Era Medi Sosial telah membawa perubahan besar dalam banyak aspek kehidupan, termasuk dalam hal berpakaian bagi perempuan Muslimah. Berjilbab, yang dahulu lebih ditekankan sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah, kini juga dilihat sebagai bagian dari tren dan gaya berpakaian. Banyak Muslimah yang mengunggah penampilan berjilbab mereka di media sosial dengan berbagai gaya yang bervariasi. Dalam perspektif syari, jilbab adalah kewajiban bagi setiap Muslimah dewasa sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'” (Qs. Al-Ahzab: 59)
Penggunaan jilbab sebagai bagian dari gaya hidup modern sering kali memunculkan dilema antara mempertahankan syariat dan mengikuti tren. Seringkali, banyak Muslimah yang fokus pada aspek estetika jilbab sehingga esensi dan tujuan utamanya, yaitu menutup aurat dan menjaga kehormatan, terabaikan. Padahal, jilbab sejatinya bukan sekadar fashion item, melainkan perintah Allah yang bertujuan menjaga kesucian dan martabat perempuan Muslimah. Dalam Al-Qur’an disebutkan,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) terlihat darinya.” (Qs. An-Nur: 31)
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Meskipun demikian, tidak salah jika seorang Muslimah ingin tampil rapi dan menarik selama jilbab yang dikenakannya memenuhi standar syariat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan.” (HR. Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghargai keindahan, tetapi tetap dalam batasan yang diizinkan oleh syariat.
Tantangan terbesar dalam era digital ini adalah munculnya budaya “selfie” dan “influencer hijab” yang memperkenalkan berbagai gaya berjilbab yang terkadang melanggar aturan syariat. Beberapa dari mereka bahkan mempromosikan jilbab yang ketat, memperlihatkan lekuk tubuh, atau mengenakan pakaian yang tidak menutupi seluruh aurat. Fenomena ini bertentangan dengan esensi jilbab yang sejatinya bertujuan untuk menutupi, bukan memamerkan keindahan fisik.
Salah satu tujuan utama berjilbab adalah untuk menjaga pandangan dan melindungi diri dari fitnah. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.'” (Qs. An-Nur: 30). Ayat ini menekankan pentingnya menjaga pandangan, yang juga berlaku bagi perempuan untuk tidak berpenampilan yang mengundang perhatian yang tidak semestinya.
Media sosial telah menjadi wadah yang sangat kuat untuk menyebarkan tren berjilbab dengan berbagai variasi. Meskipun ada sisi positifnya, seperti semakin banyak perempuan yang terinspirasi untuk mengenakan jilbab, namun ada pula sisi negatifnya. Beberapa Muslimah justru terjebak dalam budaya konsumtif dan berusaha tampil sempurna di depan kamera, mengabaikan nilai-nilai spiritualitas dalam berjilbab. Padahal, hakikat berjilbab adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari pengakuan dari manusia.
Dalam hadis Nabi Muhammad Shallallahu ‘alalaihi wasallam, ada peringatan terkait fenomena ini,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا… نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
“Ada dua golongan dari penghuni neraka yang belum pernah aku lihat sebelumnya… wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang.” (HR. Muslim). Hadis ini merujuk pada wanita yang berpakaian namun tetap memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya yang seharusnya tertutup, atau mengenakan pakaian yang ketat dan transparan.
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini
Oleh karena itu, sangat penting bagi Muslimah di era digital ini untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariat dalam berjilbab, bukan sekadar mengikuti tren. Memahami bahwa berjilbab adalah bagian dari identitas seorang Muslimah dan bentuk ketaatan kepada Allah, dapat menghindarkan dari godaan dunia maya yang sering kali mengarah pada riya’ atau pamer.
Islam mengajarkan kesederhanaan dalam berpakaian. Dalam sebuah hadis disebutkan,
مَنْ تَرَكَ الزِّينَةَ تَوَاضُعًا لِلَّهِ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهَا دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنْ أَيِّ حُلَلِ الإِيمَانِ شَاءَ
“Siapa meninggalkan perhiasan (dunia) karena tawadhu’ kepada Allah padahal ia mampu untuk memakainya, Allah akan memanggilnya di hari kiamat di hadapan seluruh makhluk, hingga ia diberi pilihan untuk memakai pakaian keimanan mana pun yang ia kehendaki.” (HR. Tirmidzi)
Seorang Muslimah yang berjilbab hendaknya memahami bahwa jilbab adalah sarana untuk menjaga dirinya dari gangguan dan fitnah, serta sebagai bentuk perlindungan dari pandangan negatif. Dengan berjilbab sesuai syariat, Muslimah turut menjaga kehormatan dirinya dan sekaligus menjadi teladan bagi Muslimah lainnya.
Baca Juga: Tujuh Peran Muslimah dalam Membela Palestina
Berjilbab di era digital memerlukan kesadaran yang tinggi untuk tetap berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Muslimah harus bijak dalam memanfaatkan media sosial dan tidak terjebak dalam tren yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Semoga dengan berjilbab, setiap Muslimah dapat mencapai derajat ketaatan yang lebih tinggi dan mendapatkan ridha Allah SWT.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Muslimah dan Masjidil Aqsa, Sebuah Panggilan untuk Solidaritas