Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BENARKAH AWAL RAMADHAN 1436 JATUH PADA KAMIS 18 JUNI 2015?

Widi Kusnadi - Selasa, 16 Juni 2015 - 17:14 WIB

Selasa, 16 Juni 2015 - 17:14 WIB

2282 Views

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Sedangkan metode rukyat, adalah kegiatan pengamatan hilal secara langsung. Aktivitas ini mencakup pengamatan bulan sabit muda yang tampak pertama kalinya setelah konjungsi. Pengamatan tersebut dilakukan dengan berbagai cara, bisa dengan melihat langsung tanpa alat bantu atau bisa dengan bantuan alat optik seperti teleskop.
Samakan penetapan awal Ramadhan

Menang menyebutkan, saat ini Kementerian Agama terus berupaya menyamakan penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Dzulhijjah (Idul Adha) lewat cara pandang dalam memahami dan kriteria hilal, termasuk bagaimana hilal itu dapat disaksikan.

Menurut dia, selama ini yang membedakan penetapan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha adalah perbedaan pemahaman tentang hilal. Karena itu, dia mengaku telah mengunjungi PP Muhammadiyah di Yogjakarta guna bersilaturahim dan muzakarah dalam upaya menyatukan kalender hijriah antara PP Muhammadiyah dan pemerintah.

Dia juga mengungkapkan, telah melakukan kunjungan yang sama ke PB NU. Lukman optimis dengan dilakukannya muzakarah semacam ini maka masalah perbedaan pandangan penetapan Ramadhan, 1 Syawal dan Dzulhijjah dapat segera terselesaikan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Terkait dengan datangnya bulan Ramadhan, beberapa pihak berpandangan agar warung atau tempat makan ditutup saja selama umat Islam menjalani ibadah puasa. Akan hal ini, Lukman Hakim berpendapat bahwa warung atau tempat makan tidak perlu dipaksa ditutup.

“Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa,” kata Menteri Agama lewat serial twitnya. “Tapi kalau kalimat twit saya itu diubah jadi: ‘Kita harus hormati yang tak puasa’, tentu maknanya jadi berbeda sama sekali.”

Menurut Menag, ada dua hal yang ingin disampaikan melalui twit tersebut. Pertama, tidak perlu ada paksaan untuk menutup warung di bulan puasa. “Bila ada yang sukarela menutup warungnya, tentu kita hormati.”

Tetapi Muslim yang baik, tidak memaksa orang lain menutup sumber mata pencahariannya demi tuntutan menghormati yang sedang puasa. “Menghormati adalah ideal, tapi jangan paksakan satu kepada yang lain,” ujarnya.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Kedua,  kata ‘juga’ pada ‘kita harus hormati juga’ secara implisit mengandung makna: selain menghormati yang sedang berpuasa, “kita juga dituntut hormati hak mereka (dalam mendapatkan makanan/minuman) yang tak wajib berpuasa karena bukan Muslim,” tulisnya.

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
Kolom
Khadijah