Oleh: Edy Kuscahyanto, Wakil Ketua Komisi Infokom MUI
Televisi Islam mulai marak bermunculan di lebih dari 22 saluran yang dipancarkan melalui satelit. Pertanyannya adalah, mampukah televisi Islam tersebut berkembang dan menjadi tontonan pilihan yang sehat?
Tidak dipungkiri media massa khususnya televisi saat ini, merupakan entitas yang sangat kuat, dalam mempengaruhi dan mengendalikan pikiran maupun perilaku masyarakat, melalui informasi yang disebarkannya.
Gagasan pandangan para tokoh ulama dapat tersampaikan melalui media televisi secara serempak dalam waktu singkat dan meluas. Televisi merupakan media yang bisa hadir setiap saat ke rumah-rumah, menembus ruang keluarga tanpa kita undang. Seberapa besar pengaruh televisi itu bisa dilihat dari kemampuannya menjangkau masyarakat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Menurut laporan media Scene, di Indonesia 78 persen dari penduduk yang berjumlah lebih 240.000.000, akses penduduk terhadap televisi mencapai 67 persen, yang berarti televisi mampu menjangkau pemirsa hingga sekitar 125 juta penduduk.
Penguasaan jumlah pemirsa khususnya televisi swasta nasional di Indonsia sangat besar, melampaui negara seperti Amerika Serikat yang membatasi tidak boleh lebih dari 39 persen untuk setiap stasiun televisi.
Begitu besar pengaruhnya stasiun televisi menjadi incaran para pebisnis bermodal besar. Mereka berlomba mengajukan ijin kepemilikan stasiun televisi swasta yang berjumalh sedikit kerena dibatasi ketersediaan spectrum frekuensi.
Frekuensi merupakan sumber daya yang berarti terbatas dan mempergunakan ranah publik karena itu kepemilikannya mesti diatur secara ketat. Kini frekuensi yang terbatas itu secara teknologi digital telah bisa dibagi lebih banyak sebagai contoh kanal frekuensi yang tadinya hanya digunakan oleh satu lembaga penyiaran dengan teknologi digitas memungkinkan dipecah menjadi 12 kanal program atau lembaga penyiaran.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Sistem digital menjadikan jumlah saluran program siaran televisi bertambah banyak, saat ini saja jumlah stasiun televisi di Indonesia jumlahnya sudah mencapai 300, di antaranya 218 stasiun televisi itu dikuasai pemain lama bermodal besar yang berpusat Jakarta.
Digitalisasi akan membagi Indonesia menjadi 15 zona wilayah penyiaran. Setiap zona nantinya dapat menyalurkan 72 program siaran yang berarti akan melahirkan lebih dari 1.000 stasiun televisi. Masyarkat Indonesia akan mendapatkan sajian siaran televisi yang sangat kaya dengan berbagai variasi konten.
Meskipun digitalisasi memberi kesempatan lebih luas kepada masyarakat untuk menyelenggarakan siaran televisi. Namun kenyataannya, biaya penyelenggaraan siaran yang mahal membuat hanya para pemodal besar saja yang mampu memanfaatkan kesempatan itu.
Akibatnya, kepemilikan televisi swasta nasional tetap saja didominasi pemain lama dan beberapa pendatang baru yang tentu pemodal kelas kakap.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Pemerintah melalui peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2011, membagi dua jenis lembaga penyiaran yang sebenarnya tidak ada ketentuannya dalam Undang-Undang Penyiaran, lembaga penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LPPPS) yaitu yang menyediakan program atau konten siaran. Satu lagi lembaga penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing (LPPPM).
LPPPS untuk bisa menyiarkan program-program yang harus menyewa multiplekser yang dikuasai oleh pemenang tender LPPPM. Biaya sewa tidaklah murah bisa mencapai ratusan juta per bulan untuk wilayah siaran zona TV yang mencakup Jakarta dan sekitarnya. Penguasaan multipekser oleh pemain lama menjadikan persaingan usaha di industri penyiaran ini tidak sehat.
Bisa jadi LPPPS penyewa senentiasa terancam tidak bisa bersiaran bisa konten siarannya dianggap sebagai ancaman atau menyaingi program-program siaran yang ditayangkan LPPPM.
Konsentrasi kepemilikan lembaga penyiaran swasta yang dikuasai segelintir kelompok usaha nasional tentu saja membuat iklim industri pertelevisian menjadi tidak sehat, bukan saja dari aspek persaingan usaha.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Tak kalah penting adalah menyangkut aspek program siaran. Masyarkat tidak mendapat pilihan untuk memperoleh siaran yang diinginkan. Program siaran televisi cenderung menduplikasi dari satu stasiun ke stasiun lain.
Bila satu stasiun secara komerial meraup untung dengan program joget-jogetan, segera akan diikut stasiun lain dengan sedikit modifikasi. Akhirnya pemirsa hanya dijejali dengan program-program siaran yang rendah dari segi kualitas, namun menguntungkan dari sisi komersial.
Apa pentingnya bagi masyarakat pemberitaan artis menikah atau melahirkan ditayangkan menghabiskan durasi berjam-jam. Belum lagi kini para pemilik stasiun televisi nasional mempunyai interes politik masing-masing. Frekuensi yang menjadi ranah publik disimpangkan untuk kepentingan propaganda politik pemiliknya.
Pemusatan kepemilikan stasiun televise di Indonesia saat ini ada beberapa kelompok, Grup MNC misalnya menguasai stasiun RCTI, Global TV, dan MNC TV (dahulu TPI), Grup Emtek memiliki SCTV, Indosiar, O-Channel. Trans Corp dengan Trans TV dan Trans-7, bahkan kini mengakuisis portal berita Detik.com dan mengembangkan CNN Indonesia. Visi Media Asia yang dikenal Viva grup mengendalikan ANTV dna TVOne. Metro TV Grup dan beberapa pendatang baru seperti Kompas TV, Rajawali TV, Lippo Grup dengan Berita Satu dan Banten TV. Juga stasiun baru NetTV. Sementara Jawa Pos grup dan BaliTV memiliki jaringan stasiun televisi lokal tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
TV Satelit Jadi Pilihan
Frekuensi yang terbatas cenderung didominasi kelompok usaha besar, membuat orang berpaling kepada sistem siaran televisi yang tidak terbasis frekuensi salah satu pilihan yaitu siaran televise melalui satelit.
Saat ini siaran televisi melalui satelit belum diatur dalam undang-undang karena itu tidak perlu perijian seperti siaran televisi berbasis frekuensi. Menurut beberapa kalangan televisi berbasis satelit sudah masuk dalam rencana Revisi Undang-Undang Penyiaran.
Untuk menyelenggara siaran televisi, penyelenggarakan cukup menyediakan peralatan uplink dan menyewa transponder pada penyedia jasa satelit yang memiliki cakupan wilayah Indonesia antara lain, satelit Telkom, Palapa, CSM dan PSN. Bisa juga menyewa transponder satelit asing, tentu saja yang sudah memiliki ijin labuh di Indonesia seperti AsiaSat, Thaicom, JCsat dan Measat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Siaran televisi melalui satelit memiliki kelebihan bisa menjangkau daerah terpencil di seluruh wilayah Indonesia, yang tidak bisa dijangkau oleh televisi berbasis frekuensi ataupun internet. Pemirsa dapat menerima puluhan bahkan ratusan program siaran televisi satelit dari dalam maupun manca negara karena itu kini televisi satelit menjadi pilihan banyak pilihan penyelanggara siaran.
Di antara ratusan saluran televisi satelit, terdapat puluhan lebih siaran Televisi Islam, yaitu televisi yang menyiarkan program keislaman sebagai menu utama. Televisi Islam disiarkan oleh berbagai organisasi. Muhammadiyah menyiarkan TVMu, NU dengan Aswaja dan TV-9 Nusantara, YM TV dan TahfidzTv (Yusuf Mansyur), Rodja TV (Salafi), Insan TV (Salafi), HadiTV (dipancarkan dar Qom, Iran dalam Bahasa Indonesia), dan Rasil TV (Farid Thalib). (P002/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?