Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Saling mengunjungi dan bertamu merupakan hal yang sering atau biasa terjadi. Namun, banyak di antara kita yang tidak memperhatikan atau belum mengerti adab-adab dalam bertamu yang sesuai dengan syariat Islam dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, antara lain:
Memilih Waktu Berkunjung
Ketika hendak bertamu sebaiknya memilih waktu yang tepat untuk bertamu, karena waktu yang kurang tepat dikhawatirkan mengganggu tuan rumah.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Anas bin Malik ra, mengatakan “ Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore.”(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Meminta Izin dan Memberi Salam Kepada Tuan Rumah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “ Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum memintaizin dan member salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu selalu ingat.” (Qs. An-Nur: 27)
Di antara hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan mata. Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin terlebih dahulu kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan kondisi di dalam rumahnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah, bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa seizin penghuninya.
Kemudian mengucapkan salam. seseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu, sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas.
Pernah salah seorang sahabat dari Bani ‘Amir meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika itu sedang berada di rumahnya. Orang tersebut mengatakan, “Bolehkah saya masuk?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, “Keluarlah, ajari orang itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka dia mengatakan, “Assalamu ‘alaikum, bolehkah saya masuk?” Akhirnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud).
Meminta Izin Sebanyak Tiga Kali
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Meminta izin itu tiga kali, jika diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jangan Mengintip ke Dalam Rumah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Barangsiapa mengintip ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka sungguh telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya.” (HR. Muslim). Dalam hadis ini, terdapat ancaman keras dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seseorang yang bertamu dengan mengintip atau melongok ke dalam rumah yang ingin dikunjungi.
Mengenalkan Diri
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kemudian aku mengetuk pintunya, beliau bersabda, “Siapa ini?” Aku menjawab, “Saya.” Maka beliau pun bersabda, “Saya, saya.” Seolah-olah beliau tidak menyukainya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menceritakan tentang kisah Isra` Mi’raj, beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.” Kemudian ditanya lagi, “Siapa yang bersama anda?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit, Jibril ditanya, “Siapa anda?” Jibril menjawab, “Jibril.”(Muttafaqun ‘alaihi).
Dari kisah ini, al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush Shalihin membuat bab khusus, “Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin (bertamu) ditanya namanya, “Siapa anda?” maka harus dijawab dengan nama atau kunyah yang sudah dikenal.
Menyebut Keperluannya
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Adab seorang tamu selanjutnya yaitu menyebut urusan dan keperluan dia kepada tuan rumah, supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri kearah tujuan. Tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini sebagaimana kisah para malaikat saat bertamu kepada nabi Ibrahim as, Allah berfirman, “Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu wahai para utusan?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa.” (Qs. Adz-Dzariyat: 32)
Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali Ketika Urusannya Selesai
Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya), “…tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa memperbanyak percakapan…” (Qs. Al-Ahzab: 53)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda, “Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, “Bagaimana dia bisa menyebabkan saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa?” Beliau menjawab, “Dia tinggal di tempat saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan kepadanya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud). (R02/P4)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)