Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ektrimis Budha Kirim Surat Terbuka Desak Presiden Hapus Rohingya Dari Myanmar

Admin - Sabtu, 2 Juli 2016 - 16:31 WIB

Sabtu, 2 Juli 2016 - 16:31 WIB

694 Views ㅤ

Muslim Rohingya bersiap-siap melaksanakan shalat Juma'at di Sittwe. (AFP)

Rakhine,27 Ramadhan 1437/2 Juli 2016 (MINA) – Kelompok nasionalis Arakan dari Sittwe, negara bagian Rakhine mengirimkan surat terbuka kepada para pemimpin negara itu agar mengahapus kata “Rohingya” dan “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”.

“Ratusan warga etnis dan para biksu Buddha Rakhine menandatangni surat yang tujukan kepada Presiden Htin Kyaw dan Penasehat Negara Aung San Suu Kyi dan Kepala Komandan Militer Min Aung Hlaing,” kata seorang warga setempat yang ikut menandatangani surat.

Radio Free Asia (RFA) yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan, tidak hanya pimpinan tertinggi di Myanmar yang menerima surat, termasuk majelis tinggi dan DPR serta beberapa kepala kementerian dan pemimpin pemerintahan negara bagian.

Bulan lalu, pemeritah mengeluarkan perintah yang mengarahkan media milik negara untuk menggunakan istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine” untuk merujuk 1,1 juta Muslim yang tinggal di Myanmar.

Baca Juga: Diboikot, Starbucks Tutup 50 Gerai di Malaysia

Penganut Buddha yang menjadi warga mayoritas di negara tersebut menolak untuk menggunakan istilah “Rohingya” yang mereka anggap sebagai “Bengali,” migran ilegal dari negara tetangga Bangladesh, meskipun banyak dari mereka yang tinggal di Myanmar sudah beberapa dekade lamanya. Namun, pemerintah saat ini juga melarang penggunaan istilah “Bengali”.

“Penggunaan kalimat ‘komunitas Muslim di negara bagian Rakhine’ berarti ada dua kelompok, Buddha dan Muslim yang tinggal (di sini),” kata staf RFA Myanmar, Aung Htay.

Menurutnya, nama etnis Rakhine terancam hilang. Pihaknya menegaskan agar semua orang di Myanmar harus belajar dari sejarah.

“Kami mengirim surat kepada Presiden dan Menteri Persatuan Pemerintah untuk belajar tentang geografi dan sejarah negara bagian Rakhine,” katanya.

Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan

Surat itu merupakan bagian dari kampanye besar di Sittwe, daerah etnis Buddha Rakhine yang mempublikasikan pemberitahuan di rumah-rumah penduduk, memberitahu mereka untuk tidak menerima istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”.

Nasionalis Buddha berencana akan melaksanakan kampanye yang sama di 17 kota lainnya di Rakhine pada Ahad (3/7).

Setidaknya ada 140.000 Muslim Rohingya yang mengungsi setelah kekerasan empat tahun lalu antara Muslim dan Buddha, yang menewaskan 200 orang lebih dan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal.

Sekitar 120.000 warga Rohingya saat ini masih berada di kamp-kamp, sementara ribuan lainnya melarikan diri dari penganiayaan di negara bagian yang mayoritas umat Buddha.

Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina

Pemerintah Myanmar hingga saat ini belum ada upaya untuk mencari solusi atas masalah ini. Mereka pun tidak mempertimbangkan warga Rohingya untuk menjadi warga negara penuh dan menyangkal pula hak dasar mereka, seperti kebebasan bergerak dan akses ke pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.

Setelah pemerintah mengeluarkan perintah tertulis pada 16 Juni lalu, mandat penggunaan istilah “komunitas Muslim di negara bagian Rakhine”, Partai Nasional Arakan (ANP) -partai yang mewakili kepentingan rakyat Buddha di Rakhine- merilis sebuah pernyataan yang mengatakan bahwa mereka akan terus menggunakan sebutan “Bengali”.

Pada Mei lalu, pemerintah Myanmar menyarankan Amerika Serikat dan kedutaan lain di negara itu agar bisa menghindari menggunakan istilah “Rohingya”. (T/P004/P001)
Miraj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Internasional
Wapres RI Ma'ruf Aamiin menghadiri acara Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-44 dan ke-45 di Vientiane, Laos, Rabu (9/10/2024) (Foto: Setwapres RI)
Asia
Asia
Internasional
Asia