Freetown, Liberia, 19 Dzulhijjah 1435/13 Oktober 2014 (MINA) – Setelah membunuh ribuan orang di Afrika dan menakuti jutaan penduduknya, para ahli mengatakan, virus Ebola kini menyasar “korban baru”, yaitu ekonomi negara-negara Afrika yang termiskin di dunia.
Dampak dari virus Ebola yang telah menewaskan lebih dari 4.000 orang di barat Afrika tahun ini, menurut Menteri Keuangan Sierra Leone, Kaifala Maraha, Sabtu (11/10) di Freetown, memiliki efek yang sama sebagai “embargo ekonomi” dengan mengisolasi negara yang terkena dampak.
“Segala sesuatu yang kami raih telah hilang,” katanya, Modern Ghana yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Saat berdialog dengan Bank Dunia melalui video Kamis lalu, Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf secara khusus menyebutkan sebuah proyek untuk membuka jalan raya Yekepa-Ganta, terpaksa ditunda setelah pekerja asing dievakuasi sehubungan dengan Ebola.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Saat mengunjungi tiga negara paling terpukul oleh Ebola, yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone pekan ini, Direktur Biro Program Pembangunan PBB untuk Kebijakan dan Program Dukungan, Magdy Martinez-Soliman mengatakan, kelumpuhan ekonomi masih bisa dihindari jika tindakan pencegahan dilakukan sekarang.
Tapi ekonom Liberia Samuel Jackson melukiskan gambaran suram.
“Bisnis melambat atau tutup. Industri besar tidak akan membangun pabriknya dan karya-karya infrastruktur semua tertunda,” katanya.
Perusahaan minyak raksasa Amerika Serikat, Exxon Mobil, mengatakan pada September untuk menunda eksplorasi lepas pantai pertamanya di Liberia yang rencananya dimulai pada akhir tahun ini.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Sektor bahan baku penting telah mengalami krisis, tapi tidak sebanyak pertanian dan jasa yang sangat rentan terhadap gangguan Ebola.
Lebih mengkhawatirkan, pertanian dan ketahanan pangan pada umumnya beresiko, menurut badan pangan PBB, FAO.
Sebuah studi FAO di Sierra Leone menemukan bahwa 47 persen dari orang yang ditanya meyakini krisis Ebola memiliki dampak serius bagi aktivitas pertanian mereka. Harga kebutuhan pokok naik 30-75 persen sejak Agustus.
Dalam upaya untuk menjaga produksi pangan ke depan, Kementerian Pertanian Sierra Leone mempromosikan program “kembali ke peternakan” untuk mendorong para petani di daerah yang tidak dikarantina.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
FAO mengatakan, di Monrovia, ibukota Liberia, harga ubi kayu meningkat 150 persen dan banyak keluarga yang menghabiskan 80 persen dari pendapatannya untuk makanan. (T/P001/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng