Jakarta, 4 Muharram 1438/5 Oktober 2016 (MINA) – Dampak setelah dikeluarkannya Undang-undang jaminan produk halal (UU JPH) ternyata dirasakan juga oleh perusahaan farmasi manufaktur internasional grup (IPMG) yang berada di Indonesia.
“Keluarnya UU JPH ini tentu membuat kami, selaku pengusaha obat merasa ketimpangan. Membuat masyarakat merasa ragu ketika akan mengkonsumsi obat dan hal ini bisa membahayakan public consume yang mengawasi obat-obatan yang dikonsumsi,” kata Parulian Simanjuntak, Direktur Utama (Dirut) IPMG dalam Kongkow Bisnis Radio Pas 92,4 fm di IBIS Hotel, Harmoni.
Parulian mengungkapkan, UU JPH membuat obat-obatan sulit masuk ke pasar karena bahan baku pembuatan juga harus mendapatkan sertifikasi. Sedangkan 80% bahan baku pembuatan masih impor.
“Jika memang demikian, tentu obat yang terlebih dahulu sudah masuk ke pasaran dan belum memiliki sertifikasi halal bisa dinilai tidak halal. Seharusnya, sertifikasi bersifat sukarela khususnya untuk obat-obatan dan vaksin,” ujarnya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Pengurus Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), Frida Chalid menambahkan, perusahaan farmasi juga memiliki beban sendiri karena dituntut oleh pemerintah dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk menyediakan obat dengan kualitas baik dan murah.
“Seandainya kami harus memaksakan diri untuk mengikuti sertifikasi, tentu itu berat bagi kami yang harus menyediakan obat dengan kualitas baik, murah namun halal. Jika demikian, maka harga obat bisa meningkat karena bahannya sendiri 90% masih impor dan didapat dari berbagai negara,” katanya.
Frida juga mengatakan, bahwa hal tersebut dikhawatirkan bisa menganggu penyediaan stok obat dalam setahun dan bisa menimbulkan masalah ke investasi jangka panjang. (L/mar/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku