, terutama dalam pelajaran Bahasa Inggreris. Tahun 1962, dia memenangkan sebuah lomba menulis esai yang disponsori oleh Palng Merah dengan hadiah perjalanan ke Amerika Serikat.  Sebagai bagian dari hadiah perjalanan tersebut, Ban bertemu dengan Presiden AS John F. Kennedy.

Ketika seorang jurnalis di AS mewawancarai Ban tentang apa yang ia ingin lakukan saat dewasa, ia menjawab: “Saya ingin menjadi seorang diplomat. “Ban meraih gelar sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Nasional Seoul tahun 1970 dan gelar Master  Administrasi Publik dari Sekolah Pemerintahan John F. Kennedy di Unversitas Harvard pada 1985.

Ban bertemu dengan Yoo Soon-taek tahun 1962 ketika mereka menjadi siswa SMA. Ban berumur 18 tahun, dan Yoo adalah wakil ketua organisasi kesiswaan sekolah menengah. Mereka  menikah tahun 1971 dan memiliki tiga anak: dua perempuan dan satu laki-laki. Anak perempuan tertuanya, Seon-yong (lahir 1972) bekerja untuk Yayasan Korea di Seoul.

Anak lelakinya Woo-hyun (lahir 1974) meraih gelar MBA dari Sekolah Manajemen Anderson d Universitas California, Los Angeles dan bekerja untuk sebuah firma investasi di New York. Anak perempuan paling kecil, Hyun-hee (lahir 1976), adalah pengawas lapangan untuk UNICEF di Nairobi, Kenya.

Di Kemenlu Korsel, Ban dijuluki Ban-jusa, yang artinya “Sang Birokrat” atau “pegawai administratif”. Nama itu digunakan untuk tujuan positif dan negatif: pujian atas perhatian Ban terhadap hal detail dan kemampuan administratif sementara ejekan untuk menunjukkan kurangnya karisma dan sikap patuh yang berlebihan kepada atasannya.

Karier Ban         

Setelah lulus dari universitas, Ban meraih angka tertinggi dalam tes pelayanan luar negeri Korea. Ia bergabung dengan Kemenlu dan Perdagangan Korsel pada Mei 1970 dan kariernya terus menanjak. Pempatan pertamanya di luar negeri adalah di New Delhi,  sebagai wakil konsul dan menarik perhatian banyak atasannya di kemenlu karena kompetensinya.

Ban dikabarkan lebih memilih penempatan di India dibandingkan dengan Amerika Serikat, karena di sana dia dapat berhemat dan mengirimkan lebih banyak uang untuk keluarganya. Kemudian menempati pos di Divisi PBB di markas besar Kemenlu. Tahun 1974, Ban menerima pengirimannya pertamanya ke PBB, sebagai Sekretaris Pertama pada Misi Pengamat Tetap Republik Korea.

Pada 1980, Ban menjadi direktur untuk Biro Traktat dan Organisasi Internasional PBB. Dia pernah ditempatkan dua kali di Kedubes Korea di Washington D.C. Di antara kedua penempatannya ini, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal untuk Urusan Amerika pada 1990-1992. Ia kemudian dipromosikan menjadi Wakil Menteri untuk Perencanaan Kebijakan dan Organisasi Internasional pada 1995.

Kemudian ia diangkat menjadi Penasihat Keamanan Nasional untuk Presiden pada  1996 dan menjabat sebagai Wakil Menteri pada 2000. Penempatan terakhirnya adalah sebagai Penasihat Kebijakan Luar Negeri untuk Presiden Roh Moo-hyun.

Ketika menjadi Dubes untuk Austria, Ban terpilih sebagai Ketua Komisi Persiapan bagi Organisasi Perjanjian Pelarangan Uji-coba Nuklir yang Menyeluruh (CTBTO PrepCom) pada 1999. Ketika tiba giliran Korea menjabat ketua Sesi ke-56 dari Sidang Umum PBB pada 2001, ia bertugas sebagai Chef de Cabinet dari Ketua Sidang Umum.

Akhir Februari 2006, Ban menyatakan pencalonannya untuk menggantikan Kofi Annan sebagai Sekjen PBB. Ini adalah kali pertama seorang Korea Selatan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan tersebut.

Dalam masa kampanye sebagai calon Sekjen, Ban melakukan sejumlah orasi di Asia Society dan Dewan Hubungan Internasional di New York. Selain harus mendapatkan dukungan dari komunitas diplomat, Ban juga harus melewati hak veto oleh 5 anggota tetap Dewan Keamanan: RRT, Perancis, Rusia, Inggeris dan Amerika Serikat.

Ban populer di Washington dengan kebijakan mengirimkan pasukan Korsel ke Irak. Tetapi Ban juga melawan beberapa kebijakan AS. Dia menduduki tempat teratas pada setiap kali pengumpulan pendapat oleh Dewan Keamanan PBB. Pada pemungutan suara final informal 2 Oktober 2006 di DK, Ban mendapat 14 suara setuju dan satu abstain.

Satu suara abstain berasal dari delegasi Jepang yang menentang ide seorang berkebangsaan Korea menduduki peran sebagai Sekjen PBB. Dukungan sangat besar kepada Ban dari seluruh anggota DK PBB, membuat Jepang akhirnya mendukung Ban untuk mengurangi kontroversi.

Pada 9 Oktober, DK mencalonkan Ban sebagai Sekjen PBB yang baru. Keputusan ini masih harus dikukuhkan oleh Sidang Umum PBB dan tanggal 13 Oktober, 192 anggota MU mengesahkan Ban sebagai Sekjen.

Saat Ban menjadi Sekjen PBB tahun 2007, The Economist membuat daftar tantangan yang harus ia hadapi: “meningkatnya ancaman nuklir di Iran dan Korea Utara, konflik di Darfur, kekerasan yang tidak pernah selesai di Timur Tengah, ancaman bencana alam, meningkatnya ancaman terorisme internasional, berkembangnya senjata pemusnah massal dan lainnya.

Dorong Upaya Damai

Khusus dalam konflik di Timur Tengah Ban menilai “Israel” banyak melanggar hukum internasional dan mengecam rencana rezim Zionis tersebut membangun distrik pemukiman dan zona industri di Tepi Barat Sungai Jordan. Dia khawatir pembangunan itu akan melemahkan prospek pembentukan negara independen Palestina.

Menurut Ban, kebijakan Israel yang akan kembali mencaplok tanah Palestina dan membangun pemukiman Yahudi adalah tindakan provokatif. Dia juga ragu mengenai niat Israel untuk berdamai dengan Palestina, karena pembangunan pemukiman illegal itu hanya akan memperburuk situasi dengan Palestina.

Ban Ki-moon dalam pernyataan juga mengatakan, banyaknya serangan yang dilakukan oleh Palestina merupakan efek domino dari apa yang sudah dilakukan Israel selama ini. Menurutnya, itu adalah bentuk dari rasa frustasi yang mendalam, yang dialami oleh rakyat Palestina.

Untuk kesekian kalinya Sekjen PBB itu menyeru para pemimpin Israel dan Palestina guna mengadakan pembicaraan tatap muka (berunding), sebagai upaya damai untuk mengakhiri gelombang kekerasan yang terus berlangsung di Palestina.

“Saya sangat menyarankan dan mendesak mereka untuk duduk bersama. Tidak ada pengganti untuk pembicaraan langsung tingkat tinggi,” kata Ban sambil menambahkan bahwa hanya dengan hati, dua mitra yang berseteru itu bersedia membuat kompromi untuk mencapai tujuan jangka panjang yang diinginkan dari solusi dua negara.

Dia juga mendukung Konferensi Paris yang ingin mengembalikan inisatif damai Arab Saudi 2002 ke meja perundingan. Insiatif tersebut mencakup kesediaan negara-negara Arab mengakui kedaulatan Israel. Sebagai gantinya Israel harus menarik pasukannya dari wilayah pendudukan 1967 dan membantu pembentukan negara Palestina.

Ban Ki-moon siap melepas tugasnya sebagai Sekjen PBB setelah melalui dua periode masa jabatannya. Pekerjaan ini akan dilanjutkan oleh penggantinya – diplomat asal Portugis, Antonio Guterres – yang tentunya diharapkan masyarakat dunia bisa berbuat lebih banyak dan lebih baik  untuk perdamaian dunia. (R01/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: illa

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.