Bekasi, 22 Rajab 1435/21 Mei 2014 (MINA) – Ketua Dewan pimpinan Pusat IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) Dr. Nurul Huda SE, MM, MSI mengatakan, Bank Syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya perlu lebih memperhatikan syariah compliance (persyaratan syariah) dalam aspek-aspek penerapan terhadap produk dan operasional lembaga keuangan syariah.
“Bank syariah dan lembaga-lembaga keuangan syariah lebih memperhatikan dengan meningkatkan pengetahuan syariah bagi para karyawannya sehingga peluang terjadinya pelanggaran syariah berkurang, menawarkan tawaran-tawaran produk dengan memperhatikan aspek syariah, dan memperhatikan kredibilitas bank syariah,” kata Nurul Huda kepda MINA (Mi’raj Islamic News Agency) pada acara seminar nasional ekonomi syariah IAEI IAEI dengan tema “ Optimalisasi Syariah Compliance Pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah” di Bekasi, Rabu (21/5).
Ia menilai terjadinya pelanggaran syariah compliance adalahakibat lemahnya pegawasan DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga memiliki dampak terhadap risiko manajemen.
Demikian juga berarti peran DPS belum optimal dalam mengawasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah dari A sampai Z.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
“DPS hendaknya lebih berperan mengawasi perbankan dan lembaga keuangan syariah dengan mempertegas kompetensi keilmuan DPS, mempertegas batasan maksimal jabatan DPS supaya lebih optimal memperhatikan industry syariah dan evaluasi peran DPS pada lembaga lembaga keuangan syariah” tambahnya.
Selanjutnya dalam hal yang sama, M. Cholil Nafis, Anggota Dewan Syariah Nasioanal menjelaskan bahwa standar syariah slam (fatwa) guna mengawal pelaku ekonomi agar sesuai tuntunan syariah islam” tambahnya.
Ia juga mengatakan lembaga keuangan syariah, baik berupa bank atau non bank harus mengikuti standar syariah yang tertuang dalam fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Nasional- MUI.
Ia menilai, untuk menjamin terlaksananya fatwa secara efektif dan mengikat maka semua peraturan perundang-undangan yang mengatur berkenaan dengan bisnis yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah harus mengangkat Dewan Pengawas Syariah sebagai kepanjangan tangan dari Dewan Syariah Nasional.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Dalam acara yang sama, Ahmad Erani Yustika, Anggota badan Supervisi Bank Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia punya potensi tapi keterlibatan masyarakat terhadap bank masih relative kecil.
Menurutnya Angka inklusi keuangan Indonesia terendah dibandingkan beberapa negara Asean, Indonesia (20 persen), Thailand (78 persen), Malaysia (67 persen ) Filipina (27 persen) dan Vietnam (21 persen).
Selanjtnya menurut, Ardiansyah Rakhmadi, Sharia Compliance Departemen Head Bak Muamalat Indoesia bahwa pada Bank Muamalat pihaknya dalam mengoptimalkan syariah compliance (persyaratan syariah) dengan memberikan peringatan jika karyawannya ada yang melanggar, kemudian diserahkan pada direktur bank atau jika ada yang melanggar maka akan ditembus ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau kepada MUI langsung agar ditangani.
“Pihak kami dari bank muamalat sendiri mempunyai peraturan hukum secara tegas kepada nasabah tidak akan membiayai kepada lembaga-lembaga usaha yang haram seperti perusahaan minuman keras, peternakan babi dan kami juga tidak akan membiayai jika lembaga itu tidak sesuai syariah seperti diskotik,kolam renang dengan pencampuran antara lawan jenis” tambahnya. (L/P010/EO2)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)