Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BNPB: Awal Musim Kemarau, Siaga Antisipasi Karhutla

Rendi Setiawan - Sabtu, 30 Maret 2019 - 15:06 WIB

Sabtu, 30 Maret 2019 - 15:06 WIB

5 Views ㅤ

Jakarta, MINA – Awal musim kemarau tahun 2019 di Indonesia jatuh pada bulan April-Mei. Masa transisi musim dari penghujan menuju kemarau tersebut ditandai dengan fenomena musim pancaroba dengan ciri-ciri.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, ciri-ciri yang terjadi di antaranya perubahan cuaca ekstrem, dari terik menjadi hujan lebat, angin kencang hingga suhu yang berubah-ubah.

BNPB mengimbau agar masyarakat Indonesia lebih meningkatkan kewaspadaan menghadapi musim kemarau yang diperkirakan akan memasuki puncaknya pada bulan Agustus. Terutama di wilayah rawan kebakaran lahan seperti di Kalimantan Timur dan sebagian wilayah Sumatera, khususnya Riau,” katanya.

Ia memperkirakan, musim kemarau masuk pada bulan April-Mei ini, namun belum semua wilayah mengalami perubahan musim (masih penghujan), atau malah sebaliknya bahwa ada wilayah yang sudah mengalami dampak kekeringan.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Kamis Ini Mayoritas Berawan

BNPB mengimbau agar warga mempersiapkan diri untuk menghadapi musim kemarau tersebut, khususnya Riau, dan wilayah yang rawan dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla),” ujarnya.

Hingga saat ini, wilayah Riau menjadi daerah yang terus dipantau oleh BNPB dan lembaga lain terutama dalam kaitan kebakaran hutan dan lahan yang terus meningkat. Data yang berhasil dihimpun, perluasan kebakaran hutan dan lahan mencapai 2.830 hektar per 1 Januari – 28 Maret 2019.

Adapun kasus terbesar dalam karhutla tersebut adalah meluasnya kebakaran lahan gambut yang berada di 12 kota/kabupaten di Provinsi Riau dengan wilayah terluas adalah di Bengkalis, dengan total area terbakar hingga 1.277,8 hektar.

Sutopo menerangkan bahwa perlu diketahui bahwa kedalaman lahan gambut yang terbakar seperti yang di Riau sendiri mencapai 3,6 meter.

Baca Juga: Anies: Mahasiswa Harus Berani Sampaikan Pendapat, Meski Lawan Arus

“Jadi meski sudah padam di bagian atas, tetapi bara api masih ada di bagian bawahnya. Hal itu diperburuk dengan kesulitan lain seperti susahnya sumber air, terik matahari dan angin kencang sehingga api muncul kembali,” katanya. (L/R06/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Dompet Dhuafa Gandeng Titimangsa, Suguhkan Teater Musikal tentang Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
MINA Preneur
MINA Health
MINA Health