BPJPH: RPP Jaminan Produk Halal Baru Rampung 40 Persen

Jakarta, MINA – Pemerintah terus berupaya merampungkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi peraturan pelaksana Undang-Undang Jaminan ().

RPP tersebut merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 30 tentang yang sudah disahkan pada Oktober 2014 lalu.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Prof. Sukoso menyatakan proses penerbitan RPP tentang Jaminan Produk halal itu sudah rampung 40 persen.

Dia mengakui masih alotnya tahap pembahasan RPP UU JPH yang saat ini telah masuk tahap finalisasi.

Dia menyatakan, draf RPP tersebut telah final dibahas di tingkat kementerian untuk menyamakan persepsi sejumlah norma yang diatur dalam RPP itu.

“Hingga detik ini proses penerbitan RPP baru rampung 40 persen. Dari biro hukum (BPJPH) sudah mendatangi kementerian terkait. Untuk menandatangani RPP, tentunya pak Presiden perlu fasilitas paraf dari beberapa menteri (terkait),” kata Sukoso di sela acara FGD Indonesia Halal Watch (IHW) bertema “Menjadikan Indonesia sebagai Pusat Industri Halal Dunia” di Jakarta, Rabu (12/9).

Sukoso menyebutkan sedikitnya ada dua kementerian dari seluruh kementerian terkait yang masih perlu pendekatan untuk menyamakan persepsi dalam rangka mempercepat penerbitan Peraturan Pelaksana.

Namun dirinya tak menyebutkan siapa dua kementerian tersebut.

Seluruh kementerian terkait UU JPH itu yakni kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian, perdagangan, kesehatan, pertanian, koperasi dan UKM, serta luar negeri.

Berdasarkan informasi yang dihimpun MINA, setidaknya ada sekitar 20 topik peraturan pelaksana yang diamanatkan oleh UU itu, yang rinciannya adalah satu peraturan presiden (perpres), delapan peraturan pemerintah (PP), dan 11 peraturan menteri (Permen).

Undang-Undang No.33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) harus sudah berlaku pada Oktober 2019.

BPJPH sendiri baru diresmikan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada 11 Oktober 2017. Salah satu pokok kerjanya adalah menyelenggarakan sertifikasi produk halal yang beredar di seluruh Indonesia.

Dalam proses penerbitan sertifikat halal, BPJPH akan bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sesuai amanat UU JPH.

Badan tersebut baru akan berfungsi penuh saat PP JPH disahkan.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menyayangkan jika BPJPH yang baru diresmikan pada 10 Oktober 2017 lalu, namun belum dapat berfungsi sebagaimana yang diamanatkan UU JPH karena masih menunggunya PP yang belum rampung.

“Sampai saat ini BPJPH belum dapat menerima dan melayani permohonan sertifikasi halal dari dunia usaha, baik dari segi administrasi, tarif maupun sistemnya,” katanya.

Masih Transisi

Kepala Sub Bidang Verifikasi dan Penilaian Halal Produk Kemasan BPJPH, Fitria Setia Rini mengatakan, Sertifikat Halal yang telah ditetapkan oleh MUI sebelum UU JPH ini dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu Sertifikat Halal tersebut berlaku.

Dan sebelum BPJPH berfungsi penuh, pengajuan permohonan atau perpanjangan Sertifikat Halal dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku sebelum UU ini diundangkan.

UU JPH juga menegaskan, bahwa MUI tetap menjalankan tugasnya di bidang Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH berfungsi secara penuh.

“BPJPH akan langsung mengakui sertifikat (halal) yang diterbitkan MUI sampai masa berlakunya habis, tanpa harus sertifikasi ulang. Jadi cukup disampaikan ke BPJPH, bahwa sertifikatnya masih berlaku kita akan dokumentasi.

Dia mengharapkan bagi pelaku usaha, tiga bulan sebelum masa sertifikatnya habis sudah menyampaikan ke BPJPH untuk melakukan proses pembaruan sertifikasi.

Fitria juga menyatakan, BPJPH masih tetap berkoordinasi dengan lembaga dan badan terkait yang selama ini sudah melaksanakan jaminan produk halal sesuai undang-undang.

“Kami sedang menyusung MoU dengan MUI, menyusun MoU dengan Badan POM. Kita saling pengakuan dan penerimaan,” ujarnya.(L/R01/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)