Jakarta, MINA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan agar pelayanan kesehatan kepada masyarakat tetap berjalan kendati terjadi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Program JKN ini sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Maka dari itu kita akan terus memperbaikinya,” ujar Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Kalsum Komaryani saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9, di Kantor Kemenkominfo, Jakarta, Senin (7/10).
Ia mengatakan, pihaknya terus memantau rumah sakit untuk pembelian obat-obatan, alkes (alat-alat kesehatan), melakukan review kelas rumah sakit, dan pencegahan fraud.
“Dengan adanya kondisi defisit sejak tahun 2014 pada JKN ini menimbulkan efek domino, sehingga BPJS Kesehatan tidak bisa memberikan biaya kepada fasilitas kesehatan di tingkat pertama maupun tingkat lanjut, penyedia layanan obat dan alkes,” katanya.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Menurut Kalsum, hal itu berujung faskes tidak bisa melayani pengobatan untuk masyarakat.
“Salah satu upaya agar pelayanan kesehatan masyarakat tidak terganggu, Kemenkes dan BPJS melakukan financing supply chain agar pasokan obat dan alat-alat kesehatan tetap tersedia di fasilitas layanan kesehatan,” jelasnya.
Kalsum menambahkan, selama ini pemerintah sudah membahas tiga opsi dalam mengatasi defisit JKN itu.
“Yakni menaikkan iuran, mengurangi manfaat layanan kesehatan dan memberikan suntikan/subsidi kepada peserta tidak mampu dari alokasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD),” pungkasnya.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
BJPS Kesehatan mencatat defisit JKN terjadi sejak tahun 2014, pasalnya iuran yang ditetapkan pemerintah adalah iuran diskon atau di bawah angka aktuaria dari premi asuransi kesehatan di Indonesia.
Selain itu, iuran yang diterima BPJS Kesehatan tidak sebanding dengan pengeluaran. Hanya 50 persen peserta mandiri yang membayar iuran.
“Pada tahun 2018, defisit jaminan kesehatan mencapai Rp18,3 triliun. Adapun, proyeksi defisit 2019 bisa mencapai Rp32 triliun,” ujar Direktur Utama BPJS Fachmi Idris. (L/Ais/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?