Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Degrowth: Meredakan Gejolak Ekonomi Versus Alam (Oleh: Dr. Hayu Prabowo)

Rana Setiawan - Selasa, 17 Maret 2020 - 23:21 WIB

Selasa, 17 Maret 2020 - 23:21 WIB

8 Views

Oleh: Dr. Hayu Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI)

Manusia akan selalu membutuhkan sumber daya alam untuk kelangsungan kehidupannya. Menurut perhitungan Global Footprint Network, permintaan manusia untuk sumber daya ekologis yang dapat diperbarui dan layanan yang diberikan bumi sekarang setara dengan 1,7 bumi. Data menunjukkan kita membutuhkan sumber daya dari 2 planet bumi sebelum pertengahan abad ini.

Sumber: mui-lplhsda.org

Paradigma ekonomi dan sosial saat ini adalah “lebih cepat, lebih tinggi, lebih jauh, lebih banyak” yang dilakukan melalui pertumbuhan ekonomi tanpa batas yang berbasis peningkatan konsumsi dan produksi dalam persaingan bebas. Ukuran kesejahteraan bertumpu pada Produk Domestik Bruto tanpa memperhitungkan biaya kerusakan alam atas penciptaan nilai tersebut.

Arus energi dan material dalam ekonomi dunia tidak pernah sebesar sekarang ini. Peningkatan metabolisme ini menyebabkan semakin banyak konflik pada ekstraksi sumber daya dan pembuangan limbah yang menimbulkan gerakan keadilan lingkungan di seluruh dunia.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Semua ini menyebabkan akselerasi, stres, dan marjinalisasi manusia. Sistem ekonomi kita telah memacu konsumsi dan produksi yang telah melebihi kemampuan daya dukung dan daya tampung bumi yang akhirnya akan menghancurkan sumber daya alam.

Bahkan ekonomi tanpa pertumbuhan, jika didasarkan pada bahan bakar fosil, perlu mendapatkan sumber energi baru di ‘batasan komoditas’ karena energi tidak dapat didaur ulang. Umat manusia harus memahami dirinya sebagai bagian dari sistem ekologi dunia. Hanya dengan cara ini, kehidupan yang bermartabat dapat diwujudkan.

Pada saat ini sedang hangat didiskusikan oleh para ahli teolog, ekonom dan konservasionis mengenai gerakan degrowth yang perlu kita cermati bersama. Yang menarik dalam degrowth ini menyiratkan agar kita dapat menahan konsumsi dan produksi yang sejalan dengan pandangan Islam agar kita dapat menahan diri dari hawa nafsu melalui ibadah puasa untuk mencapai kesempurnaan akhlak & ketakwaan.

Degrowth (décroissance dalam bahasa Perancis) dicetuskan pada awal abad ke-21 sebagai program mengurangi secara sukarela konsumsi dan produksi masyarakat untuk keberlanjutan sosial dan ekologi. Dengan cepat pandangan ini menjadi slogan menentang pertumbuhan ekonomi dan berkembang menjadi gerakan sosial.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Degrowth adalah contoh sains yang dipelopori aktivis, di mana slogan aktivis perlahan-lahan dikonsolidasikan ke dalam konsep yang dapat dianalisis dan dibahas secara akademik.

Tidak seperti halnya konsep pembangunan berkelanjutan, degrowth bukan adopsi tujuan bersama PBB, OECD atau Komisi Eropa. Gagasan ‘degrowth berkelanjutan sosial’ yang merupakan upaya untuk memperdebatkan transformasi sosio-ekologis yang sangat dibutuhkan, menegaskan ketidaksetujuan dengan representasi dunia saat ini dan mencari alternatifnya. Sejalan dengan ini, degrowth adalah kritik terhadap penguasaan pembangunan saat ini.

Degrowth memandang bahwa krisis sosial dan lingkungan terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Aktor-aktor pro-pertumbuhan melihat pertumbuhan ekonomi sebagai jalan terbaik untuk menghadapi krisis ekonomi dengan membayar kembali hutang.

Sementara aktor-aktor degrowth menyatakan pertumbuhan ekonomi yang didorong hutang merupakan masalah utama dengan basis tematiknya berasal dari aliran pemikiran ekologis dan sosial.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Degrowth mempertimbangkan tren atau peristiwa negatif lainnya seperti menurunnya ketersediaan sejumlah spesies ikan yang dapat dimakan, kecelakaan di Fukushima pada 2011 dan risiko penyebaran nuklir militer, kelangkaan air, dan mendekatnya “peak phosphorous” (sebuah konsep yang menggambarkan titik waktu ketika umat manusia mencapai tingkat produksi global maksimum fosfor sebagai bahan baku industri dan komersial).

Ekonomi tidak dapat digambarkan dengan baik oleh satu unit pengukuran tunggal. Ekonomi ekologis bertumpu pada gagasan nilai-nilai yang tidak dapat dibandingkan.

Degrowth kaya akan makna dan tidak bergantung pada satu arus filosofis tunggal, namun datang dari beberapa aliran pemikiran yang saling bersilangan tanpa bersaing. Di bawah ini di identifikasikan enam sumber.

Ekologi

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Pemikiran ini menyiratkan persepsi bahwa ekosistem memiliki nilai sendiri dalam dirinya, tidak hanya sebagai penyedia sumber daya atau layanan lingkungan yang bermanfaat bagi manusia. Pengertian ini menekankan persaingan antara ekosistem dengan sistem industrial, produksi dan konsumsi. Karenanya, degrowth merupakan jalan yang memungkinkan untuk melestarikan ekosistem dengan mengurangi konsumsi manusia dari ekosistem dan alam.

Kritik Pembangunan

Sumber pemikiran degrowth ini berasal dari antropolog. Arus pemikiran ini menganggap degrowth sebagai ‘kata rudal’, yang menghancurkan imajiner hegemonik dari perkembangan dan utilitarianisme. Ini merupakan kritik terhadap keseragaman budaya karena adopsi luas teknologi dan model konsumsi dan produksi secara global oleh barat.

Model pembangunan barat adalah konstruksi mental yang diadopsi oleh seluruh dunia. Degrowth juga menganggap ‘pembangunan berkelanjutan’ merupakan kata yang bertentangan satu dengan yang lain.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Makna hidup dan Kesejahteraan

Inti pemikiran ini adalah kebutuhan agar memberikan makna lebih banyak ‘dalam kehidupan’ (dan ‘dari kehidupan’) dalam masyarakat modern. Ini adalah kritik terhadap gaya hidup yang beranggapan bekerja lebih banyak, menghasilkan lebih banyak, menjual lebih banyak, dan membeli lebih banyak.

‘Makna kehidupan’ degrowth didasarkan tentang ekonomi kebahagiaan atas timbulnya fenomena terpisahnya hubungan antara peningkatan pendapatan dan kepuasan hidup atau yang dikenal sebagai fenomena Easterlin Paradox.

Hubungan antara pentingnya perolehan materi dan gangguan emosi merupakan referensi penting. Gerakan sukarela untuk kesederhanaan, mengurangi konsumsi individu yang memandang kehidupan sederhana sebagai pembebasan dan tidak egois, bukan sebagai pambatasan merupakan visi penting dari pemikiran ini.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Bioekonomi

Konsep degrowth ini timbul dari pemikiran ekologi ekonomi dan ekologi industri. Argumen degrowth bioekonomi adalah akibat menurunnya keuntungan investasi energi minyak bumi.

Krisis keuangan 2008 dan ‘hutang pemerintah’ telah memperlihatkan bahwa ekspansi kredit dengan penciptaan kekayaan nyata tidak sejalan, ekonomi riil energi dan material tidak dapat tumbuh pada tingkat bunga diperlukan untuk melunasi hutang.

Sumber daya alam yang tersedia sebenarnya terus berkurang, maka peningkatan hutang swasta atau publik merupakan resep sempurna untuk jatuh dalam krisis ekonomi dan fiskal.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Degrowth adalah kritik terhadap modernisasi yang mengklaim bahwa teknologi baru dan peningkatan efisiensi merupakan solusi krisis ekologi. Semua aktor degrowth mempertanyakan kapasitas inovasi teknologi untuk mengatasi batas biofisik dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tidak terbatas.

Paradoks Jevons menjelasan: eko-efisiensi dapat menyebabkan peningkatan konsumsi atau produksi, karena teknologi membatasi produksi dan konsumsi. Misalnya, penghematan energi dan material dapat diinvestasikan kembali dalam akuisisi material dan energi baru yang lebih besar.

Degrowth terkait dengan usulan ‘non-teknis’ untuk mengurangi material dan energi di luar pendekatan modernisasi yang cenderung mengabaikan opsi tersebut dengan menetapkan batasan teknologi.

Demokrasi

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Pemikiran ini timbul sebagai respons terhadap kurangnya debat demokratis tentang perkembangan ekonomi, pertumbuhan, inovasi dan kemajuan teknologi. Dalam pemikiran ini posisi yang saling bertentangan adalah antara mereka yang membela institusi demokrasi saat ini yang berisiko kehilangan apa yang telah dicapai, dengan mereka yang menuntut institusi baru yang sepenuhnya berdasarkan demokrasi partisipatif (lebih banyak alternatif, atau pasca visi kapitalis).

Keadilan

Pemikiran terakhir adalah keadilan akibat dari ketidaksetaraan, dimana ‘keberlanjutan’ tidak diterima begitu saja, namun dicari dan dieksplorasi cara-cara untuk membuat keadilan dan keberlanjutan kompatibel.

Satu asumsi umum oleh para ekonom adalah bahwa hanya pertumbuhan ekonomi dapat memperbaiki kondisi kehidupan orang-orang miskin, dengan hipotesis adanya efek tetesan kekayaan (trickle down). Hipotesis ini mengenyampingkan pengentasan kemiskinan dapat dimungkinkan juga melalui pengurangan pendapatan sukarela dan redistribusi.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Degrowth memandang pengentasan kemiskinan dapat tercipta dengan mengurangi kompetisi, redistribusi skala besar, berbagi, dan pengurangan pendapatan yang berlebihan. Jika kemiskinan dilihat dari segi konsumsi relatif, kemiskinan tidak akan pernah bisa ‘dihapus’ oleh pertumbuhan ekonomi karena hanya mengubah skala tetapi bukan proporsi kekayaan yang dimiliki individu.

Kesimpulan

Artikel ini mencoba mencari definisi degrowth yang ‘lebih baik’. Secara umum, degrowth menolak hegemoni pertumbuhan dan menyerukan redistribusi penurunan produksi dan konsumsi di negara-negara industri untuk mencapai keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial dan kesejahteraan. Akhirnya, degrowth menyiratkan redistribusi kekayaan yang adil dunia serta antara generasi sekarang dan mendatang.

Artikel ini telah menyajikan, membahas, dan menganalisis sejarah pertumbuhan, yang menunjukkan bahwa ia pertama kali muncul sebagai slogan aktivis dan segera menjadi kerangka interpretatif dari gerakan sosial.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Degrowth bukan hanya kritik terhadap pertumbuhan ekonomi, atau usulan untuk penurunan PDB, namun sebuah kekuatan untuk mengambil dan mengartikulasikan berbagai sumber atau aliran pemikiran dan untuk merumuskan strategi pada tingkat yang berbeda.

  • Degrowth adalah contoh sains yang dipelopori aktivis, di mana slogan aktivis perlahan-lahan dikonsolidasikan ke dalam konsep yang dapat dianalisis dan dibahas secara akademik.
  • Degrowth merupakan bagian yang semakin penting dari transformasi global yang kita alami.
  • Degrowth adalah pertanyaan apakah akan ada ekonomi tanpa pertumbuhan.
  • Degrowth berarti mengatasi masalah ekologis dan sosial pada akarnya.
  • Degrowth adalah proposal untuk memikirkan kembali masyarakat, untuk melakukan berbagai hal secara berbeda dan membebaskan kita dari hegemoni pertumbuhan.
  • Degrowth merupakan kata payung. Di bawahnya kita temukan perbedaan pendekatan, namun memiliki satu kesamaan: mereka menentang pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
  • Degrowth adalah kata negatif, seperti “tinggalkan pertumbuhan” yang bukan visi positif. Tapi ini beralasan dan ini untuk diperdebatkan, seperti yang dapat kita lihat hari ini.
  • Degrowth adalah proposal atas kritik hegemoni, karena tidak menerima ketidakpedulian kondisi kerja, aktor politik, dan apa yang kita hadapi di media. Itu berarti memikirkan kembali masyarakat.

Salah satu bagian dari budaya baru degrowth bertujuan agar kehidupan yang lebih holistik, lebih berkelanjutan. Yang juga berarti bahwa kita perlu melakukan kontak satu sama lain, meninggalkan individualisme dan belajar membangun co-kreativisme.(AK/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda