Jakarta, 12 Sya’ban 1436/30 Mei 2015 (MINA) – Dakwah pada dasarnya merupakan aktifitas mengajak dan menyeru ke arah yang lebih baik. Da’i, sudah semestinya bertindak sebagai fasilitator bagi mad’u (objek dakwah) untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Oleh karenanya, dakwah seharusnya mengantarkan kepada terciptanya keharmonisan dan kerukunan hidup. demikian disampaikan Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abdurrahman Mas’ud di hadapan peserta Training of Trainer (TOT) Dakwah dan Pendidikan Akhlak Bangsa yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Jum’at.
TOT yang diselenggarakan di Menara ESQ 165, Jakarta, diikuti oleh 150 da’i utusan dari MUI Provinsi dan Ormas Islam. Sebagaimana siaran pers resmi Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Mengutip hasil Survey Kerukunan Umat Beragama yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat tahun 2012, Mas’ud menilai secara umum kondisi kehidupan beragama di Indonesia berada pada level cukup harmonis.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Survey Kerukunan Umat Beragam menilai indeks kerukunan berdasarkan tiga indikator. Pertama, persepsi tentang kerukunan beragama; kedua, sikap dan tindakan antarumat beragama; dan ketiga, kerjasama antarumat beragama.
“Ketiga indikator mendapatkan skor rata-rata 3,67 pada skala 1 sampai 5. Itu artinya kondisi kerukunan umat beragama berada pada kategori cukup harmonis,” ungkapnya.
Di hadapan peserta, Mas’ud mengatakan secara umum, keharmonisan juga tercermin dari hasil temuan penelitian yang menunjukkan adanya tren positif dalam kehidupan keagamaan.
Beberapa temuan di antaranya, khilafiyah dalam bidang fiqih furu’iyah sudah tidak menjadi masalah antar ormas Islam meski berpotensi menimbulkan konflik di tingkat akar rumput. Selain itu, pemurtadan dan pendangkalan akidah menjadi tantangan bagi ormas-ormas Islam, sekaligus mendorong integrasi umat Islam dalam berdakwah.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Temuan penelitian ini adalah kerjasama fungsional bidang dakwah di kalangan ormas Islam pada umumnya belum terjalin. Di samping itu juga tentang lahirnya kelompok dakwah baru yang merupakan bentuk respon terhadap kondisi dakwah ormas yang sudah mapan yang dinilai kurang peka terhadap permasalahan umat.
Meski terdapat tren positif, Mas’ud tetap mengingatkan kondisi harmonis yang selama ini tercipta, bukan tanpa tantangan. Menurutnya, pasca reformasi tahun 1998, bermunculan berbagai kelompok keagamaan yang berpotensi mengancam keharmonisan umat beragama.
Sebabnya, Mas’ud mengajak ormas keagamaan mainstream, yang oleh para peneliti asing disebut the smilling moslem, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Mathlaul Anwar, DDII dan ormas sejenisnya untuk lebih memainkan perannya sebagai organisasi moderat.
“Selama ini, organisasi mainstream sering menjadi the silent majority, kelompok mayoritas yang diam. Sehingga seringkali ‘kalah’ dengan kelompok minoritas yang sangat aktif menyampaikan propaganda,” terangnya.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Di akhir pemaparannya, Mas’ud mengajak para da’i untuk melakukan dakwah yang ramah dan inklusif dengan mengedepankan pesan kerukunan dan dakwah multikultural.
“Dakwah yang dilakukan seyogyanya tidak mengusung secara terbuka masalah khilafiyah menampung kearifan lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, saling memahami, menghormati perbedaan paham keagamaan dan menghindari tindak kekerasan, serta kebersamaan dalam pelaksanaan syiar,” ajaknya. (T/P002/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain