Jakarta, 14 Muharram 1437/27 Oktober 2015 (MINA) – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI), Muhammad Natsir Zubaidi mengatakan, bahwa hari Santri adalah sebuah akomodasi politik ketika pemilihan Presiden (pilpres) untuk kalangan pesantren dari Pemerintah.
Menurutnya, kalau dirunut, peristiwa Resolusi Jihad KH.Hasyim Asy’ari membangkitkan perlawanan terhadap sekutu dengan penyerbuan arek-arek Surabaya kepada pasukan Jenderal Mallaby pada 10 November 1945.
Maka, inspirasi Jihad berjuang bekerja keras melawan penjajahan sebagai lambang angkara murka yang mengakibatkan kebodohan dan kemiskinan. kata Natsir kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), di jakarta, Selasa (27/10) siang.
Sebenarnya semangat bela negara itu sudah diinspirasi sejak Sultan Agung abad 16, Perang Diponegoro (1825 sampai 1830) Imam Bonjol, Teuku Umar tersebut.
Baca Juga: Tim SAR dan UAR Berhasil Evakuasi Jenazah Korban Longsor Sukabumi
Sebenarnya Lasykar pejuang Hisbullah atau Sabilillah dengan tokoh-tokoh KH. Masykur, KH. Saefuddin Zuhri, Mohammad Roem, Kasman Singodimejo, KH. Noer Ali juga merupakan embrio TNI di samping PETA yang menampilkan tokoh seperti. Soedirman, Soeharto, Sarwo Edy, dan Ahmad Yani.
Dalam konteks sekarang harus diartikan jihad melawan kemiskinan dan kebodohan perjuangan menuju kesejahteraan rakyat (bangsa) yang kita kenal dengan keadilan sosial bagi segenap rakyat Indonesia.
Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus merumuskan bahwa meningkatan peranan Santri pada hakekatnya revitalisasi peran Umat Islam dibidang sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan juga politik.
Karena umat Islam merupakan mayoritas pemukim negeri ini, maka membina dan meningkatkan peran umat Islam berarti membangun bangsa secara keseluruhan. (L/P002/P4)
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat