Jakarta, MINA – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin, memprotes keras pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Israel.
“Kami memprotes keras atas pernyataan Trump. Ini menjadi provokasi yang akan membangkitkan lagi keresahan dan kemarahan di Timur Tengah, yang ternyata tak pernah damai akibat campur tangan tak bertanggung jawab AS,” kata Cak Imin, dalam keteranan persnya, Kamis (7/12).
Pihaknya menuntut pertanggungjawaban Duta Besar AS di Indonesia, Joseph R. Donovan Jr untuk menjelaskan hal ini kepada publik.
“Apa masih kurang keterlibatan AS dalam konflik berdarah di Irak dan Suriah, sehingga provokasi tidak bertanggung jawab seperti ini mau diperluas lagi ke kota suci Yerusalem,” ujarnya.
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Kami juga mencatat, tambahnya, sejumlah negara yang selama ini menjadi sekutu AS juga telah menolak rencana ini. Inggris, Perancis, dan Arab Saudi telah menyatakan bahwa langkah ini akan menyebabkan keresahan.
“Sebaiknya Trump mendengarkan masukan dari sekutu-sekutunya kali ini. Agar AS tidak dinobatkan sebagai pemerintahan yang mendukung kolonialisme baru di Timur Tengah,” tegasnya.
Cak Imin juga meminta pemerintah Indonesia untuk memprotes keras pernyataan Donald Trump dan mendorong pemerintah Indonesia untuk menggalang kekuatan internasional, baik melalui PBB maupun OKI untuk menggelar sidang menolak kebijakan sepihak Trump demi terpeliharanya koeksistensi damai di Palestina serta terciptanya stabilitas politik dan keamanan di Timur Tengah.
“Pernyataan menegaskan apa yang sesungguhnya telah kita pahami selama ini. Posisi AS selama ini terhadap konflik di Timur Tengah selalu penuh ambigu, berstandar ganda, provokatif, dan kali ini, sebagai supporter langkah aneksasi atau pencaplokan wilayah negara lain,” pungkasnya.
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama
Tidak ada hal yang bisa membenarkan rencana AS untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerussalem. Secara hukum, Perjanjian Oslo tahun 1993 antara Israel-Palestina telah menetapkan bahwa penyelesaian status Yerusalem secara permanen adalah pada perundingan antara Israel-Palestina sendiri. Semua ‘penyelesaian’ di luar kerangka itu berarti pencaplokan, aneksasi, agresi, perampasan kedaulatan negara lain secara kasar.
Bahkan, negara Palestina pun mematuhi perjanjian Oslo. Meskipun Deklarasi Negara Palestina oleh PLO tahun 1988 tegas menyatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota resmi Palestina, namun dalam kenyataan itu tidak pernah terjadi karena dicegah oleh Israel.
“Lalu apa hak AS dan Trump untuk menentukan secara sepihak bahwa Yerusalem adalah milik Israel?” tuturnya. (R/R09/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Industri Farmasi Didorong Daftar Sertifikasi Halal