- Jakarta, MINA – Polemik impor beras antara Menteri Perdagangan dan Dirut Perum Bulog jadi topik krusial, karena bersentuhan dengan keamanan nasional. Peran Dirut Bulog lebih strategis dalam melihat ketersediaan stok daripada Kementerian Perdagangan.
“Sejak era kerajaan hingga era republik, beras bukan sekadar produk pertanian, tapi ia juga stabilisator politik kekuasaan. Beras adalah soal politik, daya tahan, stamina rakyat, dan kekuasaan,” kata Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengomentari polemik impor beras, Jumat (21/9).
Dikutip dari rilis DPR, Dirut Bulog Budi Waseso menolak impor beras, lantaran gudang penyimpanan sudah penuh. Fahri justru mengapresiasi Kabulog yang berani menolak impor beras.
“Padahal, undang-undang mensyaratkan impor pangan diizinkan apabila produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang. Problemnya apakah produksi dan cadangan pangan pemerintah surplus atau minus? Pemerintah sendiri datanya tak pernah padu,” tuturnya.
Fahri menambahkan, ketidakpastian beras adalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional. Ini bisa jadi ancaman serius bagi bangsa.
Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online
Impor beras yang kini dilakukan pemerintah, berdampak pada kenaikan inflasi, keresahan petani, dan runtuhnya kedaulatan pangan.
“Ada apa di balik simpang siur data beras ini. Waspada, Pak Jokowi, ada tikus mati di lumbung padi,” serunya. (R/R05/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza