Jakarta, MINA – Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Kasmita Widodo menegaskan, Pemerintah perlu meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah, hutan dan sumberdaya alam yang berada di wilayah adat.
Menurutnya, Pemerintah sampai saat ini belum mengintegrasikan peta-peta wilayah adat yang sudah ditetapkan pengakuannya oleh pemerintah daerah dalam Kebijakan Satu Peta dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Dengan demikian, ruang hidup masyarakat adat tidak terlindungi dari dampak buruk investasi dan proyek-proyek nasional seperti pembangunan IKN Nusantara,” kata Kasmita dalam keterangan tertulisnya diterima MINA, Ahad (19/3).
Pada peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara tanggal 17 Maret 2023, BRWA kembali merilis cakupan luasan registrasi wilayah adat dan status pengakuannya oleh pemerintah.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Dalam enam bulan terakhir terdapat 124 peta wilayah adat teregistrasi di BRWA dengan luas mencapai 4,4 juta hektar.
Sampai saat ini BRWA meregistrasi 1.243 peta wilayah adat seluas 25,1 Juta hektar yang tersebar di 32 provinsi dan 154 kabupaten/kota di Indonesia. Dari data tersebut terdapat 3.206.703 hektar atau 184 wilayah adat sudah mendapatkan status penetapan pengakuan wilayah adat dari pemerintah daerah.
Artinya, baru 12,7% wilayah adat yang ditetapkan pengakuannya, kata Kadiv Data Informasi BRWA, Ariya Dwi Cahya.
Kasmita mengatakan, Pemda masih punya pekerjaan besar untuk melaksanakan peraturan daerah (Perda) yang mereka terbitkan, karena ada sekitar 18.828.794 hektar atau 792 peta berada pada daerah yang telah menerbitkan Perda tentang pengakuan masyarakat adat.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
Sementara itu, ada 3.127.750 hektar atau 253 peta berada pada daerah yang belum menerbitkan kebijakan daerah untuk pengakuan masyarakat adat.
Dalam pengakuan hak masyartakat adat atas hutan adat, dari pers rilis KLHK selama tahun 2022 ada penetapan hutan adat sebanyak 19 SK Hutan Adat dengan luas mencapai 77.185 hektar.
Jadi, pengakuan hutan adat yang dimulai sejak tahun 2016 sampai Maret 2023 ini terdapat 108 SK Hutan Adat dengan luas mencapai 153.322 hektar, atau rata-rata sekitar 21.903 hektar/tahun.
Upaya percepatan penetapan hutan adat terus dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil dan juga pemerintah daerah.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
BRWA juga terlibat aktif dalam kolaborasi tersebut untuk percepatan pengakuan masyarakat adat, wilayah adat dan juga hutan adat.
“Pemerintah pusat dan Pemda masih perlu meningkatan anggaran dalam mendongkrak luas pengakuan wilayah adat dan hutan adat, karena potensi hutan adat saat ini mencapai 17,5 juta hektar berdasarkan data registrasi wilayah adat BRWA,” ujar Kasmita.
Pengakuan hak masyarakat adat atas tanah ulayat tidak ada kemajuan sama sekali. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) belum menunjukkan langkah konkret melakukan pendaftaran atau penatausahaan tanah ulayat.
Padahal ada sekitar 3,2 juta hektar wilayah adat yang sudah mendapat penetapan pengakuan oleh pemerintah daerah, semestinya ATR/BPN bisa melanjutkan dengan proses pengukuran, pemetaan dan pencatatan dalam daftar tanah.
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
Jadi, ATR/BPN tidak hanya menggelontorkan anggaran untuk proyek PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) terhadap bidang-bidang tanah tapi juga untuk pendaftaran tanah ulayat.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) adalah lembaga tempat pendaftaran (registrasi) wilayah adat di Indonesia.
BRWA dibentuk pada tahun 2010 oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI), Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK) dan Sawit Watch (SW.(R/R1/P2)
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Mi’raj News Agency (MINA)