Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BANGKITKAN EKONOMI NEGARA-NEGARA ISLAM DENGAN FARDHU KIFAYAH

Admin - Selasa, 10 November 2015 - 14:50 WIB

Selasa, 10 November 2015 - 14:50 WIB

729 Views ㅤ

Pakar keuangan dan perbankan syari'ah Indonesia.

Pakar keuangan dan perbankan syari’ah Indonesia.

Jakarta, 28 Muharram 1437/10 November 2015 – Syafi’i Antonio dalam Seminar Internasional “Potensi Ekonomi Negara-negara Islam”, di Universitas Indonesia beberapa waktu silam, menegaskan urgensi fardhu kifayah untuk membangkitkan sendi perekonomian negara-negara Islam.

Paradigma masyarakat mengenai fardhu kifayah masih terkurung dalam lingkup ibadah. Padahal, fardhu kifayah merupakan amalan yang dilakukan secara kolektif baik dilakukan pada bidang sosial, budaya, politik, dan ekonomi.

Ikon keuangan dan perbankan syari’ah, Syafi’i Antonio, mengatakan umat Islam harus bersatu, berkoordinasi, dan berinovasi untuk membangun investasi usaha dan menitipkan jerih payah bukan kepada uang.

Umat Islam harus produktif dan aktif membangun perekonomian melalui perdagangan, usaha mikro hingga menengah atas. Selain itu, ia merekomendasikan untuk tidak menitipkan hasil jerih payah kepada uang, tetapi kepada emas. Hal ini seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

Tugas umat saat ini adalah mengintegrasikan hukum dan nilai-nilai Islam untuk masuk ke segala aspek kehidupan terutama ekonomi. Ia mengatakan barang siapa menguasai ekonomi maka ia akan menguasai dunia.

Konsep ekonomi yang sesuai dengan syari’at belum maksimal diterapkan pada lembaga keuangan dan perbankan. “Sudah saatnya negara-negara Islam bergabung dalam satu obligasi yang berbasis syari’ah secara menyeluruh,” tutur Syafi’i Antonio.

Indonesia sebagai negarAll Postsa mayoritas Muslim harus memiliki semangat, baik individu, ulama, hingga akademika yang akan menjadi motor penggerak kebangkitan perekonomian Islam. Memasuki tahun Masyarakat Ekonomi Asean, Indonesia masih belum mampu membangun industri manufaktur.

Industri manufaktur merupakan produktivitas bahan mentah menjadi bahan jadi secara massal. “Sayangnya, keadaan manufaktur Indonesia masih minim lalu diperparah dengan kebiasaan dan budaya masyarakat kita yang konsumtif,” tutur ketua STEI Tazkia itu.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

“Indonesia belum menjadi negara maju dan produktif bukan karena tidak melaksanakan shalat dan sunnah, melainkan tidak menjalankan fardhu kifayah,” tambahnya. (L-M01/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Palestina
MINA Preneur
MINA Preneur
Ekonomi