Cara Israel Robohkan Rumah Palestina

Buldoser menghancurkan rumah warga di timur Al-Quds (Yerusalem). (foto: dok. Al Alam)

Pasukan Israel menghancurkan dua rumah di lingkungan warga Palestina yang berbeda di Al-Quds (Yerusalem Timur) yang dijajah, yaitu di lingkungan Beit Hanina dan Jabal Al-Mukabbir, pada Rabu (9/8).

Tentara Israel tiba di rumah Thaer Siyam yang baru dibangun di Beit Hanina pada pukul lima pagi. Buldoser Israel langsung meratakan rumah seluas 40 meter persegi yang dibangun dengan kontruksi dari kayu itu.

Ismaeel Siyam, ayah Thaer Siyam menyangka, bila rumah dibangun dari kayu, penjajah Israel tidak akan menghancurkannya.

Rumah itu dibangun untuk Thaer agar dapat ditempati sebelum ia menikah. Namun, ketika rumah tersebut dibongkar oleh penjajah, bangunan tersebut dalam kondisi kosong karena jarang ditempati.

Itu adalah rumah keempat milik keluarga Siyam yang dibongkar paksa oleh penjajah Israel.

Ismaeel Siyam maupun putranya tidak menerima surat perintah pembongkaran dari administrasi kota Al-Quds yang dikuasai penjajah Israel.

Keluarga itu bahkan tidak diberi waktu menyerahkan dokumen atau mencari pengacara untuk mengajukan banding atas perintah pembongkaran.

Semalam sebelum pembongkaran, tentara penjajah hanya mengatakan kepada keluarga Siyam, bahwa pembangunan rumah tersebut tidak memiliki izin dan rumah akan dibongkar. Penjajah pun tidak memberi tahu kapan waktu pembongkaran akan dilakukan.

Ketika keluarga Siyam terbangun keesokannya, ternyata rumah itu sudah hancur dan rata dengan tanah.

 

Tersisa dua tembok saja

Di hari yang sama di lingkungan Jabal Al-Mukabbir di tenggara Al-Quds, rumah Hamza Shaloudi juga dihancurkan oleh Israel.

Tanpa ada pemberitahuan atau peringatan sebelumnya, 20 tentara dan petugas polisi Israel datang menerobos pintu depan rumah pada pukul sembilan pagi bersama anjing-anjing mereka.

Shaloudi hanya bisa menghentikan mereka masuk ke kamar tidur anak perempuannya yang masih tertidur. Salah satu dari kedua putrinya yang berusia delapan tahun menderita kelumpuhan parsial.

Pasukan penjajah mengusir Shaloudi, istri dan kedua putrinya, memaksa mereka duduk di dalam mobil.

Tentara ditempatkan di atap rumah tetangga dan jalanan ditutup.

Shaloudi telah meminta para tentara untuk menunggu sampai ia bisa berbicara dengan pengacaranya, tapi para petugas penjajah itu tetap mulai menghancurkan rumah beserta barang-barang dan perabotan di dalamnya.

Hingga akhirnya, pengacara Shaloudi berhasil mendapatkan perintah untuk menghentikan pembongkaran tersebut. Namun, saat surat itu ditunjukkan salinannya kepada tentara penjajah Israel, hanya ada dua dinding rumah yang masih tersisa. Setelah beberapa saat, dua dinding itu pun dirobohkan.

Shaloudi mengungkapkan bahwa perintah pembongkaran sebelumnya terhadap rumahnya telah berakhir pada Juni 2016, ternyata surat perintah tersebut tidak diperpanjang.

Shaloudi kini tinggal bersama keluarganya. Ia pun mengirim istri dan anak-anaknya kepada keluarga istrinya. Ia bingung harus berbuat apa.

Rumah keluarga Siyam dan Shaloudi bukanlan rumah pertama dan yang terakhir dibongkar oleh penjajah Zionis itu dengan semena-mena.

Pembongkaran rumah adalah harga mahal yang harus dibayar oleh warga Palestina yang tinggal di kota Al-Quds (Yerusalem).

Buldoser Israel merobohkan rumah warga Palestina. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Warga, tapi bukan warga Israel

Lebih 70 persen dari 324.000 penduduk Palestina di Al-Quds tinggal di bawah garis kemiskinan. Mereka memegang status residensi permanen di Israel dan diharuskan membayar pajak kepada pemerintah penjajah, tapi mereka tidak dianggap sebagai warga negara.

Per 24 meter persegi, lingkungan Palestina memiliki kepadatan perumahan yang hampir dua kali lipat dari lingkungan Yahudi. Situasi tersebut telah memaksa banyak orang Palestina membangun rumah tanpa mendapatkan izin mendirikan bangunan.

Warga Palestina di Al-Quds mengeluhkan kurangnya infrastruktur pemerintah kota dan sipil, termasuk kekurangan ruang kelas untuk anak-anak, air dan kekuasaan.

Mendapatkan persetujuan izin mendirikan bangunan baru sangat mahal harganya dan harus tunduk pada proses birokrasi yang panjang.

Menurut Ir Amim, sebuah organisasi nirlaba sayap kiri Israel, kebijakan Israel di Al-Quds seperti pengambilalihan lahan dan pembangunan permukiman, disesuaikan untuk mencegah pertumbuhan masyarakat Palestina agar mencapai rasio demografi 70:30 yang diinginkan. Antara Yahudi Israel dan Palestina.

Menurut kelompok hak asasi Israel, B’tselem, 39 rumah Palestina telah dibongkar oleh Israel di Al-Quds sejak awal tahun dan mengusir setidaknya 140 warga Palestina.

Tahun lalu, penghancuran rumah di Al-Quds mencapai rekor dengan jumlah 85 perobohan sejak dokumentasi dimulai pada tahun 2004. Sedikitnya 331 orang kehilangan tempat tinggal.

Sebaliknya, ketika penjajah merobohkan rumah-rumah warga Palestina, pemerintah kolonial itu menyetujui pembangunan 1.500 unit permukiman di tahun ini di Al-Quds.

Di hari pembongkaran rumah Thaer Siyam dan Shaloudi, organisasi dunia Human Rights Watch merilis sebuah laporan tentang warga Palestina yang tinggal di Al-Quds harus kehilangan status tempat tinggalnya kerena adanya “sistem berjenjang dua” yang membuat orang Yahudi bisa menempati tanah milik orang-orang Palestina.

Laporan tersebut mengatakan bahwa sejak tahun 1967, sebanyak 14.595 orang Palestina di Al-Quds yang dijajah, status izin tinggalnya telah dicabut. Kondisi itu menyebabkan pemindahan terhadap warga Palestina dan deportasi paksa ke luar kota. (A/RI-1/B05)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)