Dampak Aneksasi Terhadap Ketahanan Pangan Palestina

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Rencana Israel bukan sekadar hendak mencaplok tanah-tanah milik penduduk dan bangsa Palestina. Namun, ia juga bermaksud mengendalikan ketahanan pangan secara keseluruhan.

Seperti dikatakan Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun dalam konferensi pers “Menolak Aneksasi di Tepi Barat” yang diselenggarakan Aqsa Working Group (AWG), di Jakarta, Kamis (26/6/2020).

Dubes Al Shun mengatakan, Israel hendak mengambil 30 persen di sebagian besar wilayah Tepi Barat, sehingga Palestina semakin terjepit. “Wilayah itu adalah tanah paling subur dan sumber air utama.”

Di kawasan itu pula ada Laut Mati, yang memiliki kandungan air sebagian bahan untuk kosmetika pasar Eropa. Kurma dari Jericho juga yang terbaik, ujarnya.

Menurut Razan Zuaiter, Kepala Jaringan Arab untuk Kedaulatan Pangan, implikasi rencana aneksasi Israel dapat mengancam ketahanan pangan Palestina dan Yordania.

Ia memperingatkan dalam seminar virtual yang diadakan oleh Pusat Studi Politik Yabous berbasis di Tepi Barat. Quds Press melaporkan, Senin (29/6/2020).

“Ini berarti aneksasi akan mengancam hak untuk memiliki kebijakan pertanian dan produksi pangan, termasuk juga hak untuk mengakses sumber daya alam dan pasar. Dampak luasnya akan timbul krisis pangan,” kata Zuaiter.

Dia menambahkan, kedaulatan atas pangan sangat penting dan terkait erat dengan kedaulatan politik. “Di samping punya peran penting dalam mengentaskan kemiskinan, kelaparan dan pengangguran secara berkelanjutan sebagai dasar untuk pembangunan pedesaan.”

Dia mengatakan, krisis Corona menunjukkan pentingnya ketahanan pangan bukan hanya di negara-negara Arab, tetapi di semua negara di dunia.

Zuaiter mengungkapkan, salah satu tujuan dari aneksasi adalah untuk menyita lebih banyak tanah, membangun lebih banyak permukiman dan memperketat kontrol atas air, mengingat bahwa cekungan timur mencakup cekungan air tanah terbesar di Palestina dengan laju 25 juta meter kubik per tahun.

Dia menunjukkan bahwa area lembah memasok pekerjaan dengan 25 persen dari kebutuhan airnya, yang mewakili 89 persen air di lembah yang mendapat manfaat dari pekerjaan itu.

“Hal yang paling berbahaya adalah mengendalikan keamanan pangan Palestina untuk menjadikan mereka tunduk secara politis dan juga menggusur penduduk. Di samping itu, aneksasi akan memutus komunikasi antara Palestina dan negara tetangganya, Yordania.

Dia juga mencatat tanah paling subur di Palestina di kawasan itu mampu menghasilkan hasil,pangan senilai sekitar $ 10 miliar (lebih dari Rp144,7 triliun) per tahun.

“Anda dapat membayangkan berapa banyak ratusan miliar yang akan diperoleh jika terjadi proses aneksasi, yang akan mencakup seluruh wilayah C pada tahap selanjutnya sebagai rencana pendudukan,” ujarnya.

Sumber Utama Pangan

Para pengamat mengatakan dalam percakapan dengan Pusat Informasi Palestina, bahwa pendudukan Israel sengaja menargetkan dan mengendalikan lembah-lembah Palestina dengan berbagai cara, untuk mendapatkan akses ke sumber air dan tanah subur, dan mencegah warga Palestina mencapai Sungai Yordan.

Ini seperti dikatakan Ahmed Gawanmeh, Ketua Dewan Desa Al-Jiftlik, salah satu desa di lembah Palestina, yang menekankan bahwa Lembah Yordan adalah salah satu sumber pangan utama bagi semua gubernuran Palestina.

Guanmeh mengatakan, penguasaan petani Palestina adalah target rencana aneksasi Israel, agar dapat menguasai produksi pertanian, sayuran dan buah-buahan.

Dalam beberapa tahun terakhir, warga di di desa-desa hidup dalam pelanggaran sehari-hari yang dilakukan pasukan Israel untuk melumpuhkan hidup mereka. Termasuk pembongkaran, penyitaan, dan penghentian sumber air, dan menghambat warga untuk sampai ke rumah mereka.

Wilayah lembah itu membentang dari Beit She’an ke Safed di utara, dari Ein Gedi ke Negev selatan, dan dari tengah Sungai Yordan ke kaki timur Tepi Barat.

Luas total lembah sekitar 72 ribu hektar, dan memiliki area alami hangat yang dapat digunakan untuk pertanian sepanjang tahun. Ini menjadi cekungan air paling penting di Palestina.

Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, 56.908 orang, termasuk kota Jericho, tinggal di Lembah Jordan. Ini adalah 2% dari total jumlah warga Palestina di Tepi Barat. Diperkirakan jumlah populasinya pada pertengahan 2021 akan meningkat menjadi 62.854 orang.

Muqbel Abu Jaish, Direktur Departemen Rehabilitasi Lahan untuk Bantuan Pertanian di Tepi Barat, memperingatkan bahaya rencana Israel terhadap keamanan pangan Palestina.

Menurutnya, seperti ia tulis di media Emirat al-Bayan, edisi 28 Juni 2020, menekankan bahwa wilayah Lembah Sungai Palestina adalah salah satu bahan terpenting untuk menyediakan dan menjaga keamanan pangan Palestina.

Pendudukan Israel telah menerapkan skema pencaplokan merayap selama bertahun-tahun, dan bekerja untuk melegalkan rencana itu di lapangan.

Dia menunjukkan adanya serangan terhadap pertanian Palestina yang meningkat hampir setiap hari.

Dia menekankan perlunya melindungi pertanian dan produk pertanian, dan untuk melestarikan hak-hak dan dukungannya untuk melindungi keamanan pangan Palestina.

“Warga Palestina yang saat ini menderita kemiskinan dan kurangnya pendapatan karena tidak dibayarnya gaji, akan merasakan dampak nyata secara ekonomi jika tanah Lembah Jordan disita. Ini akan sangat mempengaruhi harga sayuran dan produk lokal di pasar Palestina dengan sangat signifikan,” ujarnya memberikan analisis.

Apapun tujuannya, apalagi ini akan sangat mempengaruhi hajat hidup orang banyak, nasib jutaan warga yang akan terdampak akibat krisis ketahanan pangan. Maka, rencana aneksasi Israel atas wilayah-wilayah di Tep Barat, termasuk Lembah Jordan, harus dihentikan. Sekarang juga ! (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.