Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Sebagai umat Islam kita pada umumnya tentu hafal doa setelah tidur atau doa bangun tidur. Karena doa ini sudah diajarkan sejak kanak-kanak.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Alhamdullillaahilladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur.
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mematikan kami, dan kepada-Nyalah kami dikembalikan.” (HR Bukhari).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Begitulah, sebagai orang yang beriman kepada Allah, saat kita memulai hidup kita, saat kita membuka mata kita melihat kembali dunia, kita awali dengan kalimat pujian kepada Allah, “Alhamdulillaah”.
Kita memuji Allah, kita bersyukur kepada-Nya, atas dihidupkan-Nya kembali setelah kematian sementara, tidur kita. Ini artinya kita masih diberi kesempatan oleh Sang Pencipta untuk memuji-Nya, untuk menyembah-Nya, untuk mengabdi kepada-Nya, dan untuk berbuat kebajikan terhadap sesama untuk meraih ridha-Nya.
Menurut para ahli kesehatan, tidur adalah istirahat terbaik untuk fisik dan psikis kita. Maka, bersyukur jika kita masih diberi kemudahan untuk dapat tidur malam, dan dapat bangun kembali sesudahnya. Sementara banyak orang yang susah tidur karena penyakit insomnia misalnya, atau dikejar-kejar penagih utang, atau takut ketahuan penyelidik korupsi, atau memikirkan hal-hal besar yang mengancam jiwanya.
“Alhamdulillah,” itulah kalimat utama dan pertama yang kita ucapkan atas karunia Allah yang telah menidurkan kita semalam.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Allah menyebut di dalam ayat-Nya:
وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الَّيْلَ لِبَاسًا وَّالنَّوْمَ سُبَاتًا وَّجَعَلَ النَّهَارَ نُشُوْرًا
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan malam untukmu (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangkit berusaha.” (QS Al-Furqan/25: 47).
Tidur malam pun bukan soal panjangnya mata terpejam tak sadarkan diri, sampai delapan jam misalnya dari jam 22.00 hingga 06.00. Hingga lewatlah shalat Subuh berjama’ah di masjid, apalagi shalat Tahajud yang sangat utama. Namun yang lebih disyukuri adalah tidur yang berkualitas, hanya beberapa jam tapi cukup kenyang dan nyenyak. Tidur jam sepuluh malam, bangun jam tiga pagi. Itu sudah cukup menyehatkan jiwa dan raga.
“Alhamdulillah,” itulah kalimat terbaik yang mengawali hidup kita, mengiringi beralihnya dari gelapnya malam menuju fajar sidiq, jelang azan Subuh berkumandang. Mata terbangun dengan rasa syukur, senyum bahagia, hati lapang, lisanpun mengucapkan doa. Tak kalah dengan gembira kokok ayam pagi dan kicauan ceria burung-burung menyambut mentari.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Ya, bersyukur bangun pagi bukan hanya karena telah bangkit kembali dari kematian kecil, tidur kita. Namun jauh lebih penting lagi adalah bangun untuk menyongsong pagi hingga sore dengan rencana-rencana kebaikan, memperbaiki ibadah, menyiapkan sedekah dan mengerjakan berbagai aktivitas yang bermanfaat. Itu semua sebagai bekal seperti disebut di ujung doa, “wa ilaihin nusyuur.” (dan kepada-Nyalah kami dikembalikan).
Ini memberi makna bagi kita untuk menyiapkan diri dengan berbagai amal sejak membuka mata hingga nanti menutup kembali saat akan tidur malam. Bahkan hingga menutup mata selamanya, kembali kepada-Nya yang memiliki Hari Kebangkitan.
Menjadi Muslim Prestatif
Itulah, maka tidur itu bagaikan kematian, dan bangun adalah kebangkitan. Sama juga kematian di alam kubur itulah kematian, dan kelak akan dibangkitkan pada Hari Akhir dengan membawa amalannya masing-masing. Karena itu, hakikat menjalani hidup adalah untuk berbuat yang terbaik, menjadi Muslim prestatif dunia akhirat.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Allah mengingatkan kita di dalam Surat Al-Mulk ayat kedua:
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ
Artinya: “(Allah) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS Al-Mulk/67: 2).
Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, Allah yang memegang kekuasaan kerajaan dunia dan kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk-Nya. Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian yang telah ditetapkan Allah.
Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan kehidupan. Dialah yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup itu, sehingga tidak terancam kepunahan. Allah pun menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga bila waktu yang ditentukan-Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan purba.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Allah menciptakan kematian dan kehidupan itu tidak lain adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam dan siapa pula yang mengingkarinya.
Allah pun memberi kesempatan yang sangat luas kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk dan ketentuan Allah sebagai penguasa alam semesta ini.
Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di dunia.
Begitulah, kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang selalu menggunakan akal dan pikirannya memahami agama Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik dikerjakannya, sehingga perbuatannya itu diridhai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula yang paling taat kepada-Nya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Jikapun terjermbab ke dalam dosa dan kemaksiatan. Maka, Allah pun masih membuka pintu ampunan-Nya. Dialah Allah Yang Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepada-Nya dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji tidak akan melakukan dosa itu lagi serta mengringinya dengan amal-amal kebaikan.
Begitulah, “Alhamdulillah”, kita masih diberi kesempatan untuk hidup, hakikatnya kesempatan untuk beramal lebih baik lagi, bahkan yang terbaik. Aamiin. (A/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat