Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BPJPH, MUI Tuntaskan Nama Produk Bersertifikat Halal

Widi Kusnadi Editor : Rudi Hendrik - 10 detik yang lalu

10 detik yang lalu

0 Views

BPJPH bersama Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal. (foto:kemenag)

Tangerang, MINA – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama RI, bersama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal mengadakan pertemuan untuk menyelesaikan masalah nama produk bersertifikat halal yang mengandung istilah seperti “tuyul, tuak, beer, dan wine” di Serpong, Tengerang, Selasa (8/10).

Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham menyatakan, hal itu penting untuk mengidentifikasi produk dengan nama yang tidak sesuai dengan standar MUI.

“Dari konsolidasi ini kita memperoleh data dari 5.314.453 produk (bersertifikat halal), (produk dengan) nama bermasalah sebanyak 151 produk. Prosentasenya adalah 0,003%. Artinya, alhamdulillah kita cukup proper. Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121,” kata Aqil.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menjelaskan bahwa Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 mengatur dua kategori penamaan produk. Pertama, nama produk yang sudah dikenal masyarakat dan tidak terasosiasi dengan hal haram, seperti “bir pletok” dan “red wine” (untuk warna), dapat dikecualikan. Kedua, penamaan yang tidak sesuai dengan fatwa akan memerlukan perbaikan oleh pelaku usaha.

Baca Juga: LPPOM Tegaskan Sertifikasi Halal Bagi Retailer

“Ini penting untuk difahami agar tidak menimbulkan kesalahpahaman publik,” ujar Niam.

Ketua Komite Fatwa Produk Halal, Zulfa Mustofa, menekankan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai sistem jaminan produk halal (SJPH).

“Karena pada dasarnya kami menggunakan acuan yang sama, standar fatwa yang sama, kemudian juga melalui proses audit yang sama, walaupun memang di produk reguler mungkin sedikit lebih rumit,” jelas Zulfa.

Sertifikasi halal di Indonesia dilakukan melalui dua skema, yakni skema reguler dan self declare. Skema reguler memerlukan pengajuan melalui Sihalal BPJPH, pemeriksaan oleh auditor halal, dan sidang fatwa oleh MUI, sementara skema self declare difokuskan untuk usaha mikro dan kecil dengan proses yang lebih sederhana, yang juga melalui pengajuan Sihalal serta sidang fatwa oleh Komite Fatwa Produk Halal.[An]

Baca Juga: IHW: Tuak, Beer, dan Wine Dapat Sertifikat Halal Wajib Diaudit Ulang

Mi’raj NewsAgency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Halal
Indonesia
Indonesia