Oleh: Rana Setiawan Al-Mujahid; Wartawan Kantor Berita MINA
Pengadilan Otoritas Pendudukan Israel pada hari Senin (10/2) menjatuhkan hukuman kepada Kepala Gerakan Islam, Syaikh Raed Salah, berupa hukuman penjara selama 28 bulan. Ia dipersalahkan menurut entitas Zionis itu “menghasut teror” dalam serangkaian pidato atau khutbah yang disampaikannya.
Syaikh Salah telah mengutuk tuduhan terhadapnya sebagai kesalahan, bahwa semua proses dalam kasus ini “jauh dari kebenaran.”
Tim pembela Syaikh Salah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa “sejak 2017, pembatasan telah diberlakukan pada Syaikhul Aqsha itu dengan mencegahnya berkomunikasi dengan publik dan media karena otoritas pendudukan sepenuhnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar darinya memiliki implikasi dan dampak yang signifikan.”
Baca Juga: Sejumlah Jenazah di Makam Sementara Dekat RS Indonesia Hilang
Ini bukan kali pertama Shaikh Raed ditahan dan didakwa atas berbagai tuduhan palsu Israel.
Kasus terhadap Syaikh Shalah dimulai sejak ia menyampaikan khutbah di Al-Quds yang diduduki pada 2007. Ia mengecam “kebijakan rasis Israel di Al-Quds,” dan menuntut Israel agar warga Muslim dapat beribadah secara bebas di kompleks Masjid Al-Aqsha.
Syaikul Aqsha
Syaikh Salah adalah seorang ulama pejuang Palestina.
Baca Juga: Roket Hezbollah Hujani Tel Aviv, Warga Penjajah Panik Berlarian
Raed Salah yang dikenal dengan “Syaikhul Al-Aqsha” dilahirkan di desa Al-Lajun dekat kota Ummu Fahm, Palestina (yang kini dikuasai Israel) sebelah Utara pada 1958. Sebuah desa yang diwarisi dari generasi ke generasi namun mereka diusir Israel pada 1948 pasca perang berdarah dengan zionis Israel.
Zionis Israel membumihanguskan semua rumah di sana dan menguasai tanahnya sehingga warganya pergi meninggalkannya dan mengungsi ke Umm Al-Fahm dengan harapan akan dapat kembali ke desa mereka suatu hari.
Lama Syaikh Salah tinggal di kota Umm Al-Fahm. Ia berkepribadian tenang, dicintai teman-temannya karena santun dan berbudi luhur. Ia adalah ayah delapan anak.
Ia memiliki akar keluarga besar di Palestina yang dikenal dengan “Abu Syaqrah” salah satu keluarga yang bertahan di desanya dan mafia zionis Israel tidak berhasil mengusir mereka.
Baca Juga: Sebanyak 1.000 Dokter dan Perawat Gugur akibat Agresi Israel di Gaza
Syaikh Salah menempuh pendidikan di Umm Al-Fahm dan kuliah di Fakultas Syariah Islam Universitas Hebron, selatan Tepi Barat Palestina. Sejak awal aktifitasnya sudah diawali dengan aksi pembelaan terhadap hak-hak Palestina dan tempat suci di sana.
Setelah menjabat sebagai Walikota Umm Al-Fahm antara tahun 1989 dan 2001, dengan sukarela Syaikh Raed mengundurkan diri dan mengabdikan waktunya untuk membela Tempat Suci Al-Aqsha.
Ia aktif di medan dakwah di wilayah “zona hijau” sejak mengenyam pendidikan sekolah menengah. Ia termasuk pendiri gerakan Islam di wilayah pendudukan Israel di awal tahun 70-an dan menjadi salah satu tokoh besarnya.
Tekad perjuangan yang pernah keluar dari lisannya, “Aku berjanji setia dalam diriku setelah aku berjanji setia kepada Allah untuk menyedekahkan umurku, waktuku, dan semua yang saya miliki untuk Al-Quds Asy-Syarif dan Masjid Al-Aqsha.”
Baca Juga: Netanyahu Kembali Ajukan Penundaan Sidang Kasus Korupsinya
Freedom Flotilla
Syaikh Raed Salah ikut dalam armada bantuan Freedom Flotilla menembus blokade Gaza. Armada ini dibajak kapal perang Israel di perairan internasional.
Ucapan terkenalnya di Freedom Flotilla saat itu, “Majulah wahai warga kami dengan bergelombang dengan air mata kalian, berfikirlah kepada tempat suci Al-Quds kita, sejarah, hari-hari dan kejayaanya. Majulah dengan gelombang air mata kalian ke masjid Al-Aqsha yang kini sendirian. Ucapkan berkali-kali dengan keras tanpa rasa takut”.
“Selama Al-Quds dalam bahaya, kita tidak akan tidur, selama Al-Aqsha dalam bahaya kita tidak akan tidur. Bagaimana orang bisa tidur sementara dia memiliki waktu pasti untuk merayakan hari raya dengan Allah, janji yang pasti?”
Baca Juga: Hujan Deras Rusak Tenda-Tenda Pengungsi di Gaza
Sejak 2015, Israel telah melarang Salah untuk bepergian ke luar negeri dengan alasan yang seolah-olah terkait dengan “keamanan nasional”.
Pada musim panas 2017, Syaikh Salah juga menyerukan untuk membela Masjid Al-Aqsha dari otoritas Israel yang memasang kamera dan gerbang elektronik di depan masjid.
Dia ditangkap di rumahnya di Kota Umm al-Fahm di Israel pada Agustus 2017, sebelum dihukum dengan tuduhan menghasut kekerasan.
Pada Februari 2018, Pengadilan Pusat Israel menghukum tokoh perlawanan Palestina itu dengan kurungan isolasi selama enam bulan.
Baca Juga: Abu Obaida: Sandera Perempuan di Gaza Tewas oleh Serangan Israel
Tepat setahun setelahnya, Mahkamah Agung Israel memvonis Sheikh Salah dengan tambahan hukuman tiga bulan tahanan rumah.
Pendiri Gerakan Islam di Wilayah Jajahan Israel
Syaikh Salah mengubah Umm Al-Fahm dari sebuah kelompok besar komunis ke kubu Cabang Gerakan Islam Utara.
Gerakan Islam di wilayah pendudukan Israel, yang didirikan Syaikh Salah pada 1971, diperkirakan memiliki 20.000 anggota dan telah dilarang oleh otoritas Israel sejak 2015.
Baca Juga: [POPULER MINA] Perintah Penangkapan Netanyahu dan Layanan di Semua RS Gaza Berhenti
Gerakan ini memiliki dukungan luas di antara warga Palestina Israel dan juga mendapatkan popularitas dengan menjalankan jaringan amal, taman kanak-kanak, klinik kesehatan dan layanan sosial.
Anggota minoritas Palestina Israel, mewakili sekitar 20 persen dari populasi penduduk di Tel Aviv dan sekitarnya, memiliki kewarganegaraan tetapi menghadapi diskriminasi luas dalam hal perumahan, layanan sosial dan peluang kerja.
Kampanye “Masjid Al-Aqsha dalam Bahaya”
Pada 1996, dia mulai mengorganisir sebuah demonstrasi tahunan di bawah slogan “Masjid Al-Aqsha dalam Bahaya“, di mana dia menyoroti bahaya akibat Yahudisasi di Kota Tua Al-Quds. Ia juga mengungkapkan adanya akibat penggalian “arkeologi” yang dilakukan Israel di bawah Masjid Al-Aqsha. Demonstrasi tersebut terus diadakan setiap tahun hingga 2015, saat Gerakan Islam dilarang oleh otoritas Israel.
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Menurut Ketua Komite Al-Quds Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional, Syaikh Ahmed Al-Omari, otoritas pendudukan Israel menahan Syaikh Salah karena perannya dalam mengungkap terowongan Israel di bawah Masjid Al-Aqsha, yang telah merusak fondasi struktur.
“Dia adalah orang pertama yang mengangkat isu tersebut dan menyoroti fakta bahwa Al-Aqsha dalam bahaya,” jelas Al-Omari.
Memastikan bahwa Syaikh Salah terisolasi dari dunia luar akan membantu otoritas pendudukan Israel untuk melanjutkan proyek Yahudisasi ilegal mereka. Dengan demikian mereka akan bisa mempartisi Masjid Al-Aqsha seperti yang telah mereka lakukan dengan Masjid Ibrahimi di Hebron.
Kini, saatnya umat Muslim Indonesia dan dunia harus bersikap. Al-Aqsha adalah lambang kewibawaan Islam. Kita harus membela para ulama dan pejuang yang terus gigih mempertahankan Masjid Al-Aqsha. Bebaskan Syaikhul Aqsha Raed Salah!!!
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza
(T/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Gaza Terpaksa Hentikan Layanan dalam 48 Jam