Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

DPR: SEMANGAT KONSTITUSI DALAM MENYIKAPI PENGUNGSI ROHINGYA

Rana Setiawan - Ahad, 17 Mei 2015 - 12:50 WIB

Ahad, 17 Mei 2015 - 12:50 WIB

618 Views

Sukamta, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI.(Foto: DPR)
Sukamta.(Foto: <a href=

DPR)" width="300" height="199" /> Sukamta.(Foto: DPR)

Jakarta, 28 Rajab 1436/17 Mei 2015 (MINA) – Pengungsi Rohingya semakin terlantar nasibnya. Indonesia diminta untuk terus bersikap arif sesuai semangat konstitusi dalam menyikapi para pengungsi Rohingya itu.

Sukamta, anggota Komisi I DPR RI, menyatakan, pada dasarnya konstitusi dasar Indonesia telah mengamanatkan keberpihakan terhadap para pengungsi dan pencari suaka. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XA, Pasal 28G, butir 2: Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

“Semangat ini yang harusnya kita pakai dalam menyikapi pengungsi Rohingya ini,” tegas Sukamta pada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), di Jakarta, Ahad (17/5).

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera ini menambahkan bawah hingga kini Indonesia belum meratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1951 yang mengatur soal pengungsi dan pencari suaka.

Baca Juga: Erupsi Ganda Gunung Semeru, Warga Diimbau Jauhi Besuk Kobokan

Menurutnya, pemerintah belum meratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1951 itu, karena adanya pasal-pasal dalam Konvensi yang dinilai memberatkan pemerintah Indonesia seperti keharusan bagi negara peratifikasi untuk memberikan kebebebasan kepada pengungsi dalam mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan upah, melakukan usaha sendiri seperti pertanian dan mendirikan perusahaan.

Pasal yang lain juga menyatakan bahwa pengungsi mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhinya.

Pemerintah tentunya mengalami dilema tersendiri dalam hal ini. Pada pasal-pasal tersebut, tentunya pemerintah Indonesia akan mengalami dilematis, pada satu sisi amanat UUD NRI 1945 menjunjung kebebasan dan perlindungan bagi para pencari suaka, tapi pada sisi lain juga pemerintah Indonesia akan lebih memprioritaskan warga negaranya sendiri untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun, lanjut Sukamta, hal ini masih bisa ditangani dengan undang-undang yang sifatnya nasional untuk menjadi payung hukum dalam mengatur persoalan pengungsi ini. Indonesia memang punya UU No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang salah satunya mengamanatkan tentang pengaturan pengungsi dan pencari suaka. Seharusnya ketentuan itu ditindaklanjuti pemerintah dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres).

Baca Juga: Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman

“Apakah Keppres-nya sudah ke luar? Jika belum, perlulah segera dibuat oleh Presiden agar jelas bagaimana aturan untuk mengelola para pengungsi ini,” ujarnya.

Sukamta menjelaskan, jangan sampai kita Indonesia dicap sebagai negara tidakberperikemanusiaan karena mengusir mereka. Jika ini benar terjadi, di mana nurani pemerintah Indonesia yang mengaku sebagai negara Pancasila?

Sementara kita tahu Rohingya adalah manusia yang teraniaya di negara asalnya, direpresi, rumahnya dibakar, diusir oleh pemerintahnya sendiri kemudian disandera oleh mafia. Padahal Rohingya sudah ratusan tahun tinggal di Myanmar tetapi mereka tetap dianggap pendatang, atau karena mereka Muslim?

Nasib mereka terdampar ke Indonesia setelah ditolak Malaysia. Seolah mereka dibiarkan kembali ke lautan lepas untuk mati perlaha-lahan.

Baca Juga: Militer Israel Akui Serangan ke RS Al-Ahli di Gaza, Hancurkan Ruang Bedah dan ICU

“Yang lebih memprihatinkan lagi, sebentar lagi kan ASEAN mau menggulirkan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Bagaimana mau menerima orang dari negara lain kalau warganya sendiri saja diusir? Junta militer Myanmar ini memang harus ditekan bersama melalui ASEAN dengan pelopor Indonesia,” imbuhnya.

Tindakan ini jelas tidak sesuai dengan semangat berdirinya ASEAN dahulu. Deklarasi ASEAN berisi maksud dan tujuan pembentukan ASEAN yang meliputi salah satunya adalah upaya mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan.

“Filosofi ini juga nampak dalam lambang ASEAN padi yang diikat juga bermakna perdamaian dan persatuan. Karenanya, pemerintah Myanmar harus berani berpihak kepada kemanusiaan agar layak jadi anggota ASEAN,“ tegas Sukamta.(L/R05/P2)

 

Baca Juga: Pemerintahan Trump Lakukan PHK Massal di Departemen Pendidikan AS

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda