Jakarta, MINA – Delegasi Uni Eropa telah menyelenggarakan sebuah webinar bertajuk “Dilema Seputar Hak Digital di Indonesia: Kebebasan Berekspresi dan Privasi Data” pada Selasa (16/11) melalui Zoom meeting.
Webinar ini merupakan bagian dari Lomba Penulisan Jurnalistik EU4Wartawan yang bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Yayasan TIFA yang mengangkat tema dampak teknologi digital terhadap hak asasi manusia.
Hadir sebagai pembicara, Joko Tirto Raharjo sebagai Delegasi Uni Eropa Untuk Indonesia, Josua Sitompul, S.H M.H dari Kemenkoinfo RI, Ruby Alamsyah dari Digital Forensic Indonesia (DFI), dan Sherly Haristya PhD Yayasan TIFA.
Josua mengatakan, pemerintah secara fundamental bertanggung jawab dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi.
Baca Juga: Menag RI Buka BAZNAS International Forum untuk Palestina
“Menurut UU ITE tiga pemangku kepentingan yang memegang peran penting dalam pelaksanaan dunia digital adalah Pemerintah, pelaku sistem elektronik, dan pengguna,” katanya.
Menurutnya, ada dua peran dan tanggungjawab Pemerintah yang fundamental.
Pertama, adalah memfasilitasi pemanfaat teknologi informasi mencakup penyusunan kebijakan, implementasi kebijakan itu dan memfasilitas infrastruktur. Pemerintah juga wajib mempromosikan dan mengedukasi masyarakat serta melakukan pengawasan.
Peran melindungi kepentingan umum dari penyalahgunaan teknologi dengan cara menyusun data registrasi para penyelenggara sistem elektronik sehingga masyarakat dapat melakukan pengecekan tentang data penyelenggara untuk memastikan keamanan indivitu.
Baca Juga: Masjid Pantai Bali Gelar Lomba Omplok Layar Tunjukkan Solidaritas Palestina
Kedua, adalah melakukan kebijakan pemutusan akses sehingga masyarakat terlindungi dari konten seperti pornografi atau sifatnya SARA.
Kemudian, Ruby Alamsyah Pendiri dan CEO Indonesia Digital Forensic Indonesia (DFI) mengatakan, pengaksesan data pribadi seperti nama, tanggal lahir, alamat dan data dasar lainnya, biasanya didapatkan dari proses pendaftaran awal pengguna di sebuah situs atau aplikasi, yang sering bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
“Padahal pengguna berhak diinformasikan tentang bagaimana data mereka dikumpulkan, disimpan, dan diproses. Pelaku sistem elektronik atau pengelola data, berkewajiban menginformasikan kepada pengguna apabila terjadi kebocoran data pribadi pengguna dari aplikasi atau situs milik pelaku sistem elektronik,” ujarnya.
Sementara Sherly Haristya, PhD, Peneliti Utama Yayasan TIFA mengemukakan, Indonesia sedang berjuang dalam tahap menyusun Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) untuk menjawab kebutuhan dan menyeimbangkan antara dua nilai dan tujuan yang sama pentingnya.
Baca Juga: Market Day Festival Baitul Maqdis Meriahkan BSP 2024 di Samarinda
“Yaitu mendorong perkembangan inovasi dan ekonomi, tanpa mengorbankan privasi dan perlindungan data pribadi masyarakat,” katanya. (L/R11/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jama’ah Muslimin Kutuk Keras Tentara Zionis Kencingi Al-Qur’an