Sejumlah 14 faksi Palestina sepakat untuk mengakhiri perpecahan mereka dan memperkuat persatuan Palestina dengan menandatangani Deklarasi Beijing pada Selasa pagi, 23 Juli 2024, di China.
Deklarasi tersebut ditandatangani bersama pada upacara penutupan dialog rekonsiliasi antar faksi yang diadakan di ibukota Beijing, pada 21-23 Juli. Stasiun televisi pemerintah China Central Television (CCTV) melaporkan.
Para pemimpin faksi terbesar Fatah dan Hamas dan lainnya bertemu dengan media menyampaikan hal itu, didampingi Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi.
Upacara penutupan Selasa, dihadiri oleh perwakilan 14 faksi besar Palestina, serta utusan atau perwakilan dari mancanegara, yaitu: Mesir, Aljazair, Arab Saudi, Qatar, Yordania, Suriah, Lebanon, Rusia, dan Turki.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Faksi-faksi yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, terdiri dari: Fatah, Hamas, Jihad Islam, Front Populer untuk Pembebasan Palestina, Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina, Partai Rakyat Palestina, Front Perjuangan Rakyat Palestina, dan Gerakan Inisiatif Nasional Palestina.
Faksi lainnya yaitu: Komando Umum Front Populer, Federasi Demokratik Palestina, Front Pembebasan Palestina, Front Pembebasan Arab, Front Arab Palestina, dan garda depan Perang Pembebasan Populer, juga turut serta dalam pertemuan tersebut.
Sebelumnya, dua faksi terbesar, Hamas dan Fatah, bertemu, juga di Tiongkok, April lalu, untuk membahas upaya rekonsiliasi mengakhiri perselisihan yang telah berlangsung selama 17 tahun.
Pada kesempatan penutupan, Rabu, 24 Juli, Menteri Luar Negeri China Wang Yi memuji kesepakatan 14 faksi Palestina untuk membentuk “pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara” untuk memerintah Gaza setelah perang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
“Sorotan paling menonjol adalah kesepakatan untuk membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional sementara seputar pemerintahan Gaza pascaperang,” kata Wang setelah penandatanganan “Deklarasi Beijing”.
“Rekonsiliasi adalah masalah internal faksi-faksi Palestina, namun pada saat yang sama, hal ini tidak dapat dicapai tanpa dukungan komunitas internasional,” kata Wang.
China, tambahnya, sangat ingin “memainkan peran konstruktif dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.”
Gerakan Hamas telah menguasai Gaza sejak 2007. Sementara Gerakan Fatah mengendalikan Otoritas Palestina, yang memiliki sebagian kendali administratif di Tepi Barat yang diduduki Israel.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Juru bicara gerakan Fatah sekaligus pejabat di Komisi Mobilisasi, Abdel Fattah Dawla, mengatakan, pihaknya menyepakati pemerintahan yang mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza Arab.
Dia menambahkan, faksi-faksi telah mengambil langkah serius, dan menekankan bahwa prioritas saat ini adalah menghentikan perang di Gaza.
Dia mengungkapkan, memang masih ada perbedaan pendapat dengan Hamas mengenai resolusi legitimasi internasional, namun kerangka umum resolusi internasional sepakat, hanya berbeda dalam kata-kata.
Menurutnya, gerakan Hamas telah matang dalam pemikirannya terhadap persatuan Palestina.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dia menekankan bahwa ada optimisme yang hati-hati setelah penandatanganan perjanjian di Beijing, dan menekankan keadaan saat ini terfokus pada menghentikan perang di sektor yang terblokade, Gaza.
Sementara itu, pemimpin Hamas Musa Abu Marzouk mengatakan, gerakannya ikut menandatangani kesepakatan untuk persatuan nasional, mengingat jalan untuk menyelesaikan perjalanan tersebut adalah persatuan nasional.
“Kami berpegang pada persatuan nasional dan menyerukannya,” lanjutnya.
Upaya Serius China
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Atas undangan pihak China , perwakilan faksi-faksi menyambut baik pendapat Mahkamah Internasional (ICJ), yang menegaskan ilegalitas pendudukan dan pemukiman Israel di tanah Negara Palestina dan perlunya menghapusnya sesegera mungkin.
Mereka menegaskan komitmen mereka terhadap pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya sesuai dengan resolusi PBB yang relevan, serta menolak upaya untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
Faksi-faksi Palestina juga memberi hormat kepada seluruh kekuatan, negara, dan gerakan solidaritas mahasiswa, rakyat, dan serikat buruh yang mendukung perjuangan rakyat Palestina di lapangan, secara politik, hukum, dan diplomatis.
Para peserta menyampaikan penghargaan besar mereka atas upaya yang dilakukan pemerintah China berdasarkan dukungannya terhadap hak-hak rakyat Palestina dan keinginannya untuk mengakhiri perpecahan dan menyatukan posisi Palestina.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Mereka juga menekankan pemberdayaan negara-negara Arab serta kawan-kawan di China dan Federasi Rusia untuk melanjutkan upaya internasional guna menyelenggarakan konferensi internasional dengan kekuatan penuh untuk mengakhiri pendudukan Israel dan menerapkan resolusi internasional yang relevan dan adil terhadap hak-hak rakyat Palestina.
Dalam sambutannya, Menlu Wang Yi juga mencatat bahwa sejak memasuki era baru, Presiden Xi Jinping telah mengajukan proposal dan proposisi untuk mengatasi masalah Palestina, menyumbangkan kebijaksanaan dan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
China memuji upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh semua faksi, dan mengucapkan selamat kepada mereka atas keberhasilan dialog Beijing dan penandatanganan Deklarasi Beijing.
Wang Yi menunjukkan bahwa hanya ketika faksi-faksi Palestina bersatu, maka suara keadilan akan terdengar lantang dan jelas, dan hanya ketika mereka bergandengan tangan dan bergerak maju bahu-membahu barulah mereka berhasil dalam perjuangan pembebasan nasional mereka.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Konsensus terpenting dari perundingan Beijing adalah mencapai rekonsiliasi dan persatuan di antara 14 faksi, serta penegasan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai satu-satunya perwakilan sah seluruh rakyat Palestina. Konsesus juga berkomitmen pada pembentukan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan menjamin hak untuk kembali sesuai dengan Resolusi 194.
Resolusi Nomor 194 Right to Return yang dikeluarkan tanggal 11 Desember 1948 memutuskan bahwa “pengungsi yang ingin kembali ke rumah mereka dan hidup damai dengan tetangga mereka harus diizinkan untuk melakukannya sedini mungkin, dan bahwa kompensasi harus dibayarkan untuk properti tersebut. dari mereka yang memilih untuk tidak kembali dan kehilangan atau merusak harta benda yang, berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional atau keadilan, harus diperbaiki oleh Pemerintah atau pihak berwenang yang bertanggung jawab.”
Sayangnya Resolusi 194 ini sampai hari ini tidak pernah dilaksanakan oleh pemerintah Zionis Israel.
Wang Yi mencatat bahwa permasalahan Palestina adalah inti permasalahan Timur Tengah. China tidak pernah memiliki kepentingan egois dalam masalah Palestina, lanjutnya.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Tiongkok adalah salah satu negara pertama yang mengakui PLO dan Negara Palestina. Tiongkok selama ini dengan tegas mendukung rakyat Palestina dalam memulihkan hak-hak nasional mereka yang sah.
“Kami menghargai keadilan dan mendukung keadilan. Saat ini, konflik di Gaza masih berlarut-larut, dampak buruknya terus menyebar, dan berbagai konflik regional saling terkait. Untuk membantu keluar dari konflik dan kesulitan saat ini,” ujarnya.
China seperti disebutkan dalam laman resmi Kementereian Luar Negeri China, mengusulkan inisiatif dalam tiga langkah:
Langkah Pertama adalah mencapai gencatan senjata yang komprehensif, abadi dan berkelanjutan di Jalur Gaza sesegera mungkin, dan memastikan akses terhadap bantuan kemanusiaan dan penyelamatan di lapangan.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Komunitas internasional harus membangun lebih banyak sinergi untuk mengakhiri permusuhan dan membangun gencatan senjata.
Langkah Kedua, adalah melakukan upaya bersama menuju pemerintahan pasca-konflik di Gaza berdasarkan prinsip “Orang Palestina memerintah Palestina.”
Gaza merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari Palestina. Memulai kembali rekonstruksi pasca-konflik sesegera mungkin merupakan prioritas yang mendesak.
Komunitas internasional perlu mendukung faksi-faksi Palestina dalam membentuk pemerintahan konsensus nasional sementara dan mewujudkan pengelolaan Gaza dan Tepi Barat yang efektif.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Langkah Ketiga, adalah membantu Palestina menjadi negara anggota penuh PBB dan mulai menerapkan solusi dua negara. Penting untuk mendukung penyelenggaraan konferensi perdamaian internasional yang berbasis luas, lebih berwibawa, dan lebih efektif guna menyusun jadwal dan peta jalan bagi solusi dua negara.
Solusi dua negara adalah jalan maju yang mendasar. Komunitas internasional harus mendukung para pihak dalam mengambil tiga langkah tersebut dengan sungguh-sungguh.
Wang Yi mencatat bahwa rekonsiliasi intra-Palestina akan membawa harapan dan masa depan bagi rakyat Palestina. Ini merupakan langkah penting menuju menyelesaikan masalah Palestina dan mencapai perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.
Upaya yang tak tergoyahkan harus terus dilakukan ke arah ini. Tiongkok berharap faksi-faksi Palestina akan mencapai rekonsiliasi dan, atas dasar itu, segera mewujudkan negara merdeka.
“Kami akan memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan melakukan upaya bersama untuk implementasi Deklarasi Beijing,” imbuhnya.
Israel Mengecam
Pemerintah Israel dengan cepat mengecam rekonsiliasin yang ditengahi oleh China.
Menteri Luar Negeri Israel Katz bersikeras mengataka bahwa pemerintahan Hamas akan dihancurkan, dan menuduh Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang faksi Fatahnya menandatangani kesepakatan tersebut, mendukung Hamas yang serangannya pada tanggal 7 Oktober memicu perang.
Keterlibatan kelompok militan Islam dalam pemerintahan pascaperang di Gaza merupakan kutukan bagi Amerika Serikat dan juga Israel, ujarnya.
Katz juga menolak peran Otoritas Palestina di Gaza, dengan mengatakan “Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh”. []
Mi’raj News Agency (MINA)