Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya, “Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah [9] ayat 41)
Masa tua adalah masa-masa penghabisan bagi seorang manusia, masa yang seolah-olah tinggal menunggu panggilan dari Allah Yang Mahaperkasa.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Masa tua adalah masa yang paling cocok untuk menikmati masa tenang, tanpa ada lagi aktivitas kerja keras untuk mencari nafkah, cukup tinggal di rumah dan bergembira bersama keluarga besar, terutama bersama anak dan cucu yang masih mungil-mungil menyenangkan hati menyejukkan mata. Masa yang dipakai untuk menikmati harta yang masih tersisa buah dari kerja keras selama masa prima.
Namun, tidak demikian di dalam karakteristik masyarakan Muslim. Masa tua bukanlah alasan untuk berleha-leha, karena masa selagi hidup adalah masa untuk bekerja, tidak hanya mengumpulkan dunia, tapi juga mengumpulkan pahala amal kebajikan, hingga nafas terakhir.
Justru di masa tualah, seorang Muslim memiliki kesempatan yang lebih lapang untuk beramal sebanyak-banyaknya, dari beramal ringan secara personal atau yang lebih luas beramal sosial, hingga terjun ke medan jihad yang memerlukan pengorbanan.
Di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ada hari ketika Allah Ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk memobilisasi umat untuk ikut Perang Tabuk. Pasukan Muslimin akan memerangi musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang Romawi yang kafir dari Ahli Kitab. Allah Ta’ala mengharuskan kaum mukmin untuk berangkat berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam keadaan apa pun, baik dalam keadaan semangat maupun dalam keadaan malas, baik dalam keadaan sulit maupun dalam keadaan mudah. Maka Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا
Artinya, “Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah [9] ayat 41)
Ali ibnu Zaid telah meriwayatkan dari Anas, dari Abu Talhah bahwa baik telah berusia tua maupun masih berusia muda, semuanya harus berangkat. Allah tidak mau mendengar alasan dari seseorang pun.
Menurut riwayat lain, Abu Talhah radhiyallahu ‘anhu membaca surat Bara’ah (At-Taubah), lalu bacaannya itu sampai pada firman-Nya,
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Artinya, “Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah.” (QS. At-Taubah [9] ayat 41)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Abu Talhah lalu berkata kepada anak-anaknya, “Saya berpendapat bahwa Rabb kita telah memerintahkan kepada kita untuk berangkat berperang, baik yang telah berusia tua maupun yang masih muda. Hai anak-anakku persiapkanlah perbekalan untukku!”
Maka anak-anaknya berkata, “Semoga Allah merahmatimu. Sesungguhnya engkau telah ikut berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hingga beliau wafat, dan bersama Abu Bakar hingga ia wafat, juga bersama Umar hingga ia wafat. Maka biarkanlah kami yang berperang sebagai ganti darimu, wahai Ayah.”
Tetapi Abu Talhah menolak. Maka ia pergi berjihad dengan menaiki kapal laut, lalu ia gugur. Mereka yang bersamanya tidak menemukan satu pun pulau untuk mengebumikan jenazahnya, kecuali sesudah sembilan hari. Tetapi selama itu jenazahnya tidak membusuk. Lalu mereka mengebumikannya di pulau yang baru mereka jumpai.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ikrimah, Abu Saleh, Al-Hasan Al-Basri, Suhail ibnu Atiyyah, Muqatil ibnu Hayyan, Asy-Sya’bi, dan Zaid ibnu Aslam, mereka telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, “Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” ( At-Taubah: 41) Yakni baik telah berusia lanjut maupun berusia muda, semuanya harus berangkat.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Namun, Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka’b, Ata Al-Khurrasani, dan lain-lainnya mengatakan bahwa QS. At-Taubah [9] ayat 41 ini telah di-mansukh oleh firman Allah Ta’ala,
فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
Artinya, “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang.” (QS. At-Taubah [9] ayat 122)
Terkait QS. At-Taubah [9] ayat 41, As-Saddi mengisahkan, pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Para perawi menduga bahwa lelaki itu adalah Al-Miqdad (ibnul Aswad), seorang sahabat yang gemuk lagi besar. Lalu Al-Miqdad mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang kegemukannya itu dan meminta izin untuk tidak ikut berangkat berperang. Namun, Rasulullah menolak dan pada hari itu juga turunlah firman Allah At-Taubah [9] ayat 41.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Setelah ayat ini diturunkan, para sahabat merasa keberatan dengan perintah itu. Maka Allah me-mansukh-nya dengan firman-Nya,
لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلا عَلَى الْمَرْضَى وَلا عَلَى الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ مَا يُنْفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ
Artinya, “Tidak dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya.” (QS. At-Taubah [9] ayat 91)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sa’id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Maisarah, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid Al-Harrani yang mengatakan bahwa ia bersua dengan Miqdad ibnul Aswad — seorang pasukan berkuda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam — sedang duduk di atas sebuah peti uang di Himsa. Ia kelihatan jauh lebih besar daripada peti yang didudukinya itu, karena tubuhnya yang gemuk lagi besar, saat itu ia hendak pergi berperang. Lalu aku (perawi) bertanya, “Sesungguhnya Allah telah memberi maaf terhadap orang yang keadaannya seperti engkau ini.” Maka ia menjawab, “Telah diturunkan kepada kami surat Al-Bu’us (yakni ayat yang memerintahkan berangkat untuk berperang).” Yaitu firman-Nya yang berarti, “Berangkatlah kalian, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat.” (QS. At-Taubah [9] ayat 41)
Meski ada keringanan yang kemudian Allah Ta’ala berikan kepada orang sakit, orang tua yang lemah dan orang yang benar-benar tidak mampu, tetapi para sahabat tetap pergi berjihad meski usia senja telah merayapi raganya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata, “Istirahatnya kaum Muslimin adalah saat kaki kanannya menginjak surga.”
Jadi, selama kita masih hidup di dunia, tak ada kata untuk beristirahat dari beramal saleh. (A/RI-1/B05)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati