Oleh Hasanatun Aliyah, Wartawan MINA
Menjadi problematika bagi seorang istri jika mendapati suami yang kikir atau pelit atas harta yang dimilikinya untuk memberikan nafkah lahiriah. Sehingga muncul pertanyaan bagi istri bolehkan mengambil uang suami tanpa izin?
Nafkah lahiriah seperti sandang, pangan dan papan sudah seharusnya menjadi kewajiban bagi suami, namun suami yang pelit terkadang sangat perhitungan dalam memberi nafkah sementara ia mampu, sehingga tidak memberikan kebutuhan keluarga dengan layak seperti biaya pendidikan, atau biaya pengobatan terbaik.
Hukum Mengambil Uang Suami Tanpa Izin
Baca Juga: Peran Muslimah di Akhir Zaman: Ibadah, Dakwah, dan Keluarga
Secara hukum, istri mengambil uang suami tanpa izin adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena uang tersebut merupakan milik suami dan istri tidak memiliki hak penuh untuk menggunakannya. Namun, dalam beberapa kasus, istri mengambil uang suami tanpa izin dapat dibenarkan alias boleh, misalnya jika istri melakukan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan mendesak keluarga, seperti biaya pengobatan atau pendidikan anak.
Majdi bin Manshur bin Sayyid Asy-Syuri dalam buku ‘Mahkota Pengantin’ mengatakan, Istri yang mengambil harta suami untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan anak hukumnya dibolehkan.
Merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Hindun (istri Abu Sofyan) suatu hari datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW) mengatakan; ” Sesungguhnya Abu Sofyan adalah laki-laki yang pelit, sementara aku merasa malu mengambil hartanya”
Nabi berkata; “Ambillah yang cukup untukmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf (baik)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Kesabaran Seorang Istri
Mengutip laman Kementerian Agama (Kemenag) dalam hukum Islam, istri memiliki hak untuk mengambil nafkah dari suami. Nafkah tersebut meliputi kebutuhan pokok, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan biaya kesehatan. Jika suami tidak memberikan nafkah yang cukup, maka istri diperbolehkan untuk mengambilnya tanpa izin suami. Namun, istri tetap harus bersikap jujur dan terbuka kepada suami tentang hal ini.
Ibnu Hajar rahimakumullah menyatakan bahwa boleh mengambil dengan cara yang ma’ruf, maksudnya adalah sesuai kadar yang dibutuhkan secara ‘urf (menurut kebiasaan setempat). (Fath Al-Bari, 9:509)
Begitu juga yang disampaikan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, bahwa istri diperbolehkan mengambil uang dari suami tanpa sepengetahuan suami. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah keperluan yang dimaksudkan oleh istri dalam kaitannya dengan kebutuhan sehari-hari.
Kebolehan ini hanya bersifat pada kebutuhan primer yang menjadi kebutuhan pokok dan sifat mendesak. Oleh karena itu, redaksi hadits di atas menyebutkan “yang mencukupi mu dan anakmu sebagaimana mestinya (ma’ruf)”.
Baca Juga: Muslimat dan Dakwah, Menyebarkan Kebaikan Lewat Akhlak
Maksudnya mengambil uang bukan karena bertujuan untuk menabung. Jika seorang istri sudah diberikan uang belanja sebagaimana mestinya, dan itu cukup, akan tetapi ia ingin membeli kebutuhan yang lain, yang itu sifatnya tersier seperti make up, baju baru, perhiasan, mobil, dan lain-lain maka hadits ini tidak bisa menjadi pembenaran atas perbuatan tersebut.
Dalam Islam rumah tangga dibentuk atas dasar keimanan. Islam mengatur peran dan tanggung jawab masing-masing, sehingga suami dan istri memiliki peran yang saling melengkapi.
Jika suami istri mendudukkan posisi sesuai porsi masing-masing, kehidupan keluarga akan berjalan harmonis, setiap permasalahan dalam rumah tangga dapat teratasi dengan baik. Sehingga kebahagiaan berumahtangga yang dirasakan di dunia hingga akhirat.
Kewajiban Suami Memberi Nafkah
Baca Juga: Belajar dari Ibunda Khadijah RA, Teladan untuk Muslimah Akhir Zaman
Adapun dalil yang mengatur tentang nafkah diantaranya tertuang dalam surah At-Talaq ayat 6-7, dan surah Al-Baqarah ayat 233. Firman Allah tentang nafkah dalam Al-Baqarah ayat 233:
“…وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْف ِۗ”
Artinya: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut…”
Dalil lain yang menjelaskan tentang nafkah ada dalam surah At-Talaq ayat 7:
Artinya: “Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaknya memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak berbaring kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”
Baca Juga: Muslimah: Kekuatan Lembut Penggerak Perubahan
Surat ini menjelaskan tentang kewajiban memberi nafkah, dalam hal ini yang dimaksud adalah suami yang menafkahi istrinya.
Hal ini diperkuat oleh hadis berikut
ولهن عليكم رزقهن وكسوتهن بالمعروف “…
Hak mereka (istri) atas kalian (suami) adalah agar kalian memberi rezeki dan pakaian kepada mereka dengan cara yang baik” (HR Muslim).
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Lebih dari urusan makan dan pakaian, hak istri dan anak diperlakukan dengan baik.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku” (HR. Tirmidzi).
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Demikian penjelasan mengenai pertanyaan bolehkan istri mengambil uang suami tanpa izin. Diharapkan para istri dapat menambah pemahaman tentang hukum mengambil uang suami tanpa izin sesuai ketentuan yang dianjurkan. []
Kantor Berita Mi’raj (MINA)
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini