Webinar IRI Indonesia Bahas Peran Masyarakat Adat Nusantara Jaga Hutan Tropis

Ilustrasi Hutan.(Foto: Dok. MINA)

Jakarta, MINA – Prakarsa Lintas Agama untuk Pelestarian Hutan (Interfaith Rainforest Initiative/IRI) Indonesia menggelar webinar bertema ”Warisan Kebudayaan dan Ekologi: Nusantara dalam Aksi Penjagaan ,” Kamis 28 Maret 2024.

Fasilitator Nasional Dr. Hayu Prabowo menjelaskan, pemilihan tema dalam webinar IRI Indonesia kali ini menggambarkan kepekaan terhadap peran krusial warisan kebudayaan dalam menjaga keberlanjutan alam.

“Tema ini muncul dari pemahaman bahwa masyarakat adat Nusantara tidak hanya menjadi pelindung ekologi, tetapi juga penjaga kearifan lokal yang memperkaya kehidupan dan kebudayaan,” kata Hayu kepada MINA di Jakarta, Jumat (29/3).

Menurutnya, penggundulan hutan tropis merupakan tantangan global yang mendesak, membawa dampak signifikan terhadap ekosistem dunia dan merusak keseimbangan lingkungan.

Untuk itu, lanjut Hayu, IRI Indonesia sebagai bagian dari jaringan global Interfaith Rainforest Initiative, menegaskan pihaknya sebagai agen perubahan yang berfokus pada solusi konkret pada pencegahan deforestasi guna pengendalian perubahan iklim.

“IRI Indonesia tidak hanya memfasilitasi dialog antara pemimpin agama, komunitas adat, dan pemangku kepentingan lainnya, tetapi juga berupaya memotivasi mereka untuk mengambil peran aktif dalam aksi nyata,” tegasnya.

Pada program Webinar Bulanan yang diadakan rutin sebagai bagian dari upaya berbagi informasi, tukar pikiran, konten media, dan bentuk komunikasi kepada masyarakat ini menghadirkan narasumber yakni aktivis masyarakat adat yang juga Sekretaris Jenderal SABAKI (Kesatuan Adat Banten Kidul), Henriana Hatra, dan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRO) yang juga Pendiri Komunitas Perempuan Adat Kampung Hobong (KOMPAKH) Dorince Mehue.

Dalam kesempatan tersebut para narasumber menyampaikan sangat pentingnya memperkuat posisi Masyarakat Adat melalui regulasi nasional demi memperkokoh konsistensi pelestarian kawasan konservasi alam dan hutan.

Menurut Henriana Hatra, ketiadaan regulasi nasional yang mengakui keberadaan Masyarakat Adat menjadi pemicu perampasan Wilayah Adat.

“Nilai nilai adat-lah yang menjadi benteng terakhir pertahanan Wilayah Adat. Tidak akan ada keutuhan Wilayah Adat tanpa Pengakuan Masyarakat Adat,” ujarnya.

Henriana juga mengatakan, Nilai Adat (Tatali Paranti) yang dimaksud adalah sebuah antitesis dari upaya pihak lain yang mengancam Wilayah Adat termasuk didalamnya Hutan Adat.

“Selain itu, Nilai Adat merupakan indikasi pengelolaan konservasi yang terbukti konsisten dan berdampak,” tambahnya.

Wakil Ketua I Dewan AMAN Nasional itu juga menekankan Masyarakat Adat bukan ancaman terhadap pelestarian kawasan konservasi, justru sebaliknya.

Acara webinar IRI Indonesia ini juga dihadiri peserta dari kalangan pemimpin agama, masyarakat adat, aktivis lingkungan, akademisi, pemerintah, stakeholder bisnis, masyarakat umum, media, dan influencer media sosial.

Prakarsa Lintas Agama Untuk Hutan Tropis (IRI Indonesia) merupakan wadah bagi semua pemimpin agama dan komunitas agama untuk bekerja bahu membahu dengan masyarakat adat, pemerintah, masyarakat sipil dan dunia usaha dalam aksi melindungi hutan tropis dan melindungi masyarakat adat sebagai penjaga hutan.

IRI Indonesia bekerja di tingkat lokal, provinsi, dan nasional untuk memobilisasi aksi berbasis agama untuk melindungi hutan.(R/R1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.