MALAK ASHOUR duduk di ruang tamunya di Jalur Gaza yang diblokade, matanya terpaku pada ponselnya sambil menunggu hasil ujian akhir sekolahnya. Anggota keluarga mengelilinginya. Ia dengan antusias menyalakan ponselnya untuk melihat hasilnya.
Saat hasilnya mulai muncul, nilai Malak keluar: 93 persen, yang disambut sorak sorai dan tepuk tangan dari kerabatnya.
“Kami datang ke sini untuk merayakan keberhasilanmu dan bernyanyi untukmu,” nyanyi mereka, sebuah lagu terkenal yang biasanya dinyanyikan setelah hasil Tawjihi diumumkan di Palestina.
Malak hampir tidak percaya ia telah meraih hasil sebaik itu, mengingat semua yang telah ia lalui selama dua tahun terakhir menjelang ujian.
Baca Juga: Lembaga Kemanusiaan UNRWA Peringatkan Krisis Dana Serius
Seperti hampir 30.000 siswa Tawjihi lainnya, ia telah selamat dari pengeboman Israel yang tak henti-hentinya, blokade bantuan yang parah, dan pengungsian paksa yang berulang, tinggal di tenda-tenda tanpa listrik, makanan, atau lingkungan yang layak untuk belajar.
Malak mengungsi setidaknya delapan kali dari rumahnya di lingkungan Tel Al-Hawa, Kota Gaza. Selama dua tahun penyerangan tersebut, ia tinggal di sebuah tenda di Gaza selatan.
“Dua tahun ini penuh dengan keputusasaan, kehancuran, kelaparan, dan pengeboman. Saya tidak akan pernah melupakan apa yang kami alami,” ujar Malak kepada Quds News Network (QNN).
“Tidak ada buku, bahkan energi untuk belajar pun tidak ada. Kami hidup dalam ketakutan yang terus-menerus, ketakutan akan kematian, ketakutan akan lebih banyak pengungsian, ketakutan akan masa depan yang tidak menentu, dan ketakutan bahwa semua yang kami pelajari akan sia-sia,” katanya.
Baca Juga: Hujan Lebat Landa Gaza, Tenda Pengungsi Hingga Rumah Sakit Kebanjiran
Ketika gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober, keluarga Malak kembali ke rumahnya yang hancur, yang telah dibom oleh pasukan Israel setidaknya dua kali.
“Perayaan saya berlangsung di tengah-tengah rumah kami yang hancur, dikelilingi tenda-tenda yang penuh sesak,” tambahnya.
Pada Kamis, 13 November 2025, palestina/">Kementerian Pendidikan Palestina di Gaza mengumumkan, sekitar 30.000 siswa berhasil mengikuti ujian sertifikat pendidikan menengah di Jalur Gaza, yang dikenal di Palestina sebagai Tawjihi.
Ini menandai rilis kedua hasil Tawjihi sejak genosida Israel dimulai pada 7 Oktober 2023.
Baca Juga: Menakjubkan, Gen Z Gaza Melawan Genosida dengan Prestasi
Para siswa di seluruh Gaza mencapai hasil akademik yang luar biasa meskipun menghadapi 2 tahun tekanan yang luar biasa, malam-malam tanpa tidur, pengeboman Israel yang terus-menerus, dan blokade bantuan yang mencekik.
Namun, ada pula siswi berprestasi yang tidak dapat melihat nilai kecerdasannya, seperti Duha Nazmi Abu Dalal dari kamp pengungsi Nuseirat di Gaza Tengah.
Duha Nazmi meraih nilai 96,7% dalam ujian akhir SMA-nya.
Ia adalah simbol tekad, memimpikan masa depan yang cerah, tetapi impian itu pupus pada akhir Oktober, setelah Israel melanggar perjanjian gencatan senjata dan melakukan pembantaian yang merenggut nyawanya bersama 18 anggota keluarganya.
Baca Juga: Gaza Mulai Masuki Musim Dingin
Putri jurnalis Palestina Hussam al-Masri, yang juga syahid dalam serangan Israel di Rumah Sakit Nasser pada 25 Agustus, juga berprestasi dalam ujiannya. Nilainya mencapai 92,3%.
Adapun bagi Nour Eyad, siswi Tawjihi yang lain, kesuksesannya baru diraih setelah berbulan-bulan diliputi kesedihan dan duka mendalam, menyusul serangan Israel yang menewaskan adik laki-lakinya.
“Saya bersyukur kepada Allah karena telah memberi saya kekuatan untuk belajar dan meraih hasil yang tinggi. Saya belajar di tengah reruntuhan, di tenda, di saat tidak ada makanan dan internet. Situasinya menyedihkan selama berbulan-bulan, dan pembunuhan saudara laki-laki saya oleh Israel membuat segalanya semakin sulit,” kata Nour kepada QNN.
“Saya persembahkan kesuksesan ini untuk jiwa saudara laki-laki saya,” katanya.
Baca Juga: Hamas Kecam Pembakaran Masjid di Tepi Barat oleh Pemukim Israel
Ia teringat bahwa dirinya pernah berharap bisa memiliki sepotong cokelat atau sepotong ayam ketika ia kelelahan belajar, sementara pengeboman terjadi begitu dekat di atas kepalanya.
“Ada banyak tantangan, tetapi kami berhasil mengatasinya,” katanya.
Siswi yang lain, Aya Hneif, berhasil dalam ujiannya dengan nilai 95,3. Namun, ia mengatakan kepada QNN bahwa keberhasilannya terasa belum lengkap.
“Kota Rafah kami masih di bawah kendali Israel. Kami tidak tahu apa-apa tentang rumah kami. Kota ini telah hancur total. Sepupu saya tewas dalam serangan Israel saat sedang duduk di tempat tidurnya, tanpa menimbulkan ancaman apa pun. Kami masih berusaha pulih dari ini,” katanya. []
Baca Juga: Sekitar 70.000 Jamaah Laksanakan Shalat Jumat di Masjid Al-Aqsa
Mi’raj News Agency (MINA)
















Mina Indonesia
Mina Arabic