Jakarta, 25 Muharram 1437/7 November 2015 (MINA) – Bank Indonesia (BI), bank sentral, mengumumkan, Jumat (11/6), cadangan devisa Indonesia menurun sebanyak US $ 1 milyar menjadi US $ 100.700.000.000 pada akhir Oktober 2015.
Penurunan ini disebabkan oleh pembayaran utang luar negeri dan upaya untuk menstabilkan rupiah yang rentan terhadap faktor eksternal dan internal.
Mata uang Indonesia sensitif terhadap ekspektasi pasar mengenai kemungkinan lebih tingginya suku bunga AS, Mi’raj Islam News Agency melaporkan, mengutip Indonesia-Investments.com.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Bank Indonesia menyatakan cadangan devisa sebesar US $ 100.700.000.000 pada akhir Oktober 2015, jumlah yang cukup memadai untuk menutup 7,1 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Posisi ini jauh di atas standar internasional atas kecukupan cadangan, yakni tiga bulan impor.
Saat ini, BI memperkenalkan langkah-langkah baru dalam upaya untuk meningkatkan pasokan valuta asing. Direktur Pelaksana BI untuk Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Juda Agung, menyatakan langkah-langkah tersebut akan mencakup penetapan patokan baru untuk transaksi FX forward selling tanpa alasan yang mendasar.
FX forward selling adalah transaksi di mana satu pihak setuju untuk menjual sejumlah FX pada waktu tertentu dan dengan harga yang disepakati. Pada saat ini, transaksi ini dapat dilakukan tanpa alasan yang mendasar, tetapi hanya sampai US $ 1 juta per transaksi.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
“Kami akan meningkatkan batas maksimum sampai US $ 5 juta per transaksi,” kata Juda.
Dikatakannya, langkah itu akan memberikan kenyamanan yang lebih besar bagi orang-orang atau perusahaan yang ingin menjual FX mereka, sehingga memicu arus masuk yang lebih tinggi mata uang asing ke pasar uang. (T/R07 R01)
Mi’raj Islam News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon