Cerita Para Korban Kejahatan Israel di Perbatasan Gaza

Para penembak jitu Israel yang menyerang kaki massa demonstrasi tidak menembak mereka secara spontan, tetapi memang sudah menjadi target sasarannya. Para korban yang cedera di kaki, kebanyakan mengalami masalah kesehatan saraf dan pembuluh darah.

Dari ribuan orang yang terluka, ada semacam penderitaan khusus yang diderita oleh para korban luka kaki, sehingga membuat korban cacat sepanjang hidupnya.

Selama protes yang terjadi sejak 30 Maret 2018, setidaknya telah mengakibatkan lebih dari 22.000 orang terluka, sebagian besar menderita luka di kakinya. Menyebabkan berbagai luka dan penderitaan lain, sehingga semua rumah sakit di tidak dapat membantu mereka secara maksimal.

Meskipun pasukan pendudukan Israel mengatakan tidak menargetkan menembak ke kaki di bawah lutut para demonstran, akan tetapi, pihak kesehatan menegaskan bahwa cedera itu terjadi karena penembakan yang ditargetkan dan sengaja agar menyebabkan korban mengalami cacat permanen.

Melukai Saraf

Di ruang tamu rumahnya, Jihad Al-Masri duduk di sofa dan di sampingnya ada kruk yang digunakan untuk bersandar. Dirinya mengenakan alat kesehatan untuk membantunya sejak dua bulan lalu, akibat luka tembak oleh peluru eksplosif Israel di pagar kawat pemisah, perbatasan timur Jalur Gaza.

Pada Jumat pertama aksi demonstrasi itu, Jihad Al-Masri, pemuda berusia 23 tahun itu terluka oleh peluru eksplosif di lutut kanannya, menyebabkan patahnya saraf di kaki dan pecahnya pembuluh darah, sehingga ia divonis cacat permanen.

“Pelurunya telah menyebabkan putusnya saraf dan otot sensorik. Kaki saya terasa mati rasa dan saya tidak bisa melakukan aktivitas apa pun selama 45 hari setelah operasi. Kaki saya diikat, dan perlu alat bantu. Saya juga harus melakukan transplantasi setelah satu tahun,” ujarnya saat bercerita kejadian yang ia alami.

Jihad menjalani perawatan dan operasi sesuai perintah dokter yang menanganinya. Bahkan saat ini, dia harus mengkonsumsi amplifikasi saraf dan perawatan kesemutan (seperti kejutan listrik) yang tiba-tiba naik setiap malam. Dokter mengatakan kepadanya, dia membutuhkan satu setengah tahun untuk melihat peningkatan yang signifikan.

Korban kedua lainnya yang terluka adalah sepupunya, Sulaiman Al-Masri. Pemuda berusia 21 tahun itu terkena peluru eksplosif pada pusat saraf di lututnya. Sejak hari pertama cederanya, dia merasakan kesemutan (seperti sengatan listrik) dan pembengkakan permanen di kakinya.

“Saya terluka pada Jumat pertama aksi dan baru menjalani operasi beberapa bulan setelah kejadian. Saya berharap dapat membaik setelah satu tahun. Tapi kaki kanan saya sudah mati rasa, sehingga saya menggunakan kruk. Dokter telah melakukan operasi untuk menghubungkan saraf yang putus dan mempengaruhi pusat rasa,” katanya.

Kuliahnya di Universitas Al-Aqsa tertunda, karena ia benar-benar tidak mampu bergerak dan beraktivitas. Saat ini dia membutuhkan terapi alami, latihan dan juga operasi pada tahun mendatang.

Peristiwa Mei

Ahmad Iyad adalah salah satu korban tembakan lainnya oleh pasukan pendudukan Israel pada 14 Mei 2018. Dia terkena peluru eksplosif yang memecah saraf ski (saraf terpanjang di tubuh, membentang dari sumsum tulang belakang). Ia menjalani operasi 50 hari kemudian untuk menghubungkan sarafnya.

“Sekarang saya menjalani perawatan alami biasa sampai saya dapat merasakan kembali sensasi (perasaan). Bagian kaki dan paha kiri saya tidak bisa bergerak dengan mudah, saya membutuhkan alat bantu untuk penderitaan semacam ini,” ujar Iyad.

Selain Ahmad Iyad, yang juga terluka pada hari itu adalah kakak laki-lakinya, Ala Al-Masri. Lelaki berusia 32 tahun itu terkena peluru yang menghancurkan pusat saraf di kakinya.

Bedah Intensif

“Saya perlu keputusan medis, pisau bedah dan perawatan berkelanjutan setelah operasi,” demikian dikatakan ahli bedah saraf Mohamed Rantissi yang menangani cedera kaki korban yang terluka.

Dia mengatakan, serangan oleh tentara Israel  dengan sengaja menargetkan pusat lutut dan saraf.

“Puluhan operasi telah dilakukan untuk orang-orang dengan cedera kaki seperti ini. Pasien membutuhkan waktu satu tahun setelah operasi berat, agar dapat mulai merasakan kembali fungsi saraf yang telah rusak,” jelasnya.

Serangan tentara Israel biasanya menghancurkan saraf, yang menyebabkan kaki kehilangan fungsinya dan membutuhkan operasi darurat yang mendesak serta mengharuskan membungkus kaki yang patah dengan gips.

Tentara dan penembak jitu Israel terus sengaja melukai pemuda di pusat saraf dan lutut. Mengekspos peluru yang mereka tembakkan telah menyebabkan kegagalan dan memburuknya belasan kasus yang berbahaya melebihi kemampuan medis di Gaza. (AT/ais/RS3)

Sumber: melayu.palinfo.com

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: siti aisyah

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.