Washington, MINA – Departeen Luar negeri AS merilis dalam laporannya bahwa kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Rakhine utara tergolong ekstrem, berskala besar, dan meluas.
Kekerasan juga tampaknya diarahkan untuk meneror dan mengusir penduduk Rohingya. Catatan laporan bulan Agustus 2018, yang dirilis kembali oleh National Interest pada Ahad (28/10).
Baca Juga: Uni Eropa Berpotensi Embargo Senjata ke Israel Usai Surat Penangkapan ICC Keluar
Laporan menyebutkan, ruang lingkup dan skala operasi militer menunjukkan bahwa mereka terencana dan terkoordinasi dengan baik.
“Di beberapa daerah, pelaku menggunakan taktik yang mengakibatkan korban massal, misalnya, mengunci orang-orang di rumah untuk membakar mereka, memagari seluruh desa sebelum menembak ke kerumunan, atau menenggelamkan perahu yang dipenuhi ratusan Rohingya yang melarikan diri,” bunyi laporan itu.
Laporan menambahkan, sudah saatnya bagi AS untuk secara resmi menyatakan kampanye Rohingya Myanmar sebagai genosida. Ini bukan sekadar keharusan moral, tetapi suatu keharusan strategis bagi pemerintahan yang kebijakan luar negerinya sering dipertanyakan.
Sejak dipaksa melarikan diri ke Bangladesh pada 2017, dunia telah menyaksikan penderitaan lebih dari tujuh ratus ribu pengungsi Rohingya dengan keprihatinan, dan mengutuk kampanye militer brutal pemerintah Myanmar.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
Penyelidikan PBB menggambarkan kampanye militer sebagai salah satu yang didorong oleh “niat genosida” dan menyerukan penuntutan para jenderal yang bertanggung jawab atas genosida.
Sebagai tanggapan, Pengadilan Pidana Internasional telah menyatakan bahwa pengadilan memiliki yurisdiksi untuk melakukannya dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah memilih mendukung pembuatan mekanisme independen untuk mempercepat penuntutan pidana.
Konvensi Genosida 1948 PBB secara resmi mendefinisikan genosida sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok tertentu. (T/RS2/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)