Oleh Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD | Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah
Kasus triliunan rupiah kerugian karena koperasi gagal bayar dan banyaknya koperasi keuangan yang colaps, mendorong pemerintah dan beberapa elemen gerakan koperasi untuk insyaf dan memperbaiki cara pandang dan langkahnya tentang perkoperasian. Salah satu bentuk insyaf pemerintah pusat adalah perubahan kebijkaan yang asalnya kuantitas (jumlah) menjadi kualitas.
Dulu, sering kita dengar, baik itu dari pemerintah pusat ataupun daerah tentang program koperasi keuangan yang berorientasi pada kuantitas, misalnya gerakan pendirian 1.000 koperasi keuangan, pendirian koperasi keuangan di setiap kelurahan dan sebagainya.
Hasil dari program-program tersebut memprihatinkan, yakni banyaknya koperasi keuangan yang hidup segan mati tidak mau dan banyak di antaranya bangkrut dengan menyisakan banyak masalah. Ini berbeda dengan koperasi keuangan di belahan dunia lain yang maju, bahkan bisa menjadi 5 besar di negaranya bersanding dengan perbankan besar lainnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Bila dulu arahnya memperbanyak jumlah koperasi keuangan, maka sekarang arahnya adalah koperasi keuangan yang berkualitas meskipun sedikit. Bahkan lebih jauh lagi, kebijakan pemerintah pusat adalah mempersedikit, dengan kata lain yang ada saat didorong agar jumlahnya berkurang. Hal tersebut di antaranya dengan mendorong bergabungnya beberapa koperasi keuangan kecil menjadi sebuah koperasi besar. Kebijakan ini bisa dilihat dalam peraturan Menteri Koperasi dan UKM nomor 8 Tahun 2023, Tentang Usaha Simpan Oleh Koperasi.
Persatuan dalam Perspektif Islam
Imbauan untuk bergabungnya beberapa badan hukum koperasi keuangan menjadi satu badan hukum koeprasi keuangan tidak mudah. Penolakan atas imbauan tersebut, justru banyak dari pelaku dan gerakan koperasi itu sendiri. Bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) atau penulis lebih menyukai sebutan Baitul Maal wat-Tamwiil (BMT), maka pembahasan ini perlu diawali dari perspektif Islam. Pembahasannya merujuk pada dasar yang sebenar-benarnya dasar, yakni Al-Quran dan As-Sunnah.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai”. (QS. Ali Imran: 103)
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
“Perumpamaan kaum Muslimin dalam saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menolong di antara mereka seperti perumpamaan satu tubuh. Tatkala salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka anggota tubuh yang lainnya akan merasakan pula dengan demam dan tidak bisa tidur” (HR. Imam Muslim)
“Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan yang lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menjadi bertambah urgen, karena kalangan nonmuslim, justru bersatu dan saling membantu dalam berbagai hal. “Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain.” (QS. Ar-Rum:30)
Dari dalil-dalil tersebut, kaum muslimin seharusnya tidak ada masalah ketika terjadi peleburan beberapa BMT menjadi satu BMT, karena bersatu merupakan pelaksanaan ajaran Islam. Ajaran Islam tentu untuk dilaksanakan, bukan sekadar diketahui.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Oleh karena itu, persatuan tersebut wajib diwujudkan, meskipun banyak kendala. Bahkan ketika ada beberapa koperasi tidak mau merger karena faktor egois, gengsi, keuntungan kelompok, atau hal-hal lain yang sifatnya duniawi, maka menurut penulis, masih belum sempurna pelaksanaan syariah Islamnya.
BMT yang Memberdayakan Harus Kecil?
Ada pemahaman di sebagian pegiat koperasi bahwa koperasi keuangan, karena memberdayakan pengusaha mikro, maka lembaganya harus kecil bahkan mikro. Ini adalah pemahaman yang sangat keliru. Koperasi keuangan yang melayani pengusaha mikro, dalam banyak training keuangan mikro, termasuk yang pernah penulis ikuti di Bangkok yang diselenggarakan oleh CGAP–UNCDF, serta banyak referensi, justru mendorong agar koperasi keuangan harus besar. Pemberdayaan pengusaha mikro akan sangat mungkin dengan baik dilakukan bila koperasi keuangannya besar.
Penjelasan atas pernyataan tersebut misalnya dengan ilustrasi Kereta Rel Listrik (KRL) dan ojek. Manakah yang lebih terjangkau ongkosnya, KRL atau ojek dengan jarak tempuh yang sama? Bagi yang tinggal di Jabodetabek tentu sudah paham betul bahwa ongkos KRL sangat murah dibandingkan dengan ojek untuk jarak yang sama, bahkan dengan ojek online yang sedang ada promo sekalipun.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
KRL bisa lebih murah karena berskala besar, sehingga bisa efisien. Karena efisien, maka beban yang harus ditanggung oleh konsumen menjadi jauh lebih kecil. Inilah yang harus terjadi dengan BMT. BMT harus besar agar efisien, sehingga beban yang ditanggung anggota atau nasabah menjadi murah.
Sebagai contoh yang lain, pelaksanaan replikasi model grameen Bank yang benar, harus bisa mewujudkan koperasi keuangan dalam skala besar. Inilah yang terjadi dengan Kopsyah Benteng Mikro Indonesia (BMI), Baytul Ikhtiar dan lain-lain. Jumlah anggotanya ratusan ribu, asetnya triliun rupiah. Dari referensi yang penulis terima, model Grameen Bank baru akan bisa mulai break event point (BEP) bila anggotanya 3.000, itupun baru satu kantor cabang. Idealnya minimal delapan kantor cabang, sehingga anggotanya sekitar 24 ribu.
Perwujudan ajaran Islam tentang persatuan yang diterapkan dalam koperasi tidak harus berwujud menjadi satu koperasi primer, namun bisa jadi dalam satu koperasi sekunder yang profesional dan memberdayakan anggotanya. Koperasi keuangan terbesar dunia telah mencontohkan hal tersebut. Tiga dari lima besar yang dirangking oleh International Co-operative Alliance (ICA) pada tahun 2020 merupakan koperasi keuangan. Ketiga koperasi keuangan tersebut adalah Groupe Credit Agricole Perancis (beromset Rp1,42 kuadriliun), Groupe BPCE Perancis (beromzet Rp872,3 triliun, dan BVR Jerman (beromset Rp817 triliun).
Ketiga koperasi keuangan tersebut, tidak hanya beroperasi di negara asalnya, namun telah memiliki banyak cabang di berbagai belahan dunia. ketiga koperasi keuangan tersebut bukan koperasi primer, sebagai contoh BVR yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai The National Association of German Cooperative Banks. BVR yang berasal dari Jerman, beranggota 1.052 koperasi bank di Jerman (2015). Data ini telah membuktikan bahwa bergabungnya antarkoperasi bisa mewujudkan koperasi keuangan besar kelas dunia.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Dengan demikian, dengan momentum insafnya kebijakan koperasi keuangan dari kuantitas menjadi kualitas, diharapkan menjadi pemicu BMT-BMT untuk bersatu, baik melebur ataupun bargabung secara kokoh dalam sebuah koperasi sekunder.
Mi’raj News Agency (MINA)