Oleh RFA Uighur dan Roseanne Gerin untuk RFA
Para pendukung Uighur menyambut baik rencana undang-undang (RUU) yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat AS yang akan memperluas penggunaan sanksi. RUU akan menarget pejabat pemerintah Tiongkok yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur dan minoritas Turki lainnya di Xinjiang.
Undang-Undang Akuntabilitas dan Sanksi Genosida Uighur memperluas penerapan sanksi berdasarkan Undang-Undang Kebijakan Hak Asasi Manusia Uighur, atau UHRPA, tahun 2020 dengan memperkuat sanksi terhadap individu yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, yang dilaporkan oleh para penyintas kamp “pendidikan ulang” Uighur dan saksi di luar Tiongkok.
UHRPA mewajibkan badan-badan pemerintah federal AS untuk melaporkan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap warga Uighur di wilayah paling barat Xinjiang, termasuk penahanan di kamp-kamp.
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Perwakilan AS Chris Smith, seorang anggota Partai Republik dari New Jersey, dan Tom Suozzi, seorang anggota Partai Demokrat dari New York, yang merupakan salah satu Ketua Kongres Kaukus Uighur memperkenalkan Undang-Undang Akuntabilitas dan Sanksi Genosida Uighur, atau UGASA, pekan lalu di DPR.
Undang-Undang Akuntabilitas dan Sanksi Genosida Uighur versi Senat AS diperkenalkan oleh Senator Marco Rubio, seorang anggota Partai Republik dari Florida, dan Jeff Merkley, seorang anggota Partai Demokrat dari Oregon, pada tanggal 31 Mei 2023, untuk meminta pertanggungjawaban Partai Komunis Tiongkok atas kejahatan di Xinjiang.
Mengesahkan RUU hanyalah langkah pertama dalam proses legislasi yang panjang. Sebuah rancangan undang-undang harus disetujui oleh komite-komite di DPR dan Senat, dan kemudian disahkan oleh masing-masing majelis, lalu ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden.
Tindakan yang lebih spesifik
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
RUU versi DPR dan Senat ini muncul sebagai tanggapan atas seruan para aktivis Uighur agar mengambil langkah-langkah khusus untuk meminta pertanggungjawaban pejabat pemerintah Tiongkok, karena melakukan pelanggaran terhadap warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya di Xinjiang.
“RUU ini bertujuan menghukum pejabat Tiongkok yang terlibat dalam genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok di Turkistan Timur,” kata Rushan Abbas, Direktur Eksekutif Kampanye untuk Uighur, menggunakan nama yang disukai oleh etnis Uighur untuk menyebut Xinjiang.
“Ini memperluas cakupan hukuman, jadi RUU ini sangat penting,” katanya kepada RFA.
Abbas juga mengatakan RUU tersebut memberikan peringatan keras kepada perusahaan-perusahaan Barat yang melakukan bisnis dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang menggunakan kerja paksa Uighur.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
Elfidar Iltebir, Presiden Asosiasi Uighur Amerika, mengatakan, pemberlakuan RUU tersebut menegaskan kembali komitmen Kongres AS untuk memprioritaskan martabat manusia di atas keuntungan ekonomi dan politik.
“Hal ini mengirimkan pesan global yang kuat bahwa para pejabat yang terkait dengan genosida Uighur harus bertanggung jawab, dan kejahatan terhadap kemanusiaan ini harus diakhiri,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada tanggal 25 April 2024.
Omer Kanat, Direktur Eksekutif Proyek Hak Asasi Manusia Uighur, mengatakan, pemerintah Tiongkok belum menghadapi konsekuensi yang cukup atas genosida dan kerja paksa Uighur.
“Peningkatan sanksi dan strategi pencegahan yang lebih kuat, sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, merupakan bagian penting yang mendasari komitmen Amerika Serikat untuk meminta pertanggungjawaban aktor jahat atas kekejaman hak asasi manusia,” katanya dalam pernyataan yang sama.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Kaukus Uyghur didirikan kembali
RUU tersebut diumumkan hanya satu pekan setelah pembentukan kembali Kaukus Uighur untuk memimpin upaya Kongres AS menghentikan genosida pemerintah Tiongkok terhadap Uighur melalui tindakan nyata.
“Jika kita serius dengan seruan untuk ‘tidak pernah lagi’ mengizinkan genosida, kita perlu menyoroti genosida yang terjadi di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang,” kata Smith dalam sebuah pernyataan.
Smith mengatakan, dia akan terus memimpin koalisi bipartisan yang berupaya memastikan bahwa semua pejabat Partai Komunis Tiongkok, mulai dari polisi setempat hingga Politbiro, yang terlibat dalam genosida harus bertanggung jawab dan memberikan bantuan kepada mereka yang menjadi sasaran kekejaman untuk bertahan dari trauma genosida.
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
Daftar kegiatan yang dapat dikenakan sanksi yang diperluas dalam RUU baru ini mencakup pemerkosaan sistematis, aborsi paksa, sterilisasi paksa, kebijakan dan praktik implantasi kontrasepsi paksa, perdagangan manusia untuk pengambilan organ tubuh, dan deportasi paksa atau pemulangan paksa pengungsi atau pencari suaka ke Tiongkok, di mana mereka kemungkinan besar akan dianiaya.
RUU tersebut juga mencakup pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap individu yang mencari suaka di luar Tiongkok, dan menerapkan sanksi sekunder terhadap entitas asing yang memberikan dukungan kepada entitas yang terkena sanksi UHRPA.
Selain itu, mereka menyerukan pemberian perawatan medis dan psikologis kepada para penyintas kekejaman dan mengalokasikan dana untuk inisiatif pelestarian budaya Uighur.
RUU tersebut juga menyerukan strategi untuk melawan propaganda pemerintah Tiongkok yang menyangkal genosida terhadap Uighur, melarang lembaga federal melakukan bisnis dengan entitas yang terlibat dalam kerja paksa, dan mengamanatkan rencana untuk mencegah dan mengganggu pengambilan organ paksa di Tiongkok.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
“Penting juga untuk melawan propaganda Partai Komunis Tiongkok – yang mengatakan kepada dunia kebohongan besar bahwa genosida tidak pernah terjadi dan bahwa warga Uighur senang dengan kontrol Orwellian yang diterapkan di [Xinjiang],” kata Smith. []
Sumber: Radio Free Asia (RFA)
Mi’raj News Agency (MINA)