Jakarta, 18 Syawal 1437/23 Juli 2016 (MINA) – Direktur Pusat Kajian Timur Tengan Universitas Indonesia, Abdul Muta’ali mengatakan, masyarakat dunia harus komprehensif dalam menilai keputusan Pemerintah Turki mengeluarkan resolusi keadaan darurat selama tiga bulan.
“Dunia internasional harus bisa lebih komprehensif melihat status darurat ini. Jika melihat status darurat di Turki secara parsial, sama saja menilai Erdogan bersikap arogan dan akan merubah sistem parlementer ke presidensial. Tapi, jika melihat secara impartial sejak rentetan bom di Turki, maka kita akan mempertimbangkan sisi kebenarannya,” kata Abdul kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu (23/7).
Ia mengatakan bahwa apa yang dilakukan Erdogan bukan semata-mata membersihkan pendukung kudeta 15 Juli kemarin, tapi juga pembersihan sumbatan jaringan terorisme yang selama dua tahun terakhir ini mengancam Turki dengan ledakan bom.
“Darurat militer yang diberlakukan Pemerintah Turki tanpa melibatkan parlemen pernah dilakukan Perancis dan Belgia pada November tahun lalu. Bedanya, Perancis memberlakukan darurat militer hanya karena kasus terorisme,” katanya.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Sebelumnya pada Rabu (20/7), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam pidato nasional yang disiarkan televisi mengeluarkan resolusi keadaan darurat selama tiga bulan pasca aksi kudeta militer yang gagal pada Jumat (15/7) pekan lalu.
Terkait tuduhan Erdogan terhadap Fethullah Gulen sebagai dalang di balik upaya kudeta itu, Abdul menilai bahwa tindakan itu adalah wajar, mengingat saat ini Erdogan dalam posisi yang sangat dilematis.
“Tuduhan pemerintahan Erdogan bahwa otak utama dari kudeta kelompok Gulenist saya kira itu pertimbangan politis. Pasalnya, pilihan yang dipersalahkan hanya ada dua, antara militer atau kelompok Fethullah Gullen. Kelompok Kurdi terlalu kecil merancang kudeta kemarin. Sementara menuduh militer terlalu berat resikonya,” jelas Abdul. (L/P011/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza