Oxford, MINA – Dewan Kota Oxford, Inggris, secara resmi mencabut penghargaan tertinggi Freedom of the City of Oxford yang sebelumnya diberikan kepada pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi.
Dewan menilai Penasihat Negara Myanmar itu tidak layak menyandang penghargaan tersebut karena ia menutup mata atas tragedi kemanusiaan Rohingya.
Menyusul sebuah keputusan pendahuluan pada Oktober lalu, Dewan Kota Oxford mengadakan pemungutan suara pada Senin (27/11) untuk secara permanen menghapus gelar kehormatan tersebut.
“Hari ini kita telah mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menanggalkan gelar kehormatan tertinggi kota ini karena langkahnya yang lamban dalam menghadapi penindasan terhadap populasi minoritas Rohingya,” kata anggota Dewan Kota, Mary Clarkson, yang mengajukan mosi tersebut, menurut BBC.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Oxford memiliki tradisi panjang dalam menjadi kota yang beragam dan manusiawi, dan reputasi kita ternoda karena memberikan penghormatan kepada orang-orang yang menutup mata terhadap kekerasan,” ujarnya.
“Kami berharap hari ini kami telah menyatakan suara kecil kami kepada orang lain yang menyerukan hak asasi manusia dan keadilan bagi orang-orang Rohingya,” ia menambahkan.
Sebelumnya, pada Oktober lalu, St Hugh’s College, Oxford, tempat Aung San Suu Kyi menimba ilmu, mencopot lukisan Suu Kyi yang dipajang di pintu masuk kampus.
Pemungutan suara oleh Dewan Kota Oxford terjadi saat Paus Fransiskus mengadakan pembicaraan dengan kepala militer Myanmar pada awal kunjungan ke negara mayoritas Buddha itu.
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza
Aung San Suu Kyi mendapat kehormatan itu pada 1997 sebagai pengakuan atas perjuangannya dalam mempromosikan demokrasi di Myanmar yang berada di bawah kekuasaan militer.
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian tersebut telah dikritik oleh komunitas internasional dan aktivis hak asasi manusia karena tidak berbicara mengenai penindasan Rohingya atau mengutuk ungkapan sentimen anti-Muslim di negara tersebut.
Lebih dari 600.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh selama dua setengah bulan terakhir.
Mereka lari untuk menyelamatkan diri dari kekejaman pasukan keamanan Myamar dan gerombolan umat Buddha garis keras di Negara Bagian Rakhine. (T/R11’P1)
Baca Juga: Bank dan Toko-Toko di Damaskus sudah Kembali Buka
Miraj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Yakin Setiap Warga Israel adalah Teroris