Naypyidaw, MINA – Meningkatnya orang yang terinfeksi virus Corona (Covid-19) pada pandemi gelombang kedua menjelang pemilu 8 November, politisi menempatkan warga Muslim Rohingya sebagai kambing hitam penyebaran wabah.
Aktivis Rohingya Nay San Lwin berbicara kepada TRT World untuk memberikan beberapa hal spesifik yang dikutip MINA, Jumat (18/9).
“Politisi di Myanmar selalu berusaha mengambil keuntungan dari situasi yang kami (Rohingya) hadapi. Meskipun tidak ada korban orang Rohingya dalam gelombang kedua, beberapa politisi mulai menyebarkan isu yang menentang kami,” kata San Lwin.
“Dengan semakin dekatnya pemilu, mereka menggunakan kartu ini untuk mendapatkan dukungan dengan menyebarkan kebencian terhadap orang Rohingya,” tambahnya.
Baca Juga: Kebakaran Pesawat Korea Selatan, Tujuh Orang Terluka
Etnis Muslim Rohingya terjebak dalam kondisi sulit, antara disalahkan atas gelombang kedua infeksi dan ditolak untuk mendapatkan akses perawatan kesehatan.
Myanmar kini menghadapi gelombang kedua kasus Covid-19 yang tidak terkendali.
Dalam pidatonya pada 2 September lalu, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi memberikan pidato yang mengancam hukuman keras terhadap pelanggar “sembrono dan tidak simpatik” dari pembatasan Covid-19.
Dengan pemilu yang semakin dekat, outlet media Myanmar dengan cepat mengadopsi narasi pemerintah dalam liputan mereka.
Baca Juga: 354 Sekolah di Bangkok Libur Imbas Polusi Udara
San Lwin menambahkan, meski korban pertama dan kedua yang memicu gelombang kedua Covid-19 adalah umat Buddha Rakhine, tetapi Muslim Rohingya yang disalahkan dengan dituduh membawa virus dari Bangladesh.
Sementara itu di koran, seorang politisi menulis artikel yang “tidak manusiawi” dengan menyebut orang Rohingya sebagai “penyelundup Bengali”.
“Kami tidak berdaya di Myanmar. Hukum tidak melindungi kami, kami tidak dapat menghadapi situasi apa pun di sana,” kata Nay San Lwin. (T/RI-1/P2)
Baca Juga: Pertama di Asia Tenggara, UU Kesetaraan Pernikahan Sesama Jenis Berlaku di Thailand
Mi’raj News Agency (MINA)